BENGKULU – Sesuai jadwal Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu telah menggelar pleno penetapan calon gubernur dan wakil gubernur Bengkulu, Rabu (23/9) siang. Pasangan Rohidin-Rosjonsyah dan Helmi-Muslihan dinyatakan memenuhi syarat sebagai pasangan calon. Sementara pasangan Agusrin-Imron Rosyadi dinyatakan tidak memenuhi syarat. Hal ini disampaikan langsung Ketua KPU Provinsi Bengkulu, Irwan Saputra saat konferensi pers.
“Berdasarkan verifikasi berkas, pasangan Agusrin M Najamudin-Imron Rosyadi dinyatakan tidak memenuhi syarat,” ungkap Irwan, Rabu (23/9).Dibeberkan Irwan, pasangan Agusrin-Imron dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai calon gubernur lantaran Agusrin belum memenuhi syarat minimal lima tahun bebas dalam menjalani hukuman penjara. Sementara pasangan Helmi-Muslihan dan Rohidin-Rosjonsyah dinyatakan lolos sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Bengkulu. Sementara Pimpinan Komite I DPD RI Fachrul Razi menegaskan, bahwa KPU tidak boleh melanggar hak-hak konstitusi dan demokrasi warga negara untuk dipilih. Bahwa konstitusi negara RI UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih yang kemudian diatur lebih lanjut dengan perundang-undangan. “Dalam konteks Pilkada Serentak Desember 2020 ini, tidak hanya memilih yang wajib dijamin oleh KPU selaku penyelenggara Pilkada melainkan juga hak warga untuk dipilih. Dengan prinsip dasar ini, maka setiap warga negara harus diberikan kesempatan untuk dipilih tentu saja dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan, termasuk bagi calon kepala daerah mantan terpidana,” katanya. Sebagai wakil daerah dan pimpinan Komite 1 yang membidangi urusan Pilkada, Fachrul Razi berpendapat, bahwa mantan terpidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berhak untuk maju sebagai calon kepala daerah sebagaimana yang diatur dalam UU No.10/2016, putusan MK nomor 56/PUU-XVII/2019 dan PKPU No.9/2020. Oleh karena itu, jika ada peraturan lain yang menganulir atau membatalkan hak setiap warga negara termasuk mantan terpidana yang sudah menjalani hukuman, diumumkan di publik, dan sudah mengambil masa jeda 5 tahun sebagaimana peraturan yang berlaku, tidak boleh dihalang-halangi atau digugurkan sebagai calon kepala daerah dikarenakan sudah memenuhi syarat untuk maju dalam Pilkada. “Jika mantan terpidana tersebut sudah memenuhi sebagaimana UU 10/2016, sesuai dan putusan MK, dan bahkan dengan PKPU itu sendri, jelas KPU sudah melanggar hak-hak konstitusional warga negara Indonesia untuk dipilih dalam Pemilhan Kepala Daerah yang demokratis, jujur dan adil, langsung, umum, bebas dan rahasia,” tegas Fachrul Razi. (**)