Dulu Terbesar di Sumatera, Kini Masa Depan Energi Terbarukan di Bengkulu Hidup Segan Mati Tak Mau?
Masa depan energi terbarukan di Bengkulu yang dulu terbesar di Sumatera, kini hidup segan mati tak mau.--dokumen/rakyatbengkulu.com
Namun, pembangkit-pembangkit energi terbarukan ini terancam keberlanjutannya seperti tidak beroperasinya secara optimal PLTA Musi dan PLTA Tes akibat merosotnya kualitas tutupan hutan untuk menjamin ketersediaan air bagi PLTA tersebut.
Lalu keempat PLTS yang ada di Kabupaten Mukomuko dan Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara tidak lagi beroperasi karena kondisinya sudah rusak dan terbengkalai karena ketidakmampuan komunitas untuk memperbaiki kerusakan.
BACA JUGA:Minum Air Hangat atau Dingin untuk Diet Sehat: Mana yang Lebih Baik?
BACA JUGA:Jadwal Libur Lebaran 2025 ASN di Mukomuko Dimulai 28 Maret, Ini Detailnya
“Peluncuran buku ini sebagai media untuk menyebarluaskan mengenai informasi yang berbasis pada penelitian ilmiah, membangun kesadaran publik, serta memperkuat kampanye dan advokasi transisi energi yang seharusnya berbasis komunitas, bukan terpusat,” kata Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar.
Ia mengatakan diskusi dan peluncuran buku yang mengundang berbagai elemen mulai dări masyarakat, media massa, mahasiswa, perwakilan pemerintah, lembaga non-pemerintah dan masyarakat terdampak energi fosil ini juga untuk mendapat masukan dan pandangan tentang pengembangan energi terbarukan dan cara mempercepat transigí energi berkelanjutan.
Adityo Ramadhan dari Universitas Bengkulu sebagai salah satu pengulas mengatakan bahwa buku ini berhasil memunculkan ide utama tentang ancaman keberlanjutan energi terbarukan bertenaga air yaitu PLTA Musi dan PLTA Tes akibat alih fungsi kawasan hutan.
“Begitu juga ide utama dari ancaman keberlanjutan PLTS di empat titik juga sangat jelas digambarkan dalam buku ini, terutama karena masalah transfer pengetahuan pengelolaan PLTS yang tidak terjadi, jadi PLTS hanya dibangun lalu diserahkan kepada masyarakat dan saat rusak tidak tahu cara memperbaiki,” katanya.
BACA JUGA:61 Desa di Rejang Lebong Usulkan Pencairan Siltap dan Dana Desa Sebelum Lebaran 2025
BACA JUGA:5 Pos Pengamanan di Rejang Lebong Siap Hadapi Lonjakan Wisatawan dan Arus Mudik Lebaran 2025
Ia mengharapkan iși buku ini dapat disusun menjadi “policy brief” atau dokumen ringkas yang ditujukan bagi pemangku kebijakan sebagai panduan dalam mengelola dan mengembangkan energi terbarukan dan mempercepat transisi energi berkeadilan.
Pengulas buku lainnya, Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Agung Budiono mengatakan temuan Kanopi Hijau Indonesia dalam riset yang disusun menjadi buku ini menggambarkan bahwa pengembangan energi terbarukan sangat penting didorong berbasis masyarakat, bukan berbasis proyek terpusat.
“PLTS yang terbengkalai ini seharusnya bisa direvitalisasi dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat sekaligus menjadi pelajaran sangat berharga untuk tidak lagi berbasis proyek terpusat yang berrjung tak bermanfaat,” katanya.
Kepala SMA Muhammadiyah 4 Kota Bengkulu Sutanpri mengatakan dalam mendukung transisi energi, sekolahnya menginisiasi kelas mandiri energi untuk memberikan pengetahuan tentang energi terbarukan dan krisis iklim.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


