HONDA

Asa Guru Honorer Daerah di Usia Senja

Asa Guru Honorer Daerah di Usia Senja

Pemkab Mukomuko memiliki 1.133 Pegawai Daerah dengan Perjanjian Kerja (PDPK), atau lebih dikenal honorer daerah. Seluruhnya itu di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Mukomuko. Dari jumlah itu, sebanyak 845 orang adalah guru. Dengan usia yang bertugas sebagai guru, sebanyak 29 orang usianya sudah lebih dari 50 tahun.

PERI HARYADI, Mukomuko

WARTAWAN rakyatbengkulu.com berkesempatan menemui langsung 3 orang guru honorer daerah.

Yakni Sri Amini, yang Desember 2021 nanti genap berusia 62 tahun. Lalu Turiman, S.Ag, yang sudah berusia 59 tahun lewat 7 bulan, dan Mardiana, S.Pd.SD yang Desember nanti berusia 56 tahun.

Senyum merekah mengembang dari Sri Amini, saat didatangi wartawan RB.

Meski di usia yang hampir genap 62 tahun, secara fisik, Sri Amini tidak tampak sebagai seorang yang sudah berusia lanjut Pancaran kesegaran, antusias, semangat dan empati, masih terpancar begitu nyata dari sosok seorang Sri Amini.

Wanita kelahiran Boyolali, 16 Desember 1959 itu, tampak begitu dekat dan disenangi murid kelas 1 SDN 02 Mukomuko, yang ia menjadi guru kelasnya.

Mengenakan pakaian yang serasi, mulai dari jilbab, baju hingga rok, terlihat tidak ada jarak antara Sri sebagai guru dengan murid-muridnya.

Anak-anak tampak begitu antusias saat belajar dengan Sri. Sepertinya, Sri benar-benar guru yang begitu dekat dengan muridnya, sekalipun ia hanya jebolan kursus pendidikan guru (KPG).

Ibu dari satu anak ini, yang tinggal di Dusun 5 Desa Lubuk Mukti Kecamatan Penarik ini, telah mengabdikan sebagian besar umurnya, sebagai guru.

Kepada RB, istri dari Sriyono ini berkisah, mulai menjadi guru sejak tahun 1995. Mengajar mata pelajaran muatan lokal, di SMP Negeri di Lubuk Pinang.

“Waktu itu saya disuruh Pak Suparji, 3 tahun saya di sana. Gaji per bulan waktu itu, Rp 80 ribu,” cerita Sri.

Kemudian tahun 1998, ia pindah tempat mengajar di SMPN Negeri di Penarik, hingga tahun 2007.

Di sela-sela itu, tepatnya tahun 2005, ia memberanikan diri mengikuti tes pengangkatan CPNS. Namun nasib belum memihaknya.

“Pada pengumuman pertama, nama saya masuk. Pas pengumuman kedua, nama saya tidak muncul. Kemudian di pengumuman ketiga, nama saya muncul lagi. Tapi SK pengangkatan tidak pernah keluar,” kisahnya.

Lalu pada tahun 2007, ia pun mengikuti tes pengangkatan guru Honda. Nasib baik, ia diangkat menjadi Honda dengan SK pengangkatan diteken kepala daerah.

Mulai saat itu, ia mengajar di SD yang sekarang ini SDN 02 Penarik. Gaji saat itu, Rp 700 ribu perbulan.

Pernah pindah tugas ke SD Negeri lain, akhirnya kembali ke SDN 02 Penarik hingga sekarang. Dengan gaji saat ini, Rp 1 juta perbulan.

Ia mengakui, pernah berusaha kuliah, atas motivasi dari kepala sekolah dan guru lainnya.

Semangat menggebu waktu itu, akhirnya harus putus di tengah jalan, sebelum menyelesaikan perkuliahan jenjang S1.

Ia putus asa, setelah ada dibuka kesempatan penerimaan CPNS dari honorer kategori 1 (K1) dan juga kategori 2 (K2), ternyata dibatasi usia.

“Waktu itu usia hanya lewat beberapa bulan dari usia maksimal yang ditetapkan. Namun tetap tidak ada toleransi. Padahal saya sudah sangat lama mengabdi sebagai guru. Akhirnya saya berhenti kuliah, semua berkas kuliah, saya buang ke laut,” kisahnya lagi.

Mendengar kabar pemerintah merekrut pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), Sri tersenyum.

Meskipun ia sendiri sudah tidak punya peluang sama sekali.

Selain persoalan pendidikan terakhirnya KPG yang itu setara dengan SMA sederajat.

Namun lebih dari itu, kini usianya sudah 61 tahun lewat 10 bulan, yang berarti 2 bulan lagi, ia berusia 62 tahun.

“Saya tersenyum, ini ada kabar baik untuk rekan-rekan saya yang lain, yang sama-sama berpofesi sebagai guru honorer daerah. Walaupun saya sudah tidak mungkin lagi. Tapi setidaknya, saya berharap, tidak ada lagi guru honorer daerah di Kabupaten Mukomuko atau dimanapun, yang sampai usia lanjut, menutup masa pengabdiannya dengan status honorer. Tapi kalau bisa, mereka diangkat jadi pegawai pemerintah,” harapnya.

Terus Mengabdi

Mengenai sudah lebih dari 60 tahun masih bersedia mengabdi, Sri mengaku, sangat berterima kasih dengan Kepala SDN 02 Mukomuko, Mulyati, yang masih meminta dirinya mengabdi.

Ia berencana, tahun depan pensiun dari kegiatan yang sudah dijalaninya 26 tahun lebih.

“Rencana setahun lagi aktif menjadi guru. Saya sudah beberapa kali mengajukan izin berhenti, masih dipertahankan. Selagi saya diizinkan mengajar, saya mengajar. Nanti diizinkan berhenti, saya akan berhenti. Gaji honorer daerah memang tidak seberapa, saya hanya menyalurkan ilmu. Tentu bagi guru honorer daerah yang lain, ke depan, gajinya bisa dinaikkan,” pungkasnya.

Guru Turiman

Kondisi serupa, juga dialami Turiman, S.Ag, guru agama SDN 13 Penarik. Duka menjadi guru honorer daerah, sudah lama ia tanggung.

Kendati begitu, Turiman yang tinggal di Ujung Tolan Desa Sido Mulyo Kecamatan Penarik.

Dia tetap berharap, masih punya kesempatan dianggap oleh pemerintah sebagai pegawai, sekalipun itu PPPK.

Walaupun, ada Maret tahun 2022, ia akan genap berusia 60 tahun.

“Ya kalau ada kebijakan dari pemerintah, ya alhamdulilah. Kalau tidak ada, ya kita berharap-harap kebijakan pemerintah. Itulah yang kami minta, ada perhatian dari pemerintah,” sampainya

Padahal, ia sudah mengabdi honorer yang di SK-kan oleh kepala sekolah, sejak tahun 2005, yang gajinya hanya Rp 300 ribu per bulan.

Ia pun, menjadi salah satu orang yang berperan aktif mewujudkan adanya SDN 13 Penarik.

Pada 2008, mendapatkan SK pengangkatan sebagai honorer daerah, hingga sekarang ini.

“Alhamdulillah belum pernah ikut tes. Karena mau ikut, usia sudah lewat. Terus pernah juga mau ikut, saya ada sakit, jadi fokus mengobati sakit itu dulu,” tutur suami dari Rosiah.

Dirinya sedikit terbantu, pada 2013 lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan memperoleh sertifikat pendidik (Serdik).

Terhitung 2014, mendapatkan tunjangan profesi guru, yang hitungan sebulannya hanya diberikan Rp 1,5 juta dan masih berlangsung hingga sekarang.

“Harapan saya ada kebijakan pemerintah, mohon diperhatikan seperti kami ini. Karena kita sudah berjuang, sebagai guru puluhan tahun. Kami ini, mengajar bukan mengajar anak-anaknya, sudah sampai cucunya, kami masih mengajar dengan status honorer ini. Kalau ada kebijakan pemerintah, saya berterima kasih, itulah keinginan dari rekan-rekan guru yang lain,” sampainya. Guru Mardiana

Nasib serupa juga dialami Mardiana, S.Pd.SD, guru SDN 09 Ipuh. Baca Selanjutnya>>>>

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: