Tempat Wisata Ditutup, Salat Idul Adha Ditiadakan

Minggu 18-07-2021,13:24 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

PENUMPANG: Calon penumpang bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) tujuan Sumatera menunggu untuk diberangkatkan di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta. Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas meminta masyarakat untuk membatasi mobilitas dan tidak mudik saat Hari Raya Idul Adha 1442 Hijriah/2021 Masehi karena dapat berpotensi menjadi sarana penyebaran Covid-19. (foto: jpg/rb)

JAKARTA - Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito tadi malam menyampaikan surat edaran terbaru soal pembatasan aktivitas masyarakat selama libur Idul Adha di tengah pandemi Covid-19. Secara umum, surat edaran tersebut mengatur pembatasan kegiatan sosial masyarakat.

Di antaranya, perjalanan orang ke luar daerah hanya untuk sektor esensial dan kritikal. Kemudian, kegiatan keagamaan di zona PPKM darurat, PPKM mikro diperketat, dan zona merah serta oranye ditiadakan terlebih dahulu. Kegiatan keagamaan seperti salat Idul Adha dimaksimalkan di rumah masing-masing. Di luar daerah tersebut, warga boleh menjalankan ibadah berjamaah maksimal 30 persen dari kapasitas.

Dalam surat edaran itu juga diatur, tempat wisata di Jawa-Bali serta di wilayah PPKM mikro diperketat ditutup sementara. Sedangkan untuk wilayah di luar Jawa-Bali dan di luar PPKM mikro diperketat, tempat wisata boleh dibuka maksimal 25 persen dari kapasitas.

19 Provinsi Kena Tegur

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) tidak ragu dalam mencairkan jaring pengaman sosial secepatnya. Selama tidak ada mark-up dan tepat sasaran, pemerintah pusat menjamin keamanan aspek hukumnya. ”Kami akan tanggung jawab sepanjang digunakan untuk masyarakat yang terdampak," tegasnya tadi malam (17/7).

Tito menjelaskan, selain melalui Kementerian Sosial, pemda memiliki alokasi dana bantuan sosial (bansos). Bagi yang tidak menganggarkan, pemerintah juga membolehkan pemda menggelontorkan dana belanja tidak tetap (BTT) untuk bansos. Selain itu, ada bantuan tunai yang bersumber dari dana desa.

Namun, hingga kemarin, Tito menyayangkan angka realisasi yang masih rendah. Salah satu problemnya, ada proses administrasi. Rencananya, dalam waktu dekat pihaknya bersama menteri keuangan mengeluarkan dasar hukum percepatan realisasi APBD. Harapannya, pemda semakin yakin untuk melakukan diskresi. Selain itu, BPKP akan ikut mendampingi. ”Bansos kita harapkan nggak usah nunggu dari pusat. Begitu melihat masyarakat kesulitan, dibantu," imbuhnya.

Pemda, tutur Tito, harus siap berbagi beban dengan pusat. Sebagai struktur pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat, Tito yakin pemda lebih tahu lapangan. Termasuk dalam melihat kelompok yang paling membutuhkan bantuan.

Bukan hanya bansos, realisasi dana Covid-19 juga bisa disalurkan untuk insentif tenaga kesehatan (nakes). Dari pantauannya, masih ada sejumlah daerah yang belum merealisasikan dana nakes. Jika tidak ada perbaikan dalam beberapa hari ke depan, Tito tidak segan mengeluarkan sanksi.

Sejauh ini Kemendagri telah menegur 19 provinsi yang realisasi anggaran untuk penanganan Covid-19-nya rendah. ”Uangnya ada, tapi belum direalisasikan," kata mantan Kapolri itu.

Selain aspek ekonomi, Tito meminta daerah memperbaiki praktik penegakan hukum PPKM. Berdasar hasil evaluasi, masih ditemukan kegiatan pendisiplinan yang berlebihan. Imbasnya, terjadi konflik di lapangan.

Kemendagri melalui Ditjen Administrasi Wilayah telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh satpol PP di seluruh Indonesia. ”Belajar dari kasus di Gowa. Agar tidak terulang kasus yang sama," tuturnya.

Penindakan, imbuh Tito, harus dilakukan dengan cara humanistis, santun, manusiawi, dan tidak berlebihan, tapi tetap tegas. Bahkan, jika mampu, penertiban dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian bantuan. (far/c9/fal)

Tags :
Kategori :

Terkait