Anak Boleh Belajar Via Daring Jika Orangtua Keberatan, Sekolah Zona Hijau Boleh Kembali Dibuka
JAKARTA – Kepastian soal pembukaan sekolah akhirnya terjawab. Pemerintah memperbolehkan sekolah kembali dibuka. Tapi, hanya untuk satuan pendidikan di wilayah Zona Hijau.
Dimulainya aktivitas belajar mengajar secara tatap muka ini dapat dilakukan paling cepat pertengahan Juli 2020. Hal ini sejalan dengan dimulainya tahun ajaran baru 2020/2021. Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memastikan tak ada perubahan kalender akademik di masa pandemi Covid-19 saat ini.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan, proses pengambilan keputusan ini dilakukan secara sangat ketat dengan persyaratan berlapis. Sebab kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, serta masyarakat tetap jadi prioritas.
Oleh karenanya, hanya sekolah yang berada di zona hijau yang diperkenankan untuk dibuka. Itu pun dengan sejumlah syarat. Sementara, untuk sekolah yang berada di daerah zona kuning, oranye, dan merah dilarang keras melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Seluruhnya wajib melanjutkan belajar dari rumah.
Pertimbangan lainnya ialah soal jumlah peserta didik. Di zona Hijau, jumlah peserta didik hanya sekitar enam persen. Sedangkan, 94 persen sisanya berada di zona kuning, oranye, dan merah di 429 kabupaten/kota.
“Relaksasi dalam pembukaan ini dilakukan dengan cara yang paling konservatif. Artinya ini merupakan cara terpelan membuka sekolah sehingga keamanan itu diprioritaskan,” tuturnya dalam konferensi pers dengan tema Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19, kemarin (15/6).
Sejumlah kriteria lain pun telah ditetapkan. Bukan hanya ketentuan berada di zona hijau saja, dimulainya aktivitas belajar mengajar di sekolah ini juga harus mendapat persetujuan pemerintah daerah (pemda) atau kantor wilayah Kementerian Agama (Kemenag). Lalu, satuan pendidikan sudah terlebih dahulu memenuhi semua checklist terkait persiapan pembelajaran tatap muka dan protokol kesehatan yang ditetapkan. Diantaranya ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, mampu mengakses fasilitas layanan kesehatan, punya thermogun, kesiapan menerapkan area wajib masker kain, hingga kesepakatan bersama komite satuan terkait diselenggarakannya pembelajaran tatap muka.
Saat seluruh persyaratan tersebut dipenuhi, sekolah boleh dibuka kembali. Tapi, perlu digaris bawahi jika pihak sekolah tidak bisa memaksa muridnya datang ke sekolah. Jika wali murid ternyata tidak mengizinkan anaknya karena merasa tak nyaman, maka murid diperbolehkan belajar dari rumah.
”Jadi keputusan akhir bahwa peserta didik masuk sekolah apa tidak ada di tangan orang tua. Sekolah tidak bisa memaksa,” tegasnya.
Lebih jauh, Mantan Bos Go-Jek ini pun menyampaikan, bahwa pembukan sekolah di zona hijau ini akan dilaksanakan bertahap. urutan pertama yang diperbolehkan pembelajaran tatap muka adalah pendidikan tingkat atas dan sederajat. Artinya, hanya SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, SMAK, Paket C, SMP, MTs, Paket B yang boleh melakukan pembelajaran tatap muka pada bulan pertama.
Kemudian, tahap kedua dilaksanakan dua bulan setelah tahap I. Pada tahap ini, jenjang SD, MI, Paket A dan SLB baru dibolehkan untuk beraktivitas kembali di sekolah. Jika dua bulan setelah tahap kedua kondisi tetap aman, maka dapat dilanjutkan ke tahap III, untuk tingkat PAUD formal (TK, RA, dan TKLB) dan non formal.
Nadiem mengatakan, tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau ini berdasarkan pertimbangan kemampuan peserta didik dalam menerapkan protokol kesehatan. ”PAUD paling terakhir, di bulan kelima. Jenjang itu paling terakhir karena dinilai paling susah dalam penerapan social distancing,” jelasnya.
Walaupun sudah bisa masuk sekolah, kapasitas siswa akan tetap dibatasi. Maksimal 50 persen dari jumlah siswa atau sekitar 18 anak per kelas. Dengan kata lain, sekolah harus melakukan shifting. Terkait pengaturan ini, Kemendikbud memberikan kebebasan penuh pada satuan pendidikan untuk menentukan polanya. ”Maksimal 50 persen selama dua bulan pertama. setelah itu baru boleh new normal, lebih banyak peserta yang boleh masuk sekolah,” papar alumni Harvard University tersebut.
Selain itu, selama di sekolah, kegiatan anak akan dibatasi. semua aktivitas anak yang bercampur tidak diperbolehkan. Tak ada kegiatan olahraga, ektra kurikuler ataupun jajan di kantin. Termasuk, pembukaan asrama pada sejumlah sekolah dan madrasah. Kegiatan mereka murni hanya belajar di kelas. ”Anak hanya masuk kelas dan pulang,” ungkapnya.
Aturan ini pun akan disertai dengan ketentuan soal kondisi kesehatan para satuan pendidikan. Ketika ada peserta didik atau anggota keluarganya sakit maka dilarang masuk. Para guru yang memiliki komorbiditas juga disarankan tidak masuk dulu.
Sekali lagi Nadiem menekankan, bahwa relaksasi kebijakan ini sangat mengedepankan unsure keamanan dan kesehatan satuan pendidikan. Karenanya, kebijakan ini pun sangat dinamis. Ketika ada perubahan keamanan wilayah, perubahan warna zona menjadi kuning misalnya, maka harus dikembalikan ke masa awal. Sekolah ditutup dan pembelajaran dilakukan jarak jauh.
Kebijakan pembukaan sekolah ini ternyata tidak berlaku untuk perguruan tinggi. Pendidikan tinggi masih akan dilakuakns ecara daring hingga September 2020 mendatang. Begitu juga untuk mata kuliah praktik juga sedapat mungkin tetap dilakukan secara daring. alasannya, universitas dirasa paling memungkinkan melakukan pembelajaran daring. Namun, jika tidak dapat dilaksanakan secara daring maka mata kuliah tersebut diarahkan untuk dilakukan di bagian akhir semester.
Namun, lanjut dia, bagi aktivitas prioritas yang berhubungan dengan kelulusan mahsaiswa yang sulit dilakukan dari rumah seperti kegiatan laboratorium, praktikum, ngebengkel, dan lainnya maka perguruan tinggi boleh mengijinkan mahasiwa datang ke kampus. Namun, dengan catatan menerapkan protokol kesehatan. ”Hanya untuk kegiatan tersebut,” tegas Nadiem.
Upaya untuk membuka sekolah dengan kondisi yang sehat juga didukung oleh Kemenkes. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto kemarin menyatakan komitmennya. Selain berdiskusi guna membuat protokol kesehatan khusus kegiatan belajar mengajar di sekolah, Kemenkes juga menyiapkan fasilitas kesehatan di sekitar pusat pendidikan. Fasilitas kesehatan seperti puskesmas diberikan tugas untuk mendampingi melakukan promotif dan prefentif. ”Yang menjadi prioritas kesehatan para murid dapat berjalan dengan baik dan belajas mengajar lancar,” ujar Terawan.
Jika kedepan ada kasus positif di sekolah maka fasilitas kesehatan yang akan bergerak. Puskesmas bersama dinas kesehatan akan menelusuri lingkungan pasien positif. Termasuk di lingkungan sekolah. Sekolah pun menurut Terawan juga akan ditutup sementara hingga dinyatakan aman atau termasuk zona hijau.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Doni Monardo menyatakan ada beberapa hal untuk menilai kondisi suatu wilayah. Setidaknya ada indikator secara epidemologi, surveilan kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan. Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 sudah memiliki 15 kriteria turunan. Doni menyatakan 15 kriteria itu akan dinilai pada satu wilayah. ”Jika nilainya rendah berarti termasuk zona risiko tinggi atau zona merah,” ungkapnya.
Namun warna atau status suatu daerah bersifat dinamis. Bisa saja yang semula berstatus hijau atau aman menjadi berisiko. Hal itu menurut Doni tergantu perilaku masyarakatnya. Jika menjalankan protokol kesehatan bisa jadi daerah tersebut aman.
Dia berjanji bahwa akan selalu berikan informasi kondisi suatu wilayah. Hal ini tentu berguna bagi pertimbangan pembukaan sekolah. ”Sehingga kita hindari anak-anak kita terpapar,” ujarnya. Lebih lanjut dia memastikan bahwa adanya tatap muka dalam kegiatan belajar mengajar pasti berada di daerah yang aman atau zona hijau. Bahkan pada risiko rendah pun dia enggan memberi rekomendasi untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Selain itu, pihaknya bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berjanji akan melaksanakan rapid test pada siswa yang sudah melaksanakan proses pembelajaran di sekolah secara acak dan berkala. Hal ini guna memastikan kondisi kesehatan para siswa.
Sekali lagi dia mengingatkan bahwa hal ini bukan kerja satu dua orang saja. Namun untuk menurunkan tingkat penularan perlu kerjasama seluruh komponen. ”Kuncinya disiplin pada protokol kesehatan,” ucapnya.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda juga menyetujui protokol yang dirancang Kemendikbud. Namun dia meminta agar ada panduan kurikulum yang beradaptasi dengan Covid-19. Sebab pandemic ini menurutnya membuat sistem belajar berubah. ”Kurikulum padat konten membuat rumit,” ucapnya.
Sarankan Pemprov Buat Perda
Protokol Kesehatan menjadi tameng utama dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Untuk itu, kesadaran dan kedisiplinan dalam mematuhi anjuran dari protokol kesehatan mutlak diperlukan. Ini disampaikan oleh anggota dewan komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Zainal, S.Sos., M.Si. Sehingga pihaknya menyarankan Pemerintah Provinsi Bengkulu agar membuat peraturan daerah terkait protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
"Kami melihat ini perlu perda, apalagi adanya pemerintah yang akan menerapkan normal baru ini. Dan di khawatirkan nantinya ada penambahan kasus Covid-19," kata Zainal, kemarin (15/6).
Dikatakannya, saran tersebut disampaikan lantaran tingkat kepatuhan masyarakat Bengkulu terhadap protokol kesehatan dinilai masih rendah dalam menghadapi wabah ini.
Bahkan, lanjutnya, jika pelaksanaan normal baru ini tidak menurunkan angka kasus Covid-19 di Bengkulu. Hal itu dianggap tidak akan begitu mempengaruhi mobilitas masyarakat yang mulai new normal.
"Yang kita khawatirkan nanti nya tidak ada pengaruh setelah di terapkan normal baru tersebut. Maka nya perlu ada pembatas bagi masyarakat yaitu dengan Perda," tambahnya.
Sementara mobilitas masyarakat semakin tinggi, maka harus pula disertai disiplin dalam hal penerapan protokol kesehatan. Sehingga, penggunaan masker, keberadaan sarana cuci tangan serta wajib jaga jarak tempat umum wajib dilakukan.
"Skenario tersebut yang dijalankan dengan mengembalikan pengendalian ini pada masyarakat. Jika tidak mau disiplin sendiri maka tidak menutup kemungkinan penerapan pengetatan mobilitas warga dilakukan secara pemaksaan," tukas Zainal.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bengkulu, H. Herwan Antoni, SKM, M.Kes, menyampaikan per 15 Juni 2020 tidak ada penambahan kasus konfirmasi positif. Namun ada penambahan untuk kasus berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
“Jumlah tambahan ODP hari ini sebanyak 1 orang yakni berasal dari Kabupaten Rejang Lebong,” kata Herwan.
Sehingga untuk jumlah ODP menjadi 838 orang. Dengan rincian, jumlah ODP selesai pemantauan sebanyak 747 orang, jumlah ODP masih dalam pemantauan sebanyak 91 orang.
Kemudian untuk jumlah PDP sampai saat ini sebanyak 70 orang. Rinciannya, jumlah PDP yang dinyatakan sehat sebanyak 12 orang, jumlah PDP menjadi konfirmasi sebanyak 8 orang, jumlah PDP proses pengawasan atau dirawat sebanyak 29 orang, jumlah PDP meninggal sebanyak 21 orang.
“Tambahan PDP yang dilaporkan hari ini (kemarin.red) dari Kota Bengkulu sebanyak 2 orang dan Seluma 1 orang,” ungkapnya. Untuk diketahui sampai saat ini, Covid-19 telah menjangkiti 101 orang di Provinsi Bengkulu. (war/jpg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: