KEPAHIANG – Masih banyaknya agen atau pangkalan gas elpiji 3 Kg atau gas melon yang menjual diatas Harga Eceran Tertinggi (HET), menarik perhatian DPRD Kabupaten Kepahiang. Sentilan pun datang dari anggota DPRD Kabupaten Kepahiang, Eko Guntoro, SH. Dia mempertanyakan ketegasan PT Pertamina dalam mendisiplinkan agen atau pengkalan yang tetap bandel. Hal ini disampaikan Eko mengingat banyaknya keluhan yang muncul dari masyarakat terkait harga gas melon saat ini masih di angka Rp 22 ribu hingga Rp 25 ribu per tabung 3 Kg. Harusnya Pertamina bertindak tegas terhadap agen atau pangkalan yang menyalurkan elpiji 3 Kg yang tidak sesuai dengan ketentuan baik harga maupun proses penjualannya. Ia juga meminta organisasi perangkat daerah terkait dapat membantu Pemerintah Provinsi dalam hal pengawasan di daerah terkait distribusi gas bersubsidi tersebut. Pihaknya menyarankan agar OPD memperoleh akses informasi dan dokumen izin resmi pangkalan gas LPG 3 Kg sehingga mempermudah pengawasan. “Persoalan yang ada saat ini selain pangkalan, warung-warung juga menjual gas elpiji di atas HET. Harapan kita dengan adanya peraturan terkait pendistribusian dan pengawasan gas elpiji penjualan hanya di tingkat pangkalan saja, jika ada pangkalan yang menjual di atas HET, maka harus disanksi,” tegas Eko. Eko menjelaskan, koordinasi antara agen dengan OPD diharapkan dapat memastikan setiap desa terdapat pangkalan gas elpiji. Sehingga distribusi gas setiap bulannya dapat dinikmati oleh masyarakat. “Pangkalan yang dapat mengecer gas elpiji itu agar dipastikan ada di setiap desa. Peraturannya jelas, gas 3 kilogram bersubsidi tersebut diperuntukan bagi masyarakat prasejahtera dan pelaku usaha mikro. Jangan ada permainan, apalagi dijual di atas HET. Apalagi saat ini masyarakat tengah menghadapi pandemi Covid-19 jangan lagi dipersulit dengan kelangkaan gas elpiji,” tukas Eko. Sebelumnya Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disdagkop UKM) Kabupaten Kepahiang, Husni Thamrin, SE yang mengatakan bahwa pihaknya belum mampu melakukan penertiban terhadap peredaran gas melon tersebut. Pasalnya kewenangan yang terkait pengawasan gas melon sudah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) dibawah naungan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu. “Sejak Dinas ESDM tidak ada di kabupaten, jadi pengawas untuk gas elpiji dan BBM itu dibawah naungan provinsi. Sehingga kita tidak bisa melakukan pengawasan dan penertiban atas peredaran gas melon ini. Bahkan untuk kuota gas melon di Kepahiang saja kita tidak diberitahu,” ungkap Husni. Kemudian terkait HET, sambung Husni, diatur oleh Pergub, bukan Perbup. Sehingga sangat susah bagi pemkab untuk ikut mengatur penjualan gas melon. “Tugas kami hanya sebagai pendamping saja jika ada pihak dari provinsi atau Pertamina yang akan melakukan pengawasan. Jadi bukan kami yang mengawasi,” bebernya. Hanya saja ia menegaskan bahwa pihaknya tetap membuka pintu pengaduan bagi masyarakat mengenai peredaran gas melon. Masukan dan pengaduan dari masyarakat akan dijadikan materi untuk menyurati Pemprov Bengkulu. “Untuk di daerah ini Pemprov hanya melakukan kontrak dengan agen yang ada di pangkalan daerah. Di Kepahiang ini hanya ada 2 pangkalan elpiji yang terdata dalam pengurusan SIUP kepada kita. Untuk hal lain, jelas kita tidak memiliki kewenangannya,” demikian Husni. (sly)
Dewan Pertanyakan Ketegasan Pertamina
Jumat 20-11-2020,13:26 WIB
Editor : redaksi rb
Kategori :