OJK Akan Perpanjang Restrukturisasi Kredit
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka kemungkinan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menuturkan kemungkinan ruang perpanjangan itu.
Wimboh menjelaskan, kebijakan itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11 Ta-hun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. POJK ini sebenarnya dibuat untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama, yakni hanya 1 tahun dan akan berakhir pada Maret 2021.
‘’Bagi pengusaha yang ingin tumbuh masih kita (berikan) ruang yang lebih lama apabila memang diperlukan. Sehingga kami memberikan ruang bahwa perpanjangan POJK 11 ini dimungkinkan. Dimungkinkan,’’ ujarnya di Jakarta, Selasa (4/8).
Sebelum akhir tahun ini, lembaga superbodi itu akan mengevaluasi kondisi dan membuat kalkulasi perkiraan jumlah pelaku usaha yang terdampak pandemi. Dari situ, diskusi denga per-bankan akan dilakukan untuk menentukan apakah akan dilakukan perpanjangan atau tidak.
Wimboh melanjutkan, kebijakan restrukturisasi kredit itu dirasa sangat membantu debitor agar tidak dikategorikan sebagai kredit macet atau non performing loan (NPL). Meski, memang diakui bahwa debitor itu memiliki kendala dalam melunasi pembayaran bunga dan pokok angsu-rannya. ‘’Mudah-mudahan semua bisa bangkit harapan kami semua bisa bangkit seperti semula sehingga semua bisa memanfaatkan perpanjangan POJK ke-11 ini,’’ imbuhnya.
OJK mencatat, hingga 20 Juli 2020, ada 6,73 debitor yang telah direstrukturisasi kreditnya. Jumlah itu setara dengan Rp 784,36 triliun.
Dari jumlah 6,73 juta tersebut terdiri dari 5,38 juta UMKM dan 1,34 juta non UMKM. Adapun masing-masing nilai restrukturisasi kredit untuk UMKM sebesar Rp 330,27 triliun dan untuk non UMKM Rp 454,09 triliun.
Selain itu, hingga 28 Juli 2020, restrukturisasi untuk perusahaan pembiayaan tercatat men-capai Rp 151,01 triliun. ‘’Hingga periode tersebut, sebanyak 4,73 juta yang telah menyampaikan permohonan restrukturisasi. Dari jumlah itu sebanyak 326.529 sedang dalam proses persetujuan OJK,’’ tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan, ada beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh OJK untuk memutuskan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit atau tidak.
Pertimbangan itu diantaranya yakni dari sisi kesehatan cash flow perbankan yang bersangkutan. Sebab, dalam proses restrukturisasi kredit, perbankan tentu melakukan berbagai upaya seperti perpanjangan tenor, penundaan pembayaran pokok, dan lainnya. Hal itu tentu akan membuat adanya potensi cash flow yang terkoreksi selama adanya kebijakan restrukturisasi kredit.
Selain itu, OJK juga mempertimbangan dari sisi nasabah. Evaluasi tersebut akan mencakup sejauh mana efektivitas restrukturisasi kredit itu dapat membantu tambahan modal bagi para nasabah.
‘’Di satu sisi, nasabah kita akan nilai dengan restrukturisasi ini membaik enggak (usa-hanya)? Syukur kalau baik, tidak perlu perpanjangan. Tapi kalau terdampak, ya jadi bahan per-timbangan. Banyak faktor jadinya,’’ tutur dia. (dee)
Realisasi restrukturisasi kredit selama pandemi
-Sebanyak 6,73 juta debitor telah direstrukturisasi kreditnya di perbankan
-Jumlah itu setara dengan Rp 784,36 triliun
-Dari 6,73 debitor itu, ada 5,38 juta UMKM dan 1,34 juta non-UMKM
-Nilai restrukturisasi kredit UMKM: Rp 330,27 triliun
-Nilai restrukturisasi kredit non-UMKM: Rp 454,09 triliun
*data hingga 20 Juli 2020
Sumber: OJK
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: