Aset Pemkot Bengkulu Dijadikan Agunan dan Nyaris Dijual, Skandal Mega Mall Makin Terungkap

Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetiyo, didampingi Kasi Penkum Ristianti Andriani .--Nova Dwi Amanda/rakyatbengkulu.com
BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM – Skandal pengelolaan Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) BENGKULU semakin terang benderang.
Dugaan penyalahgunaan aset milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu kini mengarah pada praktik yang lebih serius: aset negara dijadikan jaminan utang bahkan sempat ditawarkan untuk dijual ke pihak ketiga.
Fakta mengejutkan ini mencuat seiring penetapan tersangka baru oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.
BACA JUGA:86 Persen Desa di Bengkulu Sudah Miliki Koperasi Merah Putih, Siap Sambut Peluncuran Nasional
BACA JUGA:Mobil Listrik Canggih Harga Terjangkau, BYD Seal 06 EV Tampil Mewah di Kelasnya
Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi, Wahyu Laksono, yang merupakan mitra kerja Pemkot dalam proyek pengelolaan Mega Mall, kini resmi ditahan.
Menurut Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetiyo, Wahyu diduga menjadi aktor kunci dalam rangkaian strategi pengelolaan yang menimbulkan potensi kerugian besar bagi daerah.
“Aset lahan Mega Mall milik Pemkot Bengkulu terindikasi pernah dijadikan agunan berulang kali, bahkan sampai diiklankan untuk dijual. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi sudah masuk ranah pidana,” tegas Danang.
BACA JUGA:Jaga Alam Raja Ampat, DPD RI Soroti Tambang Nikel di Sekitar Destinasi Wisata
BACA JUGA:Tahanan Kasus Asusila Tewas Dikeroyok, Enam Sesama Tahanan Jadi Tersangka
Wahyu Laksono dijemput langsung dari Jakarta oleh tim Kejati Bengkulu bekerja sama dengan Kejaksaan Agung RI.
Pemeriksaan berlangsung di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung sebelum ia dibawa ke Bengkulu dan ditahan di Rutan Polresta untuk masa penahanan awal 20 hari.
Skema kerja sama antara PT Dwisaha dan Pemkot Bengkulu dalam pengelolaan Mega Mall dan PTM ternyata menjadi celah terbukanya penyimpangan.
Salah satu bentuknya adalah pengalihan status lahan dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diduga dilakukan tanpa mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: