Mengantar Nyawa di Lubang Petaka

Kamis 28-10-2021,13:30 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

Mineral logam yang menjadi kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) di Kabupaten Lebong, tidak sepenuhnya menyejahterakan masyarakatnya. Justru kekayaan emas di Lebong telah banyak membawa petaka bagi masyarakat dampak sistem pengelolaan yang tidak berpihak pada masyarakat. Satu per satu warga tewas di lubang Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI).

PT. TANSRI Madjid Energi (TME), satu-satunya perusahaan pertambangan legal yang terus mengeksploitasi emas di Lebong belum memberikan dampak positif secara nyata terhadap kemajuan daerah. Selain tidak menjalankan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaan yang kembali mengantongi izin produksi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu sejak 28 Maret 2010 dan baru akan berakhir 2028 itu juga tidak mempekerjakan masyarakat lokal. Dengan jumlah pekerja yang sesuai catatan Dinas Ketenagaan Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Lebong tahun 2019 mencapai 800 orang, semuanya berasal dari luar dan beberapa di antaranya berstatus Tenaga Kerja Asing (TKA).

Kondisi itulah yang membuat lebih 40 persen penduduk Lebong memilih jalan sebagai penambang emas rakyat yang pengelolaannya dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Parahnya, aktivitas ilegal Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) itu terkesan dibiarkan oleh pemerintah. Selain membahayakan keselamatan jiwa para penambang tradisional itu sendiri, dampak lain yang mengintai kerusakan ekosistem lingkungan yang dapat berakibat buruk terhadap kesehatan masyarakat secara luas.

''Kalau soal tambang emas rakyat, kami tidak bisa turut campur karena kami hanya berwenang membantu pengawasan dampak lingkungan atas aktivitas tambang yang punya IUP (izin usaha pertambangan, red),'' kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lebong, Indra Gunawan, M.Si kepada rakyatbengkulu.com.

Namun tidak dipungkirinya, kandungan merkuri yang menjadi bahan utama pengolahan emas bisa mencemari lingkungan. Itu akan terjadi jika cairan itu tidak dikelola dengan baik. Apalagi jika sampai dibuang ke aliran sungai yang airnya dikonsumsi oleh masyarakat. Termasuk saat cairan merkuri itu terserap oleh tanaman padi yang merupakan andalan komoditi pertanian di Lebong.

''Sejauh ini kami belum menerima laporan atau keluhan dari masyarakat terkait dampak negatif yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan akibat tambang emas rakyat. Kami juga tidak pernah menerima laporan dari Disperkan (Dinas Pertanian dan Perikanan, red) terkait padi yang mati atau gagal panen akibat pencemaran lingkungan,'' tukas Indra.

Namun sesuai data di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lebong, penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), paru dan tuberculosis (Tbc) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang banyak diderita masyarakat Lebong. Bahkan dalam sebulan kasus Tbc mencapai 123 kasus sesuai survei yang dilakukan Dinkes bersama Sub Recipient (SSR) TB-HIV Care Aisyiyah Kabupaten Lebong rentang Januari-Februari tahun 2017 di 6 Puskemas terdekat lokasi tambang emas rakyat dan RSUD.

Penyakit ini diklaim lebih dominan menimpa para pekerja tambang emas. Analisanya, lingkungan kerja yang lembab menjadi salah satu faktor penambang emas tradisional lebih rawan diserang penyakit Tbc. Namun warga yang tidak berprofesi menambang emas juga sangat rawan terjangkit Tbc mengingat sifatnya yang menular. Apalagi jika warga bersangkutan kurang maksimal dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

Sedangkan penegak hukum di Lebong terkesan main-main menangani masalah tambang emas rakyat. Penindakan hanya dilakukan ketika terjadi kasus penambang tewas tanpa ada upaya pencegahan bersama pemerintah daerah. Bahkan beberapa kali terjadi kasus kematian pekerja tambang emas rakyat, tidak pernah sampai ke penangkapan oknum pemasok merkurinya. Padahal dari sejumlah korban penambang yang tewas akibat kelalaian kerja itu, satu diantaranya adalah anggota Polri yang aktif bertugas di Polres Lebong.

Sudah puluhan penambang emas tradisional meregang nyawa akibat kecelakaan kerja di lokasi PETI. Bahkan dalam kurun 5 tahun terakhir, 13 penambang emas tradisional menemui ajalnya di lokasi tambang. Mulai dari keracunan seperti yang dialami anggota Polri yang tewas karena selama di lubang tambang kekurangan oksigen maupun kasus penambang terjatuh hingga tertimbun galian saat berada di dalam lubang tambang.

''Kalau untuk penegakan hukumnya, setiap terjadi kasus selalu kami selidiki. Bahkan kami pernah menetapkan pemilik tambang emas rakyat sebagai tersangka karena kelalaiannya yang menyebabkan pekerjanya meninggal. Namun kalau untuk masalah izin, percuma penegakan hukum dilakukan jika tidak ada peran nyata dari pemerintah daerah menutup tambang ilegal itu,'' jelas Kapolres Lebong, AKBP. Ichsan Nur.

Aktivitas PETI itu juga sering memicu pertikaian dengan PT. TME karena sebagian besar lahan pertambangan emas rakyat itu masuk Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) perusahaan tunggal pengelola emas di Lebong itu. Sementara jumlah lokasi PETI di Lebong mencapai puluhan titik yang menyebar di 2 kecamatan. Persisnya di Desa Lebong Tambang dan Desa Ladang Palembang, Kecamatan Lebong Utara serta Desa Tambang Sawah, Kecamatan Pinang Belapis.

Terkait pertikaian ini, tahun 2020 mantan Kapolda Bengkulu, Irjen. Pol. Drs. Supratman, MH pernah turun ke lokasi PETI di Desa Ladang Palembang menindaklanjuti penanganan kasus 3 penambang emas rakyat yang tewas tertimbun. Saat itu Supratman sempat mengingatkan Pemerintah Kabupaten Lebong segera menerbitkan regulasi terkait aktivitas tambang emas rakyat yang faktanya sampai saat ini tidak ada realisasinya. Supratman meminta itu karena aktivitas penambangan emas tradisional sudah menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat Lebong sejak zaman kolonial Belanda.

Namun tahun 2018 berdasarkan inisiatif legislatif, sempat diusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pedoman Teknis Pencegahan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan Emas Rakyat di Kabupaten Lebong. Kendati sempat dilakukan pembahasan, Raperda itu gagal disahkan penjadi peraturan daerah (Perda). Itu karena belum ada payung hukum di atasnya, baik undang-undang, peraturan presiden maupun peraturan pemerintah. (sca)

Masalah Tambang Lebong

    Tansri Madjid Energi (TME) satu-satunya perusahaan pertambangan legal PT TME belum memberikan dampak positif secara nyata terhadap kemajuan daerah. PT TME tidak menjalankan kewajiban CSR juga tidak mempekerjakan masyarakat lokal. Jumlah pekerja 800 orang. Semuanya berasal dari luar dan beberapa di antaranya berstatus Tenaga Kerja Asing (TKA). Kondisi itulah yang membuat lebih 40 persen penduduk Lebong memilih jalan sebagai penambang emas rakyat. Pengelolaannya dilakukan secara tradisional. Aktivitas ilegal Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) terkesan dibiarkan oleh pemerintah. Selain membahayakan keselamatan jiwa para penambang tradisional itu sendiri, dampak lain yang mengintai kerusakan ekosistem lingkungan yang dapat berakibat buruk terhadap kesehatan masyarakat secara luas. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), paru dan tuberculosis (Tbc) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang banyak diderita masyarakat Lebong. Dalam kurun 5 tahun terakhir, 13 penambang emas tradisional menemui ajalnya di lokasi tambang.
Tags :
Kategori :

Terkait