HONDA

H-1 Penetapan Paslon, Massa akan Datangi KPU, Kapolda Yakin Polres Tidak Beri Izin

H-1 Penetapan Paslon, Massa akan Datangi KPU, Kapolda Yakin Polres Tidak Beri Izin

BENGKULU - Ketua Klan Najamuddin, Roman Chavisa membenarkan akan massa mendatangi KPU Provinsi Bengkulu, pada H-1 penetapan paslon gubernur dan wakil Gubernur Bengkulu. Mayoritas massa berasal dari daerah-daerah yang mendukung Agusrin kembali maju dalam Pilgub 2020 ini.

"Untuk aksi tanggal 22 September ini, kami tidak pernah mengkoordinir massa, tapi kami hanya memfasilitasi. Sebab kita tidak ingin hal-hal yang tidak diinginkan terjadi oleh massa pendukung yang menginginkan agar Pak Agusrin kembali maju dalam Pilgub kali ini," kata Roman, kemarin.

Dikatakannya, untuk jumlah massa yang akan mendatangi KPU Provinsi itu, diperkirakan 20 ribu orang. Yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat dari seluruh penjuru daerah di Provinsi Bengkulu. Pihaknya sudah menyampaikan surat pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait mulai dari aparat kepolisian, lalu Korem, Bawaslu, ke KemenkumHAM terkait aksi tersebut.

"Kita dukung KPU melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai dengan aturan serta regulasi yang berlaku. Untuk menyatakan Agusrin itu TMS atau MS nanti ada jadwal tahapan saat penetepan calon," pungkasnya.

Dikatakannya, hal ini sudah mulai bergejolak sejak beberapa minggu terakhir setelah pendaftaran paslon gubernur dan wakil gubernur di KPU. Pihaknya akan berupaya menjaga massa untuk tetap kondusif.

Ia mengingatkan bahwa saat Agusrin menjadi Gubernur Bengkulu dulu, dengan program-program yang pro rakyatnya, pemberian bibit untuk petani, bantuan handtracktor. Masyarakat masih sangat mengingat hal itu meskipun sudah beberapa tahun lalu dilaksanakan.

"Sebab simpatisan pendukung Agusrin ini mereka menaruh harapan kepada Agusrin untuk kembali memimpin Bengkulu dengan berbagai inovasi dan terobosannya," tukasnya.

Sementara itu, Kapolda Bengkulu Irjend Pol Drs Teguh Sarwono M.Si, memberikan tanggapan saat dihubungi RB kemarin (20/9) terkait rencana aksi tersebut. Dikatakan Kapolda, bagi siapa saja menyampaikan pendapat di muka umum diperbolehkan oleh undang-undang. Namun, saat ini dalam kondisi pandemi Covid-19. Penularan Covid-19 bisa melalui kontak fisik. Jika menyampaikan pendapat di muka umum, artinya akan mengumpulkan orang banyak.

“Kalau ada orang yang sengaja mengumpulkan masa, apakah orang yang minta izin itu bisa menjamin akan mematuhi protokol kesehatan, mengunakan masker dan jaga jarak? Karena suratnya masuk ke Polres, saya yakin tidak akan mendapatkan izin. Polres juga akan minta rekomendasi dari Gugus Tugas Provinsi, saya yakin itu tidak akan diizinkan,” ungkap Teguh

Ditambahkan Teguh saat ini polisi sedang aktif menyelengarakan operasi Yustisi terkait dengan pelanggaran-pelangaran Covid-19. Kapolda yakin Polres tidak akan mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP), “Maka STTP-nya tidak akan dikeluarkan artinya tidak diizinkan menyampaikan pendapat di muka umum. Karena suratnya STTPNya tidak keluar maka nanti Polres akan panggil pemohon dan Korlapnya,” katanya

Ditegaskan Kapolda jika masih terjadi aksi damai meskipun surat STTPnya tidak keluar, maka massa dipastikan akan dibubarkan. “Kita lihat nanti, jika masih terjadi maka akan ada langkah-langkah yang diambil oleh kepolisian untuk membubarkan masa. Tapi yang pasti tidak akan dilakukan secara kekerasan,” tegas Kapolda

Masih dikatakan Kapolda banyak langkah untuk menyampaikan pendapat. Tidak harus mengumpulkan masa yang begitu banyak. Dicontohkan Kapolda, bisa mendatangi KPU melalui tim kemenangan, atau melaporkan apa yang menjanggal ke Bawaslu dan Pengadilan, “Kan kalau hal itu yang dilakukan yang datang hanya tim kemenangan saja tidak harus mengumpulkan masa. Jangan sampai mengumpulkan masa yang banyak ini membuat kalster baru,” tutup Teguh. (wij)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: