HONDA

100 Tahun Gayung

100 Tahun Gayung

Oleh: Dahlan Iskan

ANDA sudah tahu: Pak Harto 100 tahun. Selasa kemarin. Tanggal 8 Juni 2021.

Anda juga sudah tahu: ada acara khusus di Masjid At-Tin, di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Dihadiri sekitar 500 orang –sesuai izin masa pandemi. Acaranya sederhana: baca Qur’an dan doa. Tokoh yang hadir (rencana) hanya Menhan Prabowo yang juga sang menantu, Ketua MPR Bambang Soesatyo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Mungkin kurang banyak yang tahu: nanti malam masih ada acara. Yang agak khusus: wayang kulit semalam suntuk. Disiarkan secara live streaming. Dari rumah dalangnya sendiri: Ki Putut Puji Agusseno. Di Desa Purwodadi, Magetan. Tidak jauh dari jalan raya antara Bandara Iswahjudi, Maospati-Ngawi.

Penyelenggara wayangan itu: HMS (Himpunan Masyarakat Soehartonesia) –pencinta Presiden Soeharto. Lakon yang dipilih: Pandu Swargo.

Saya sudah beberapa kali nonton lakon itu. Yang dimainkan dalang yang berbeda: Seno Nugroho, Purbo Asmoro, Joko Edan, Anom Dwijo Kangko, dan Ki Manteb Soedharsono.

Organisasi HMS tergolong baru: dirintis tahun 2016, diresmikan tahun 2018. “Sekarang sudah punya 32 DPD dan 200 lebih DPC,” ujar Giyanto Hadi Prayitno, ketua umum HMS.

Tidak sulit bagi saya mencari siapa Giyanto. Ia asli Magetan. Orang tuanya miskin papa. Bercerai pula. Begitu lulus SD, ia ke Jakarta. Ikut tetangga. Kerja apa saja. Mulai kuli bangunan sampai tukang kebun. Akhirnya bisa dekat dengan Presiden Soeharto.

Giyanto sendiri yang memilih lakon Pandu Swargo itu. Pandu adalah raja Astina Raya –sebelum ada negara Amarta. Ia ayahanda Pandawa Lima (Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa). Baca Selanjutnya>>>

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: