Tidak Semua Harus Lewat Jalur Hukum, Bisa Diselesaikan Secara Adat
BENGKULU - Penyelesaian konflik atau permasalahan baik individu maupun kelompok, dapat diselesaikan dengan musyawarah dan hukum adat. Tidak semuanya harus menempuh jalur hukum, ini disampaikan oleh Ketua Badan Musyawarah Adat (BMA) Provinsi Bengkulu, Drs. H.S Effendi MS.
Menurutnya, cara penyelesaian ini tidak memerlukan waktu yang lama. Bila dibandingkan dengan penyelesaian di meja hijau. Serta dapat menampung aspirasi dari kedua belah pihak yang bersengketa, dan upaya untuk mendamaikannya.
“Penyelesaian hukum adat tidak hanya diselesaikan oleh pihak adat namun juga ada pihak kepolisian, jaksa dan kedua belah pihak. Jika sudah duduk bersama ibarat pisau dipatahkan dalam sarung tidak ada luka (aib) yang terlihat,” kata Effendi, Rabu (8/7).
Dikatakannya, BMA sendiri telah banyak berperan dalam menyelesaikan perkara, khususnya yang menyangkut norma dan kesusilaan, pergaulan maupun penyelesaian etnis. Misalnya perselisihan antara suku lembak dan lintang yang terjadi beberapa tahun lalu. Juga terkait konflik antara ulama dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) bahkan turut mendampingi persoalan konflik antar sesama nelayan yang sempat heboh beberapa waktu lalu.
“Bagaimana kita membuat keseimbangan di masyarakat. Kalau terjadi perselisihan secara horizontal. Maka kami akan bersinergi dengan pihak yang berwenang,” tambahnya.
Di sisi lain, Kepala Kepolisian Bengkulu, Irjen Pol Teguh Sarwono menyampaikan bahwa penyelesaian perkara tidak harus diputuskan atau diselesaikan di pengadilan. Akan tetapi, juga dapat diselesaikan dengan hukum adat, dimana sering disebut dengan Restorative Justice.
“Dalam penyelesaian sengketa ini, kita mengedepankan musyawarah dan adat untuk penyelesaiannya tidak sampai ke pengadilan,” ucapnya.
Dalam, Restorative Justice ini diakomodir secara sah di mata hukum. Dan didampingi oleh berbagai pihak, seperti Banbinsa, pihak kecamatan, tokoh adat. Ia pun menambahkan bukan seluruh perkara dapat diselesaikan dengan hukum adat melainkan hanya perkara ringan saja.
“Hukum diatur untuk kebersamaan, keselamatan dan keamaan. Kalupun sudah selesai kenapa dipersoalkan ke tingkat atas.” terang Kapolda.
Dalam Restorative Justice ini, juga dapat memberikan kewenangan antara kedua belah pihak, baik itu pelaku maupun korban. Untuk menyelesaikan permasalahannya dengan musyawarah untuk mencapai mufakat dan atas persetujuan dari masing-masing pihak. Tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
“Kinerja yang lebih baik lagi untuk mengayomi dan menegak hukum di lingkungan masyarakat. Sehingga terjaga dengan baik, agar terciptanya kondisi yang aman dan kondusif,” imbuhnya.
Untuk itu, pihaknya bersinergi dengan badan musyawarah adat untuk menyelesaikan persoalan ataupun perkara yang terjadi di masyarakat. Terkait itulah, pihaknya berkunjung dan bersilahturahmi ke Badan Musyawarah Adat di provinsi bengkulu untuk meningkatkan sinergisitas. Bahkan Kapolda Irjen Pol Teguh Sarwono diangkat menjadi masyarakat adat yang dihormati.
Pemberian gelar disampaikan Ketua Badan Musyawarah Adat (BMA) Provinsi Bengkulu, S Effendi Ms di Rumah Budaya BMA kemarin. Pemberian gelar ini ditandai dengan penyematan kain, detar dan pin anggota kehormatan adat. (war)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: