Demokrasi yang Tak Demokratis
IKLIM demokrasi Indonesia menjadi corong yang sangat ekstrem, seolah demokrasi hanyalah sebagai bahan jualan politik yang digaungkan pada saat musim perhelatan pesta demokrasi atau berkaitan dengan agenda politik bagi segelintir elit.
Menyikapi grand design Pemilu serentak 2024 menjadi perdebatan dan perbincangan yang cukup ramai dibicarakan, akan berimplikasi terhadap pergantian kepemimpinan secara nasional dan di daerah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani. Demos yang berarti rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
Secara bahasa demos cratos memiliki makna pemerintahan dan kekuasaan berada di tangan rakyat.
Maka demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mengizinkan dan memberikan hak kebebasan kepada warga negaranya, untuk berpendapat serta turut serta dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.
Seyogyanya, pemerintah ketika berbicara dalam sistem negara berdemokrasi dapat mengafirmasi kedaulatan rakyat.
Celakanya, fakta mengatakan bahwa demokratisasi dalam melibatkan kedaulatan rakyat hanyalah digunakan untuk memilih pemimpin yang dilakukan lima tahun sekali.
Segelintir elit sibuk menampilkan elektabilitas sebaik mungkin di depan rakyat.
Agar terpilih menjadi pemimpin dan pemenang dalam kontestasi politik berbalut ‘demokrasi’, rakyat seolah dijadikan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan.
Demokrasi Tak Demokratis
Indonesia merupakan negara hukum yang menganut sistem demokrasi, sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945.
Menurut Monstesquie dalam menjalankan negara yang menganut sistem demokrasi harus dibagi atas tiga cabang kekuasaan, mulai dari eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Sebagaimana dalam praktiknya, harus sesuai dengan prinsip dan ciri negara berdemokrasi.
Terlebih dalam prinsip demokrasi salah satunya berbicara mengenai pemilihan umum, sangat relevan ketika dibenturkan dengan proses pergantian kepemimpinan di indonesia yang dilakukan secara Luber Jurdil.
Dalam implementasinya masih banyak praktik-praktik politik kotor yang mencederai nilai-nilai dalam berdemokrasi.
Kalau dalam Pemilu masih ada pengemis yang meminta belas kasihan artinya Indonesia masih belum demokratis.
Sehingga, dibutuhkan peran berbagai unsur seperti pemuda, mahasiswa dan organisasi memiliki tanggung jawab moral untuk dapat mengawal setiap permasalahan yang ada.
Kekuatan ini menjadi ujung tombak dalam menciptakan sebuah spirit gerakan yang masif dan tersistematis, dalam menciptakan iklim demokrasi yang demokratis.
Realitas demokrasi yang masih kita praktikkan sebenarnya adalah, demokrasi prosedural.
Sebuah sistem demokrasi yang hanya menekankan pada aktivitas, prosedur, aturan, dan tata cara berdemokrasi.
Namun tidak melihat apakah kebebasan sipil, berekpresi, mengeluarkan pendapat, jaminan hak politik, dan ruang publik diantara masyarakat dan negara bisa ditegakkan.
Terlebih lagi adanya jaminan kebebasan, yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya.
Tetapi dalam praktiknya demokrasi masih membuka celah terhadap kemerdekaan dalam menyampaikan pendapat, ide, serta gagasan terhadap kebijakan pemerintah, masih banyak rakyat yang diintimidasi oleh kekuasaan pada saat menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah.
Hal ini jelas bertentangan dengan tujuan dalam demokrasi.
Apabila kita melihat kebijakan-kebijakan yang dituangkan oleh pemerintah daerah sangat tidak manusiawi yang cenderung memihak kepada kepentingan para investor daerah.
Sering sekali mengabaikan kepentingan rakyat.
Sebagaimana konsekuensi logis dalam menganut sistem demokrasi pemerintah ataupun stakeholders, tidak diperbolehkan mengekang kebebasan menyampaikan pendapat.
Demokrasi haruslah dibangun oleh kedaulatan rakyat secara utuh, agar tak tergerus oleh kebebasan pelampiasan hasrat kekuasaan.
Berbagai kebijakan pemerintah daerah yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, kemudian dapat mensinyalir betapa buruknya pemerintah memperlakukan rakyatnya.
Apabila melihat Indonesia di Bengkulu banyak kecelakaan sejarah yang mengakibatkan sumber daya alam yang dieksploitasi.
Salah satunya kawasan pertambangan batu bara, menyebabkan implikasi terhadap rusaknya kawasan lingkungan bagi habitat langka di sekelilingnya dan berdampak pada kesehatan lingkungan rakyat.
Peristiwa ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia, berkaitan terhadap kejahatan lingkungan hidup.
Pada dasarnya, pemerintahan daerah memiliki wewenang untuk melakukan apapun untuk dapat menyelamatkan kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Berangkat daripada peristiwa ini tentunya menjadi pertanyaan besar, apakah ini bentuk daripada kegagalan demokrasi?
Lalu, bagaimana tanggung jawab partai politik dalam menyiapkan kadernya secara matang agar kemudian dapat didistribusikan di berbagai daerah, apakah berhasil? Baca Selanjutnya>>>
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: