BUMD Beras Tinggal Tunggu Perda
PELABAI - Rencana Pemerintah Kabupaten Lebong mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bidang perberasan tinggal menunggu regulasi. Yakni penerbitan Peraturan Daerah (Perda). ''Kajian teknisnya sudah kami rampungkan, tinggal menunggu pengesahan Perda oleh DPRD,'' ujar Kabag Perekonomian Sekretariat Kabupaten Lebong, Gusrineidi, SP. Dipastikan pembentukan BUMD perberasan tidak akan menemui kendala serius karena sudah direstui Menteri Dalam Negeri. Selain itu, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pembentukan Perusahaan Umum Daerah Bidang Perberasan juga sudah masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Kabupaten Lebong tahun ini. ‘’Artinya untuk di kabupaten tidak akan ada masalah,’’ ungkap Gusrineidi. Sengaja Pemkab Lebong memilih bidang perberasan karena sesuai dengan potensi ekonomi terbesar di Kabupaten Lebong. Mata pencaharian penduduk paling besar adalah petani padi. Dengan luas lahan sawah yang mencapai 9 ribu hektare, sesuai klaim pihak Dinas Pertanian dan Perikanan (Disperkan) Kabupaten Lebong produksi gabah dalam setahun mencapai 27,6 ribu ton atau 17,7 ribu ton beras. ‘’Tentunya hasil panen yang tidak sedikit itu sangat potensial sebagai cadangan pangan,’’ terang Gusrineidi. Terlebih Lebong sudah memiliki fasilitas penunjang untuk BUMD perberasan. Yakni gudang dan mesin Rice Proces Complek (RPC) di Desa Pelabuhan Talang Leak, Kecamatan Lebong Sakti. Namun karena pengelolaannya belum maksimal karena keterbatasan anggaran di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD), manfaatnya belum begitu dirasakan. ‘’Kalau sudah dikelola oleh BUMD, pihak pengelola akan mendapatkan suntikan dana melalui penyertaan modal,’’ jelas Gusrineidi. Melalui pengelolaan yang maksimal, jelas BUMD perberasan akan memberikan kontribusi yang besar dalam mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lebong. Konsepnya BUMD perberasan menampung gabah hasil panen petani dan selanjutnya diolah menjadi beras unggulan daerah. Beras hasil kelola BUMD akan dijual kembali ke luar daerah dengan harga yang lebih tinggi sesuai kualitasnya yang lebih baik. ‘’Selama ini petani lokal menjual gabah ke tengkulak dan oleh tengkulak dijual ke luar, jelas di posisi ini petani tidak diuntungkan,’’ papar Gusrineidi. (sca)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: