Tutup Stockpile Batu Bara!, Bila Terbukti Cemari Lingkungan
BENGKULU - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Bengkulu diminta turun bersama Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi untuk turun ke kawasan stockpile batu bara Samudra Ujung Pulau Baai. Untuk mengecek langsung dugaan pencemaran lingkungan.
“Informasi dugaan pencemaran lingkungan akibat stockpile batu bara ini ini cukup meresahkan. Untuk itu, perlu pembuktian oleh instansi terkait,” kata anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler.
Bila terbukti mencemari lingkungan, dia meminta agar pemerintah daerah menutup stockpile tersebut. Sampai ada perbaikan dalam operasional stockpile. “DLH Provinsi perlu juga mengajak DLH Kota Bengkulu. Ini terkait izin-izinnya. Apakah semuanya masih ada?,” tukas Dempo.
Direktur Genesis Bengkulu Uli Arta Siagian mengatakan terkait dengan dugaan pencemaran lingkungan akibat dari stockpile, harus dari pembuktiannya. Pembuktian itu bukan harus secara saintifik harus diukur udaranya airnya dan lainnya. Pengalaman hidup warga sekitar bisa dijadikan narasi dugaan adanya pencemaran lingkungan dari keberadaan stockpile.
“Kita lebih mendorong dan mengutamakan pengalaman hidup orang-orang yang ada di sana, Karena kalau kemudian memang pembuktian itu terbukti dengan saintific. Itu punya celah besar untuk kemudian menafikan adanya dampak terhadap lingkungan hidup,” katanya.
Selanjutnya ia menambahkan jika dilihat dari posisi stockpile itu yakni berada di pesisir pantai, sangat terbuka dan berada di sekitar ruang hidup warga. Setiap hari warga mempunyai mobilitas yang tinggi di kawasan tempat stockpile berada. Di situ ada kebun-kebun warga seperti kebun sawit, cabai dan sebagainya.
“Artinya setiap harinya setidaknya masyarakat harus melewati kawasan stockpile tersebut, belum lagi masyarakat yang melakukan aktivitas lain,”tegasnya.
Uli mengatakan warga di sekitar terpapar udara yang sudah bercampur dari paritkel-paritkel batu bara itu baik yang terlihat oleh mata mapun yang tidak terlihat oleh mata. Setiap hari warga menghirup udara itu, dan itu berdampak pada tubuh dan bisa berdampak pada paru-paru.
“Saya tidak tahu apa itu sudah dicek atau belum. Tapi itu penting, melihat data penyakit apa yang sering dialami oleh warga di sekitar itu yang didapatkan dari puskemas terdekat atau kemudian juga bisa mewawancari warga-warga yang beraktivitas di sana,” paparnya.
Penyakit-penyakit seperti ini tidak berdampak cepat tapi berdampak secara jangka panjang. “Bayangkan jika anak-anak yang menghirup udara tersebut, pasti akan berdampak pada masa depannya,” jelasnya.
Terakhir ia mengatakan, warga sipil sebagai yang akan menyampaikan kritik dan desakan untuk pengurus negara, supaya bisa memperhatikan masalah itu.
“Itu adalah bagian dari masyarakat sipil kepada pengurus negara, untuk melindungi warga. Setidaknya bisa menimalisir dampak lingkungan terhadap warga, kita memilik hak untuk mendapatkan kehidupan yang baik, lingkungan yang sehat dan udara yang baik,” tukasnya.
Sebelumnya Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia Olan Sahayu mengatakan, model kelola stokpile batu bara di Pulau Baai diduga tidak memperhatikan kaidah keselamatan lingkungan. Batu bara berceceran di jalan dan debu berterbangan sampai menyelimuti jalan.
“Seharusnya stockpile dikelola dengan sistem managemen yang tepat agar tidak mencemari lingkungan,” kata Olan Sahayu.
Ia menambahkan harus ada rom stock (tempat penimbunan sementara) untuk menghindari gejala swabakar (batu bara yang mudah terbakar) dan upaya menghindari dan mengatasi timbulnya genangan air.
“Selain itu, ada tempat penampungan khusus untuk menampung buangan/limbah air dari drainase stockpile sehingga dapat mengurangi limbah cair dan padat batu bara yang mengandung logam berat terbawa ke pemukiman warga sekitar RT 14 di Teluk Sepang,” bebernya.
Olan mengingatkan debu batu bara yang berterbangan berdampak terhadap kesehatan warga. Debu batu bara yang berukuran mikro/partikel PM10 (particulate matter) dengan diameter kurang dari 10 mm dan PM2,5 dengan diameter kurang dari 2,5 mm terhirup dan masuk ke paru-paru manusia hingga menyebabkan paru-paru hitam (pneumoconiosis).
“Pengendalian debu batu bara atau “control dust“ seharusnya diterapkan dengan benar seperti penggunaan spraying (penyiraman batu bara) dalam bentuk fog spray (kabut) karena lebih maksimal dalam menangkap debu dan dapat mengurangi debu yang berterbangan terbawa angin,” paparnya.
DGM Komersial Cabang Bengkulu Cecep Taswandi mengatakan bahwa PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Bengkulu merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pelayanan jasa kepelabuhan.
Selain pelayanan kepelabuhan sebagai bisnis inti, Pelindo juga melakukan pengolalaan dan pengusahaan dari tanah/laha nuntuk stockpile. Lahan HPL Pelindo membentang luas kurang lebih sekitar 1.182 hektare yang perencanaan peruntukan tertuang dalam Rencana Induk Pelabuhan (RIP). Dalam melakukan kerja sama terhadap mitra sewa lahan Pelindo selalu merujuk pada peruntukan lahan pada RIP.
“Perlu diluruskan bahwa kawasan stockpile yang berada saat ini memang sudah diperuntukkan untuk penumpukan muatan curah kering sesuai zonasi dari RIP,” tambahnya. (cw1)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: