AMSI: Gugatan Menteri Amran Sulaiman atas Tempo Ciptakan Preseden Berbahaya bagi Ekosistem Pers
AMSI: Gugatan Menteri Amran Sulaiman atas Tempo Ciptakan Preseden Berbahaya bagi Ekosistem Pers --Ist/rakyatbengkulu.com
“Gugatan ini dapat menciptakan preseden berbahaya bagi ekosistem pers di Tanah Air. Jika dibiarkan, pejabat publik lain akan meniru pola ini untuk membungkam kritik, dan media akan takut memberitakan isu-isu penting yang melibatkan pejabat negara,” ungkap Amrie.
AMSI juga berpandangan bahwa nilai gugatan Rp 200 miliar juga adalah tidak proporsional. Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung (Yurisprudensi MA No. 864K/ Sip/1973 jo. Yurisprudensi No. 459K/Sip/1975), ganti rugi dalam perkara perdata harus proporsional dengan kerugian riil yang dapat dibuktikan, bukan klaim sepihak bersifat punitif (menghukum).
Sehubungan gugatan ini, AMSI menuntut pemerintah dan DPR untuk memberikan perhatian serius terhadap hal ini.
BACA JUGA:Baterai Tahan Seharian dan Layar 6,6 Inci, Inilah Kelebihan Samsung Galaxy A14 5G
BACA JUGA:Infinix Note 50 Pro+ Tawarkan Layar AMOLED 144Hz dan Teknologi AI untuk Peningkatan Kinerja
“Presiden Prabowo perlu mengingatkan jajaran kabinetnya untuk menghormati kebebasan pers sesuai amanat konstitusi. Di samping itu, DPR perlu menggunakan fungsi pengawasan untuk memastikan tidak ada intimidasi terhadap pers, dan melakukan evaluasi implementasi UU Pers, khususnya perlindungan terhadap praktik SLAPP,” ucap Amrie.
AMSI mendorong penyelesaian sengketa ini melalui jalur yang lebih konstruktif seperti dialog langsung antara pihak terkait dan komitmen bersama untuk membangun komunikasi yang sehat antara pemerintah dan media.
“AMSI berdiri bersama Tempo dan seluruh media yang menjalankan fungsi kontrol sosial dengan integritas. Kami mendorong dialog, bukan konfrontasi, tetapi juga tidak akan diam melihat upaya intimidasi sistematis terhadap perusahaan pers,” tegas Amrie.
AMSI juga menegaskan komitmen untuk terus memantau perkembangan gugatan ini dan akan mengambil langkah-langkah advokasi yang diperlukan, termasuk berkoordinasi dengan pihak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


