Laporan: Muharista Delda, Lebong, rakyatbengkulu.com PENGGUNAAN reklame yang sangat tinggi di Kabupaten Lebong, seyogyanya mampu menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak reklame. Namun kenyataannya justru berseberangan. Pajak reklame justru berada di urutan pos penerimaan daerah dari sektor pajak yang berada di urutan paling bawah. Sama persis tahun 2020, tahun ini pajak reklame hanya ditarget Rp 40 juta dari total PAD Lebong untuk sektor pajak senilai Rp 9 miliar. Wajar saja jika realisasinya sudah mencapai 100 persen sebelum tutup tahun. Namun jika dikalkulasikan berdasarkan jumlah pengguna reklame dengan pengguna yang dipungut pajaknya, angkanya tidak akan pernah sinkron. Banyak kejanggalan yang dijumpai. Bahkan hal itu pernah diutarakan sendiri oleh mantan Kabid Pendapatan dan Bagi Hasil, Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Lebong, Rudi Hartono, SE, M.Ak yang menjabat sejak 2016 dan baru digeser dari jabatannya terhitung Jumat (1/10) lalu. Awalnya diakui BKD hanya memungut pajak kepada penyelenggara reklame yang mengantongi Izin Penyelenggaraan Reklame (IPR). Jika itu benar diterapkan, realisasi pajak reklame tetap tidak akan mencapai Rp 40 juta. Soalnya sesuai data IPR yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), tahun ini hanya 10 penyelenggara reklame yang punya izin. Sementara jumlah pajak reklame yang dipungut BKD sebagaimana tertera dalam pos penerimaan pajak reklame jumlahnya puluhan. BACA JUGA: Yenny, Vanessa dan Brandon Dimakamkan Satu Liang, “Dikenang Sosok Dermawan dan Baik” Itu artinya kepada penyelenggara reklame tidak berizin sekalipun tetap dipungut pajak. Salah satunya penyelenggara reklame permanen milik sejumlah perbankan yang sebagian IPR nya sudah kedaluwarsa. Bahkan ada perbankan yang sama sekali belum pernah mengantongi IPR. Termasuk pengguna reklame dari perusahaan rokok dan sejumlah brand elektronik. ''Kalau soal pemungutan pajak kepada pengguna reklame yang tidak punya izin itu terungkap saat kami uji petik bersama BKD dan Pihak DPMPTSP Agustus lalu,'' kata Kabid Penegakkan Peraturan Daerah, Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lebong, Ummi Haidar Rambe, M.Si didampingi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Andrian Aristiawan, SH. PPNS sempat memberikan teguran kepada BKD agar segera dilakukan sinkronisasi data pengguna reklame yang dipungut pajaknya dengan yang punya izin. Tujuannya semata untuk melakukan penertiban terhadap penyelenggara reklame ilegal. Namun hingga saat ini tidak ada progres dan tindak lanjutnya dari BKD. BACA JUGA: Dukung Gagasan Jenderal Dudung Rangkul KKB Alasan pihak BKD memungut pajak kepada penyelenggara reklame ilegal sesuai instruksi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pernyataan itu tertuang dalam berita acara saat PPNS Satpol PP melakukan pemeriksaan terhadap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pemungut pajak reklame. Sementara jika kepada seluruh penyelenggara reklame, baik yang punya izin maupun tidak diberlakukan pemungutan pajak tanpa pengecualian, target yang ditetapkan selama ini diklaim terlalu kecil. Bahkan mantan Kepala Dinas Satpol PP Kabupaten Lebong, Zainal Husni Toha, SH yang memerintahkan PPNS selidiki pengelolaan pajak reklame mengatakan, target reklame di Lebong seharusnya paling kecil 4 kali dari target tahun ini. Itu sesuai pendataan penggunaan reklame di tepi jalan raya dan titik strategis lainnya yang jumlahnya sudah di atas 500 unit reklame berbagai jenis dan ukuran. Itupun yang dihitung baru titik yang terpusat saja, seperti Kecamatan Lebong Utara, Amen hingga Kecamatan Lebong Selatan. ''Penetapan nilai pajak reklame itu ada penghitungan sendiri. Mulai dari ukuran hingga lamanya tayang. Termasuk jenisnya, apakah berbahan kain, papan atau neon,'' ujar Kabid Pendapatan dan Bagi Hasil, BKD Kabupaten Lebong, Monginsidi, S.Sos. Penelusuran RB ke salah satu penyelenggara reklame, rata-rata pihak vendor sangat menginginkan reklame yang formil. Yakni yang punya izin dan taat membayar pajak. Atas kondisi itu setiap penyeleggara reklame sangat ingin mengurus izin. Tetapi selama ini selalu dipersulit. BACA JUGA: Akhirnya, Seluruh Pembunuh Perangkat Desa Lubuk Unen Tertangkap ''Kami sudah datang ke DPMPTSP, ada yang diminta ambil rekom sana dan sini. Ada juga yang sudah dipungut biayanya, tetapi izinnya belum juga keluar. Pokoknya berbelit sekali pengurusan izin di DPMPTSP,'' ungkap As, salah satu pemilik reklame tak berizin yang tetap dipungut pajak. Atas permasalahan itu, Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Lebong, H. Mustarani Abidin, SH, M.Si mengaku akan meninjau ulang penetapan target pajak reklame tahun ini. Dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil BKD untuk memastikan jumlah wajib pajak reklame yang ditetapkan dengan potensi yang ada di lapangan. Terkait pemungutan pajak kepada penyelenggara reklame tak berizin, Mustarani mengaku tetap akan mengkajinya lebih lanjut. Jika dinilai memang menguntungkan daerah dan tidak bertentangan hukum, tetap akan dievaluasi untuk penetapan kebijakan ke depan. Namun jika pemungutan pajak kepada penyelenggara reklame ilegal itu justru menguntungkan pribadi atau golongan, tentu harus disanksi tegas karena pungutan liar (pungli) namanya. ''Pihak DPMPTSP juga akan kami minta klarifikasi apakah memang seperti itu (sulit, red) mengurus perizinan. Yang jelas sepanjang pemungutan pajak reklame kepada yang tidak punya izin itu memang disetujui APH (aparat penegak hukum, red) dan menguntungkan daerah, silahkan lanjut dan dibuat regulasinya apakah itu dalam bentuk kesepakatan bersama,'' tandas Mustarani. (sca)
Karut-marut Pajak Reklame
Kamis 25-11-2021,09:56 WIB
Editor : redaksi rb
Kategori :