“Kami mendesak DPR RI segera untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ke dalam Prolegnas Prioritas dan segera mengesahkannya demi perlindungan yang hakiki bagi korban kekerasan seksual yang selama ini terabaikan oleh negara. Darurat kekerasan seksual tanpa ketiadaan regulasi yang memulihkan korban kekerasan seksual sehingga berdampak pada perkembangan generasi masa depan bangsa,” ungkap Rahmi Meri Yenti dari Nurani Perempuan Sumbar.Diketahui angka kekerasan seksual tertinggi untuk tahun 2020 ada di Sumatera Utara dengan 61 kasus. Menyusul Sumatera Selatan, 57 kasus. Bandar Lampung sebanyak 45 kasus, Sumatera Barat 35 kasus. Kemudian Bengkulu 25 kasus, Aceh 17 kasus, Jambi 8 kasus dan Riau 7 kasus (lengkap lihat tabel). “Berdasarkan data tersebut, bentuk kekerasan seksual yang terjadi diantaranya perkosaan, termasuk perkosaan di ranah keluarga kandung (incest), pelecehan seksual, eksploitasi seksual, trafficking yang dibarengi kekerasan seksual, pemaksaan perkawinan, sodomi, kekerasan dalam pacaran, pemaksaan aborsi dan kekerasan berbasis gender online,” imbuhnya. Kondisi sekarang, lanjut Rahmi menjadi ruang aman bagi predator kekerasan seksual. Selama melakukan pendamping dalam menangani korban kekerasan seksual, pihaknya kerap kali dihadapkan dengan kondisi victim blaming. “Termasuk proses penegakan hukum yang tidak memprioritaskan kepentingan terbaik bagi korban kekerasan seksual. Impunitas bahkan minimnya pemulihan terhadap korban. Penghapusan Kekerasan Seksual adalah penyelamat korban kekerasan dan penyelamat bagi nasib anak bangsa ke depan. Hidup Korban, Saatnya Negara Peduli Korban,” tandasnya. Jaringan organisasi masyarakat sipil Sumatera untuk advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan satu kesatuan yang utuh yang berupaya sungguh-sungguh untuk melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual di Pulau Sumatera. (adn/rls)
Provinsi Bengkulu Masuk Lima Besar Darurat Kekerasan Seksual di Sumatera
Kamis 24-09-2020,14:24 WIB
Editor : redaksi rb
Kategori :