SPSI Minta UMP Rp 2,43 Juta

Sabtu 20-11-2021,15:07 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

BENGKULU, rakyatbengkulu.com - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Bengkulu menilai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Provinsi Bengkulu tahun 2022 berpotensi merugikan pekerja. Sekretaris SPSI Provinsi Bengkulu, Panca Darmawansyah menjelaskan dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dirasa kurang sesuai dengan kondisi pekerja di setiap daerah.

Apalagi kondisi masing-masing daerah berbeda satu sama lain. "Harapan kami 10 persen, dari jumlah kemarin. Itu pasti, di luar sana sudah naik berapa persen UMP mereka, kalau kita hanya naik 1 persen sekian. Mungkin kami kerahkan massa nanti. Tergantung dari keputusan nanti seperti apa," kata Panca.

Lanjutnya, bila dilihat dari data besaran UMP sebelumnya nenunjukkan grafik yang terus meningkat. Misalnya, pada 2019 UMP di angka Rp 2.040.407. Kemudian, tahun 2020 sebesar Rp 2.213.604, dan UMP tahun 2021 menjadi Rp 2.215.000. Bila disetujui 10 persen, maka ada kenaikan Rp 221.500. UMP tahun 2022 bisa menjadi Rp 2.436.500.

"Jadi UMP secara organisasi (SPSI) kami sepakat untuk tidak mengikuti daripada rapat untuk pemutusan UMP itu. Alasan kami dari PP itu semuanya dipusatkan dari pusat. Artinya tidak ada pertimbangan yang harus kami sampaikan. Ya untuk apa, akhirnya kita serahkan kepada pemerintah bagaimana, bila perlu ya hapus saja dewan pengupahan ini," paparnya.

Ia menjelaskan dengan adanya PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, mengatur penetapan UMP menyebabkan dewan pengupahan minim berpendapat. Apalagi, semua difokuskan dengan hasil rilis dari BPS. Padahal, untuk survei secara keseluruhan pihaknya menyakini hal tersebut kurang sesuai. Karena sudah ada ketetapan dan ketentuan dari pusat, lewat rumus dan data yang sudah ada BPS.

"Kalau potensi dari BPS kan ada kenaikan 1,0 sekian persen ini kan include. Di Bengkulu gak sama dengan daerah lain. Misalnya Jakarta, itu beda. Kalau misalnya kita berpatokan dengan itu saja, kapan mereka ini mengambil data di Bengkulu. Sementara kita tahu, dalam zaman Covid ini semua susah," jelas Panca.

Dari himpunan RB, saat ini untuk UMP berdasarkan penetapan 2021 lalu sebesar Rp 2.215.000 per bulannya. Untuk jumlah pekerja se-Provinsi Bengkulu ini tercatat ada lebih kurang 2.000 perusahaan dengan 39.575 tenaga kerja.

"Ini yang kami sayangkan tidak jadi pertimbangan. Jadi untuk apa kami ikut rapat kalau kami tidak bisa menyampaikan apa apa yang menjadi hak dan kewajiban kita," paparnya.

Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler, menilai bahwa dalam penetapan UMP harus kesempatan antara tenaga kerja dan perusahaan. Termasuk bagaimana upah ini mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerja, dan tidak membebankan perusahaan menjadi rugi.

"Kalau besaran UMP ya itu menurut saya, logikanya sesuai kesepakatan saja antara pekerja dan perusahaan yang dijembatani oleh Disnakertrans. Kami DPRD siap mengawal itu, yang paling penting, adalah perlindungan hak hak pekerja," pesan Dempo.

Untuk itu, ia meminta kepada Disnakertrans memastikan di Bengkulu ini agar tidak ada perusahaan yang menerapkan sistem kontrak. Sehingga para pekerja dapat diangkat menjadi karyawan tetap. Yang meliputi hak hak dari para pekerja ini, ia contohkan misalnya hak cuti melahirkan, perlindungan BPJS, THR, dan tunjangan lainnya.

"ila dibiarkan adanya pekerjaan dengan sistem kontrak maka dikhawatirkan adanya praktik yang diluar aturan dan ketentuan pengupahan pekerja. Ini penting dikawal," tutupnya.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu Edwar Happy menerangkan, indikator penetapan upah minimum itu meliputi hasil rilis Inflasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara umum. Termasuk dari Provinsi Bengkulu. “Insyaallah 21 November sudah ada , kalau semua nya lancar. Insyaallah," demikian Edwar.(war)

Tags :
Kategori :

Terkait