Pemerintah Tepis Hoaks Omnibus Law

Kamis 08-10-2020,12:30 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

-Upah Minimun Tak Dihapus, Cuti Tetap Ada

-Bank Tanah Mungkinkan Rakyat Miliki Rumah Gratis

JAKARTA  - Tiga hari pascapengesahan, gelombang pro kontra dan demo di berbagai daerah muncul akibat UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Dituding sebagai sumber masalah, pemerintah pun tak tinggal diam. Kemarin (7/10), 12 menteri menggelar konferensi pers bersama dan menampik satu per satu kabar miring terkait pengesahan UU Cipta Kerja.

Di antaranya yakni Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.

Belasan menteri itu berada di bawah komando Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Rombongan itu menjelaskan satu per satu poin-poin yang menyulut perdebatan dari mulai ketenagakerjaan, amdal, pertanahan, dan ekonomi.

Airlangga menegaskan, salah satu informasi simpang siur terkait UU Cipta Kerja adalah terkait ketenagakerjaan, terutama tentang upah minimum dan gaji. “Saya tegaskan upah minimum tidak dihapuskan, tetapi tetap mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, dan salary yang diterima tidak akan turun,” ujarnya.

Menurut dia, banyak hoax tentang poin ketenagakerjaan yang beredar di kalangan masyarakat dan memicu perdebatan. Terkait dengan pesangon, dia menjamin tetap diatur dalam beleid tersebut, bahkan ada jaminan kehilangan pekerjaan.

Selain itu, waktu kerja dan istirahat minggu tetap berlaku sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Sementara untuk pekerjaan dengan sifat tertentu yang membutuhkan fleksibilitas, hal itu diatur dalam pasal 77 bab Ketenagakerjaan.

Ketum Partai Golkar itu menegaskan, pengusaha wajib memberikan cuti dan waktu istirahat, waktu ibadah. “Demikian juga terkait dengan cuti-cuti baik untuk melahirkan, menyusui, haid tetap sesuai dengan Undang-Undang, tidak dihapus,” tegasnya.

Dia juga memastikan bahwa pekerja outsourcing akan mendapatkan jaminan perlindungan upah dan kesejahteraan.Selain itu, UU Cipta Kerja juga tetap mengatur tenaga kerja asing (TKA).

“Untuk TKA tentu yang diatur mereka yang dibutuhkan untuk perawatan, maintenance, ataupun tenaga peneliti yang melakukan kerjasama ataupun mereka yang datang sebagai buyer,” katanya.

Kepastian soal UM ini juga ditekankan kembali oleh Menaker Ida. Dia mengatakan, ketentuan soal UM tetap diatur di mana ketentuannya juga mengacu UU 13/2003 dan PP 78/2015. Memang dalam RUU terdapat penegasan variable dan formula dalam perhitungan upah berdasrakn pertumbuhan ekonomi dan inflasi. ”Formula detailnya diatur PP,” katanya. Selain itu, ketentuan upah minumim kota/ kabupaten juga ttp dipertahankan.

Kemudian, dalam RUU ini juga menghapus ketentuan mengenai penangguhan pembayaran UM. Artinya, UM tidak bisa ditangguhkan lagi seperti yang sudah-sudah.

Di samping itu, dalam rangka memperkuat perlindungan upah serta meningkatkan umkm, RUU ini turut mengatur ketentuan pengupahan bagi sektor usaha mikro dan kecil. ”Sekali lagi kita harus berpikir, membrikan perlindungan itu tidak hanya pada pekerja formal saja. Tapi, juga harus memastikan perlindungan bagi pekerja sektor usaha mikro kecil,” paparnya.

Disinggung soal penetapan UM tahun depan, menaker menegaskan, belum akan menggunakan RUU ini. Hal ini berkaitan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang masih negatif akibat pandemi.

Dia mengatakan, pihaknya telah mendapat masukan dari dewan pengupahan nasional mengenai penetapan UM 2021. Penetapan diusulkan untuk mengikuti UMP 2020.

”Karena kalau kita paksakan mengikuti PP 78/2015 atau UU baru ini pasti akan banyak perusahan yang tidak mampu membayar UMPnya,” paparnya.

Diakuinya, jika merujuk pada PP 78/2015,disebutkan bahwa dalam kurun waktu lim atahun harus ada peninjauan komponen kebutuhan hidup layak (KHL). KHL ini masuk dalam hitungan penentuan UMP. Nah, pembaharuan ini harusnya dilakukan di tahun ini untuk penetapan UMP 2021.

”Memang ada perubahan komponen KHL untuk 2021. Namun demikian, kita semua tahu akibat pandemi pertumbuhan ekonomi minus,” jelasnya. Sehingga, tidak memungkinkan bagi pemerintah menetapkan secara normal sebagaimana peraturan pemerintah maupun perturan perundang-undangan.

Mengenai PHK, Ida kembali menekankan bahwa dalam RUU ini tetap mengatur mengenai ketentuan persyaratan dan tata cara PHK. Serikat pekerja/ buruh pun diberikan ruang dalam memperjuangkan kepentingan anggota yang sedang dalam proses phk. Bahkan, RUU ini akan semakin mempertegas pengaturan mengenai upah proses bagi pekerja/buruh selama PHK masih dalam proses penyelesaian sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

”Saat ada PHK masih dalam proses, maka buruh masih dapatkan upah. Ini ditegaskan di RUU Cipta Kerja,” jelasnya.

Selain itu, dalam rangka memberi jaminan sosial ke pekerja/ buruh yang terkenaPHK, RUU Ciptaker juga mengatur ketentuan mengenai jaminan kehilangan pekerjaan (JHP). yang manfaatnya berupa uang tunai, pelatihan kerja, hingga terkoneksi dengan informasi ketenagakerjaan. Sehingga, pekerja bisa mendapat sangu, upskilling, dan akses penempatan kerja. Dengan begitu, nantinya, pekerja/buruh bisa dapat kemudahan untuk memperoleh pekerjaan baru.

Menurutnya, RUU ini lebih memberikan kepastian bahwa hak pesangon itu diterima oleh pekerjaburuh dengan adanya skema ini. Tentunya, di samping pesangon yang diberikan pengusaha. ”Pekerja mendapatkan JHP yang ini tidak dikenal dalam UU 13 2003,” ungkapnya.

Nantinya, JHP bakal dikelolah oleh BPJamsostek. Di mana, modal awal disiapkan sebesar Rp 6 Triliun oleh pemerintah.

Dalam kesempatan itu, Ida juga menegaskan bahwa tidak benar jika ketentuan sanksi pidana ketenagakerjaan diapus. Dia mengatakan, bahwa ketentuan mengenai sanksi pidana ketenagakerjaan semuanya dikembalikan seperit UU 13/2003.

”Saya kira kita bisa tahu, banyak distorsi informasi di masyarakat yang sesungguhnya jauh dari kenya-taan,” ungkap politisi PKB tersebut.

Misalnya lagi soal waktu kerja dan istirahat. Aturannya tetap mengikuti UU ketenagakerjaan dengan menambah ketentuan baru menegnai pengaturan waktu kerja dan istirahat pada sekto rusaha dan pekerjaan tertentu.

”Kenapa diatur? Kita mengakomodir tuntutan perlidnungan bagi pekerja/ buruh dalam bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tetenteu di era ekonomi digital saat ini,” papar Ida.

Terkait dengan amdal, Men LHK Siti Nurbaya Bakar menepis anggapan bahwa UU Cipta Kerja mengha-puskan izin lingkungan. “Berkaitan dengan amdal, tidak benar bahwa ada anggapan terjadi kemunduran dengan perlindungan lingkungan. Tidak benar,” kata dia.

Siti menyebut, UU Cipta Kerja tidak mengubah konsep dasar dan pengaturan amdal. Justru, UU Cipta Kerja mengintegrasikan izin lingkungan kepada izin berusaha. Aspek penegakan hukum pun lebih diperkuat dalam aturan tersebut.

Dia juga menolak kabar yang menyebut bahwa UU tersebut tidak membuka ruang untuk pengajuan gugatan karena ada masalah lingkungan. Padahal, aturan itu justru membolehkan gugatan terhadap izin perusahaannya. “Izin jadi makin kuat, kenapa? karena di dalam pasal, di dalam UU disebutkan bahwa perizinan berusaha dapat dibatalkan apabila satu persyaratan yang diajukan dalam permohonan perizinan berusaha mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, ketidakbenaran atau pemalsuan data dokumen dan atau informasi,” tegasnya.

Men ATR/BPN Sofyan Djalil menambahkan, UU Cipta Kerja juga mengatur pembentukan bank tanah. “Bank ini mungkinkan negara memberikan tanah untuk rumah rakyat di perkotaan dengan sangat murah bahkan gratis,” jelasnya.

Sofyan menjelaskan, bank tanah akan menata tanah yang terlantar kemudian mendistribusikan kembali kepada rakyat.Tujuannya untuk memberikan hak memiliki tempat tinggal kepada masyarakat.

Adanya bank tanah akan memudahkan masyarakat menengah ke bawah untuk memiliki tempat tinggal di pusat kota. Masyarakat miskin yang tak sanggup membeli hunian pun bisa memiliki tempat tinggal di pusat kota.

“Orang-orang miskin semakin menderita karena harus tinggal semakin jauh dari pusat kota. Makannya supaya negara punya tanah, maka bank tanah dengan mekanisme yang dimiliki ATR, sehingga harusnya orang yang kurang beruntung tinggal di pusat kota, yang mampu commute tinggal di luar kota,” jelasnya.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia memastikan, keberadaan UU Cipta Kerja akan membantu pemulihan ekonomi. Bahlil bahkan menyebut ada 153 perusahaan yang siap berinvestasi di Indonesia pasca pemberlakuan UU Cipta Kerja.

“Dengan masuknya 153 perusahaan pasca pemberlakuan UU Cipta Kerja, ini akan menciptakan lebih banyak lagi lapangan kerja,” katanya.

UU tersebut diyakininya akan menghilangkan hambatan dalam berbisnis atau berinvestasi di Indonesia. Mulai dari proses perizinan yang berbelit-belit, hingga tumpang tindih aturan. Dia yakin peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia yang masih stagnan di urutan ke-73 akan menjadi lebih baik.

Bahlil menyebut, investasi dan penciptaan lapangan kerja amat diperlukan di kondisi ekonomi yang tertekan akibat Covid-19. “Dalam kondisi saat ini, tidak ada cara lain untuk menciptakan lebih banyak lagi lapangan kerja selain mendorong investasi masuk. Sebab hari ini ada ada 7 juta penduduk Indonesia yang eksisting lagi mencari pekerjaan, 2,5 juta angkatan kerja setiap tahun, bahkan sekarang ada sekitar 6 juta yang terkena PHK gara-gara Covid-19,” katanya.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop-UKM) Teten Masduki menuturkan, melalui omnibus law akan memberi dampak positif terhadap pengembangan UMKM (usaha mikro, kecil, menengah). Perizinan membuat usaha akan dipermudah. Sehingga akan membuka lapangan kerja semakin luas. Artinya, akan banyak menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran.

Dia mencatat, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 62 juta unit. Yang mana saat ini sudah menyerap 97 persen tenaga kerja nasional. “Jadi bagi kami sangat positif. Saya kira akan memperkuat UMKM dan koperasi di Indonesia,” ungkap Teten.

Menurut dia, dengan omnibus law, pihaknya akan membentuk pengelolaan terpadu usaha UMKM dengan pemangku kepentingan. Mempermudah one gate policy untuk percepatan dan pengembangan UMKM. Terutama terkait insentif fiskal dan pembiayaan. Pemerintah juga memprioritaskan penggunaan dana alokasi khusus untuk itu.

Selain itu, akan ada insentif bagi usaha skala besar dan menengah yang bermitra dengan UMKM. Teten menilai, UMKM yang tumbuh besar adalah yang bermitra dengan usaha besar dan terintegrasi sistem produksinya. “Bisa sebagai supplier bahan baku supplier setengah jadi sparepart dan lain sebagainya untuk mensuplai perusahaan besar misalnya,” katanya.

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut, pembuat UU omnibus law dari awal sudah salah dalam analisa upah dan produktivitas tenaga kerja. Masalah upah tidak bisa disamakan dan dipukul rata. Tapi bergantung pada jenis pekerjaan dan industrinya.

Misalnya, upah tenaga kerja di industri otomotif yang butuh skill tinggi. Wajar bila upahnya mahal. Se-mentara untuk yang industri alas kaki atau sepatu upahnya lebih rendah.

Kecuali, Indonesia ingin bersaing dengan India, Bangladesh dan Ethiopia untuk mengejar low cost labor industry. “Yang penting tenaga kerja banyak tapi upah rendah. Kalau model investasi yang kualitasnya rendah dikejar maka wajar solusinya adalah omnibus law,” ujar Bhima.

Namun, sebaliknya jika ingin menarik investasi yang hitech dan high skill labor, maka pemerintah seha-rusnya tidak bermain dalam perubahan regulasi upah dan tunjangan pekerja. Tapi harus membenahi soal pendidikan, ketrampilan, dan pemberian hak pekerja yang lebih baik.

Menurut dia, perusahaan brand internasional diberbagai produk dengan target konsumen negara maju, pasti menginginkan investasi yang memenuhi standar. Baik standar lingkungan, menghargai hak pekerja (fair labor dan decent work) dan tansparan. Ttidak terlibat dalam praktik suap atau korupsi.

“Tapi ini kan anomali, justru omnibus law mundur kebelakang. Alhasil indonesia sebenarnya turun kelas bukan bersaing dengan Vietnam dan Thailand. Tapi negara-negara miskin dalam berebut investasi yang kualitasnya rendah. Saya mau ikut judisial review di MK (Mahkamah Konstitusi),” tegas Bhima.

Pihak pekerja/buruh pun masih mempertanyakan poin-poin yang disampaikan pemerintah. Sebab nyatanya potensi aturan yang bakal menyengsarakan pekerja/buruh tetap ada.

Presiden KSPI Said Iqbal menjabarkan sejumlah fakta mengenai RUU ini yang bakal mengancam peker-ja/buruh. Diantaranya, mengenai UM. Dia mengtakan, faktanya Upah Minimum Sektoral (UMSP dan UMSK) memang dihapus. Meski, UM kabupaten/kota (UMK) tetap ada. Itu pun dengan persyaratan.

Said tetap berpendirian, bahwa UMSK dan UMSP dihapus maka akan terjadi ketidakadilan. Terutama bagi pekerja dengan beban lebih tinggi dan kontribusi lebih tinggi pada perekonomian namun nilai UM harus disamakan dengan perusahaan lain, seperti perusahan baju atau perusahaan kerupuk. ”Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara,” katanya.

Kemudian, soal UMK. Dia menilai, UMK bersyarat ini hanya alibi untuk menghilangkan UMK di daerah-daerah yang selama ini berlaku. Sebab, kewenangan untuk itu ada di pemerintah. Padahal dalam UU 13 Tahun 2003, UMK langsung ditentukan tanpa syarat.

”Fakta yang lain, yang diwajibkan untuk ditetapkan adalah upah minimum provinsi (UMP). Ini makin menegaskan jika UMK hendak dihilangkan, karena tidak lagi menjadi kewajiban untuk ditetapkan,” paparnya.

Padahal, keinginan buruh UMK ditetapkan sesuai UU 13 Tahun 2013 tanpa syarat dan mengacu kepada KHL. Bukan juga digaji dengan aturan per jam seperti yang ada dalam RUU Cipatker tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU 13 Tahun 2003. Di mana, dimungkinkan adanya pembayaran upah satuan waktu yang bisa menjadi dasar pembayaran upah per jam.

Kemudian mengenai cuti panjang dan kompensasi. Said mengatakan, di RUU sapu jagat ini tak lagi ada kwajiban pengusaha memberikan cuti panjang pada buruh yang sudah bekerja selama enam tahun. Padahal, di UU ketenagakerjaan Pasal 79 Ayat (2) huruf d diatur secara tegas, bahwa pengusaha harus memberikan hak cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja yang sudah enam tahun kerja.

Dia pun memintah, agar tak ada pemotongan upah bagi pekerja/biruh yang cuti haid dan melahirkan. Sebab kalau upahnya dipotong, maka buruh akan cenderung untuk tidak menghambil cuti. Karena meskipun cuti haid dan melahirkan tetap ada di undang-undang, tetapi dalam pelaksanaan di lapangan tidak akan bisa berjalan jika upahnya dipotong.  ”karena pengusaha akan memaksa secara halus buruh perempuan tidak mengambil cuti haid dengan menakut-nakuti upahnya akan dipotong,” keluhnya.

Selanjutnya, mengenai outsourcing, Said mengeluhkan ketentuan di RUU ini yang membuat seluruh pekerjaan dapat diterapkan sistem outsourcing ini. Padahal di UU ketenagakerjaan, telah secara jelas batasannya serta syarat-syaratnya. Misal, outsouring hanya dibatasi di 5 (lima) jenis pekerjaan, sesuai dengan Pasal 66 Ayat (1): Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Tetapi dalam omnibus law, Pasal 66 Ayat (1) yang memberikan batasan mengenai pekerjaan yang boleh menggunakan pekerja outsourcing dihapus. Artinya, semua jenis pekerjaan bisa di outsourcing. Di sini akan terjadi pebudakan modern.

”Di seluruh dunia, lazim penggunaan outsourcing dibatasi jenis pekerjaannya agar tidak terjadi modern slavery. Misal di Perancis hanya boleh untuk 13 jenis pekerjaan boleh menggunakan karyawan outsourcing dan tidak boleh seumur hidup, begitu pula di banyak negara industri lainnya,” paparnya.

Sebab menurutnya, ketika outsourcing dibebaskan, berarti tidak ada job security atau tidak ada kepas-tian kerja bagi buruh Indonesia. Hal ini menyebabkan hilangnya peran negara untuk melindungi buruh Indonesia, termasuk melindungi rakyat yang masuk pasar kerja tanpa kepastian masa depannya dengan dikontrak dan outsourcing seumur hidup.

Di sisi lain, banyaknya pasal serta klaster yang membuat publik berang mendorong DPD untuk ikut ang-kat suara. Sebab, DPD sebelumnya juga turut menyumbangkan masukan bagi penyusunan UU Ciptaker. Terutama soal kewenangan pemerintah daerah (Pemda) dan ketenagakerjaan.

"Kami telah menyampaikan aspirasi daerah. Kami berkepentingan untuk menjaga agar tidak terjadi degradasi kewenangan Pemda," jelas Pimpinan Komite II DPD RI Hasan Basri Rabu (7/10).

Kewenangan pemda ini termasuk juga pada ketenagakerjaan, dalam hal penetapan UMP/UMK. Hasan menegaskan bahwa norma-norma baru yang diusulkan terkait ketenagakerjaan sudah mereka tolak, serta mengusulkan agar kembali ke UU eksisting. Penolakan klaster ketenagakerjaan ini disampaikan ketua PPUU mewakili DPD dalam rapat kapoksi dengan Pimpinan DPR," lanjutnya.

Pada akhirnya, usulan mereka tidak sepenuhnya diakomodasi. Hasan menilai ini juga disebabkan kewenangan DPD yang terbatas. Dalam pasal 22D UU MD3, DPD hanya bisa mengajukan dan ikut pembahasan UU saja. Tidak bisa ikut memutuskan. "Harusnya ada penguatan kewenangan DPD entah melalui revisi UU MD3 atau amandemen konstitusi," papar Hasan.

Masukan juga datang dari MPR. Mereka mendesak agar pemerintah secara rinci mensosialisasikan pasal-pasal yang membuat geger. Terutama soal ketenagakerjaan yang paling banyak disorot. "Hal tersebut penting untuk membendung berita hoax yang beredar di masyarakat," tegas Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.

Demo penolakan Omnibus Law terjadi di berbagai kota. Demonstran dari kota sekitar Jakarta mencoba masuk ke Ibukota. Namun, polisi menghadang mereka untuk masuk ke Jakarta.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Awi Setiyono menuturkan, memang Polri berupaya untuk melakukan kanalisasi terhadap demonstran. Agar tidak masuk ke Jakarta. “Diharapkan demonstran mengerti karena saat ini masih pandemi,” paparnya.

Tujuan utamanya, demonstran tidak diperbolehkan masuk ke Jakarta murni terkait pandemi Polri tidak ingin ada kluster Covid 19 akibat demonstrasi yang tidak mematuhi protokol kesehatan. “Itu utamanya,” paparnya.

Untuk pencegahan tersebut dilakukan masing-masing kepala satuan wilayah (kasatwil). Sesuai dengan instruksi untuk membuat rencana pengamanan. “Kami harap demonstran melakukan aksi di kota mas-ing-masing,” terangnya dalam konferensi pers kemarin.

Dia mengatakan, Polri tetap berupaya menyikapi demonstrasi dengan baik dan bijak. Walau ada telegram terkait demonstrasi. “TR dari Kapolri ini intinya mencegah cluster Covid 19 baru,” paparnya.

Yang pasti, bila protokol kesehatan dilanggar. Maka, akan mengandung sanksi dari KUHP hingga UU kekarantinaan. “Kami himbau agar serikat pekerja untuk menaati himbauan-himbauan,” paparnya. (dee/mia/han/deb/idr)

Tags :
Kategori :

Terkait