Alur Dangkal, Ekspor Terhambat

Senin 20-07-2020,16:40 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

BENGKULU - Cepatnya pendangkalan alur di di Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu, berdampak pada aktivitas ekspor sejumlah komoditas unggulan Bumi Rafflesia terhambat. Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bengkulu, Ardhani Naryasti.

Menurutnya, ada dua produk unggulan Bengkulu yaitu batu bara dan cangkang kelapa sawit. Dimana saat ini permintaannya cukup tinggi dil luar negeri. Akan tetapi, aktivitas ekspor terkendala, pasalnya kapal besar tidak dapat bersandar di Pelabuhan Pulau Baai, dikarenakan adanya pendangkalan alur di sana.

“Permintaan untuk cangkang sawit itu luar biasa banyak sekali, tetapi sayangnya ekspor ini tidak bisa terealisasi karena adanya pendangkalan di Pelabuhan Pulau Baai sehingga kapal tidak bisa merapat,” kata Ardhani.

Dikatakannya, para pengusaha cangkang kelapa sawit di Bengkulu, banyak yang memilih melakukan ekspor melalui pelabuhan lain seperti melalui Pelabuhan Bakauheni Lampung dan Pelabuhan Teluk Bayur Padang. Apabila ekspor tetap dipaksakan melalui Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu, maka biaya transportasi bertambah.  Ini dikarenakan jika di Pulau Baai, membutuhkan kapal tongkang.

“Kapal yang tidak bisa menepi itu akhirnya melakukan ekspor dengan kapal tongkang dulu, kemudian baru diangkut ke tengah untuk dipindahkan ke kapal. Inilah yang kemudian menghambat ekspor,” ujarnya.

Terpisah, GM PT Pelindo II Cabang Bengkulu, Silo Santoso menyampaikan pihaknya sedang merencanakan pengerukan alur pelabuhan pada Agustus mendatang. Ia menjelaskan dari panjang alur Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu sekitar tiga kilometer, pada spot tertentu mengalami pendangkalan dengan kedalaman lima meter LWS.

Ia membenarkan Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu merupakan salah satu pelabuhan yang paling cepat mengalami pendangkalan dibandingkan pelabuhan lainnya di Indonesia. Sebelumnya pada Desember 2019 lalu pihaknya sudah melakukan pengerukan alur di kedalaman 10 meter LWS, dengan mengeluarkan hampir 600 ribu meter kubik pasir, namun saat ini sudah kembali mengalami pendangkalan.

Bila dibandingkan dengan pelabuhan yang ada di daerah lain, intensitas Kecepatan sedimentasi di Bengkulu merupakan yang paling cepat. Apabila di pelabuhan lain itu paling cepat setahun sekali, atau dua tahun sekali. “Tapi di sini adalah yang paling cepat sedimentasinya. Kalau yang kemarin kita melakukan pengerukan dua kali setahun," kata Silo.

Untuk sekali pengerukan, pihaknya dapat memperoleh volume pasir yang cukup besar.  Sekitar 500 ribu kibik pasir dari sekali pengerukan. Dan saat ini pihaknya hanya bisa melakukan pengerukan alur pelabuhan sebanyak satu kali dalam satu tahun karena biaya untuk setiap kali pengerukan sangat besar bisa mencapai Rp 50 miliar hingga Rp 60 miliar. Silo mengaku pihaknya saat ini sedang mempelajari perilaku perairan pantai di Bengkulu untuk nantinya dijadikan acuan pengambilan kebijakan terkait pendangkalan alur.

"Untuk itu kita tetap menjaga pelayaran tetap jalan. Serta sambil kita tetap mencari sisi ilmiahnya seperti apa dampak dari ini. Kemudian bagaimana cara untuk mengatasi masalah tersebut," ucap Silo.

Silo mengajak agar melihat fenomena tersebut, dari sisi lain. Tidak hanya melihat dari segi dampak negatif saja. Namun sebaliknya, dengan Bengkulu yang dikaruniai sedimentasi pasir yang cukup banyak, sehingga menghasilkan pasir yang begitu melimpah.

"Kita belum tau ya, apa makna dari ini semua. Selama ini kita menganggap bahwa sedimentasi ini, tapi dibalik itu semua kita belum mengetahui, mungkin dibalik itu pasirnya bisa dimanfaatkan untuk hal lain," kata Silo.

Pihaknya juga sudah menjajaki fenomena ini, sehingga memiliki wacana, apabila pasir nanti memiliki kualitas yang baik. Maka itu dapat dibuat jadi beton blok atau untuk produksi keramik seandainya kualitas pasir itu bagus. (war)

Tags :
Kategori :

Terkait