PPTTG 2020, Tebar Bibit Lele, Terapkan Budidaya dengan Sistem Bioflok
BENGKULU – Budidaya lele dengan sistem bioflok, sangat menjanjikan. Dengan menggunakan teknologi yang tepat, beternak lele bisa memberikan hasil berkali lipat dengan menekan biaya produksi. Khususnya untuk pemberian pakan. Rabu (23/12), Kementerian Riset, Teknologi da Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melalui Program Studi (Prodi) Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu menyalurkan Program Penerapan Teknologi Tepat Guna (PPTTG) pada masyarakat tahun 2020. Program dilakukan dengan penebaran bibit lele dan serah terima paket teknologi budidaya ikan dengan sistem bioflok. Bantuan ini diserahkan dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dalam rangka menghadapi masa pandemi Covid-19. “PPTTG adalah program nasional yang sudah berlangsung sejak 2018,” kata Ketua Pelaksana PPTTG 2020 Kemenristekdikti Dr. Ir. Deddy Bakhtiar, M. Si yang menjadi satu-satunya dosen peraih PPTTG tingkat nasional disela kegiatan yang berlangsung di RT. 18 Kelurahan Bentiring Permai. Deddy mengungkapkan, selama ini penelitian yang dilakukan oleh para peneliti masih kerap tidak sampai ke masyarakat. Padahal jika diterapkan secara langsung, hasilnya bisa berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Budidaya lele dengan sistem bioflak diterapkan dengan memanfaatkan limbah sisa pakan. Yakni memanfaatkan kotoran ikan lele untuk diolah kembali dengan menggunakan mikroorganisme/bakteri pembentuk flok/gumpalan. Sehingga lele bisa menghasilkan pakan sendiri. “Dengan menguraikan limbah menjadi makanan, peternak bisa menghemat biaya operasional. Misalnya kalau biasanya untuk pakan dialokasikan 5 persen dari total operasional, dengan teknologi ini alokasi pakan bisa 2 persen saja,” jelas Deddy. Manfaat lainnya dari teknologi memanfaatkan limbah adalah kondisi air yang lebih jernih. Selain itu ikan bisa ditebar dengan kepadatan tinggi. Bahkan hingga lima kali lipat. Dari yang biasanya hanya 100 bibit per meter kubik, menjadi 500 ekor per meter kubik. Sementara pada delapan kolam bantuan PPTTG kepada Kelompok Pembudidaya Iklan Lele Sapu Jagat dan Lembaga Pemberdayaan Wanita (LPW) Melati, budidaya ikan bisa mencapai 24 ribu bibit. “Per kolam bisa menampung 3.000 bibit lele. Dengan memanfaatkan lahan yang sempit pun, budidaya bisa maksimal,” ungkap Deddy. Selain memberikan bantuan dalam bentuk peralatan, juga ada pendampingan dalam bentuk pelatihan teknis. Bagaimana kelak olahan dan teknologinya bisa diterapkan oleh peternak tradisional. Kemudian ada pula pembinaan organisasi sebagai penguatan kelompok, pendampinyan sistem dan manahemen keuangan. Manajemen keuangan bagi peternak, lanjut Deddy, tidak kalah penting. Budidaya akan berkelanjutan jika peternak bisa mengelola berapa untuk modal, biaya operasional dan berapa keuntungan yang digunakan, agar budidaya lele bisa memberikan manfaat ekonomi yang baik. “Saya berharap kegiatan ini bisa menginspirasi bagi masyarakat sekitar dan kelompok budidaya lele lainnya,” harap Deddy. Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Lele Suparno menuturkan, dirinya sangat berterima kasih atas bantuan progam Kemenristekdikti. Sebelumnya ia merupakan peternak tradisional yang menggunakan media tanah dan terpal untuk menampung benih. Dengan adanya kolam permanen, Suparno optimis panen yang dihasilkan bisa lebih banyak. Terutama dengan pendampingan yang dilakukan Prodi Ilmu Kelautan Unib. Setelah benih dilepas, ia menargetkan bisa panen dalam waktu 80 hari. “Permintaan lele memang sempat turun diawal pandemi Covid-19. Tapi setelah itu sampai sekarang, pemasaran lancar. Kami biasa menjual ke pasar, produsen salai dan pemilik rumah makan pecel lele,” ujar Suparno. Sementara itu pada pelepasan bibit lele jenis sangkuriang, tampak hadir Kapolsek Muara Bangkahulu AKP. Chusnul Qomar, Babinsa, PPI Perikanan Kota Bengkulu dan Ketua RT. 18. (ken)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: