UMP Naik Rp 23 ribu, Kamaludin: Wajar, Tidak Signifikan
BENGKULU, rakyatbengkulu.com - Terkait telah ditetapkannya Upah Minimum Provinsi (UMP) Bengkulu, Pakar Ekonomi Provinsi Bengkulu sekaligus Rektor Universitas Dehasen, Prof. Dr. Kamaludin, MM menilai bahwa dengan kenaikan sekitar Rp 23 ribu, merupakan hal yang wajar dan tidak begitu signifikan.
Pasalnya, tahun 2020 sebesar Rp 2.213.604 dan UMP tahun 2021 menjadi Rp 2.215.000. Sementara UMP Bengkulu tahun 2022 saat ini ditetapkan pada angka Rp 2.238.094,031.
"Mungkin mempertimbangkan kondisi dunia industri saat ini belum menentu prospeknya, ditambah banyak yang gulung tikar,” jelasnya, kemarin.
Kemudian, terkait dengan penetapan UMP tahun depan itu juga diimbangi dengan perusahaan yang harus menyesuaikan pengupahan dengan kebijakan baru tersebut. Apalagi, saat ini masih dalam masa pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
“Begini. Kita harus mempertimbangkan dua sisi. Baik bagi pekerja maupun dunia industri. Jika kenaikan UMP yang tinggi tidak diikuti daya serap pekerjaan dan kemampuan perusahaan juga tidak efektif, justru akan merugikan pekerja itu sendiri,” paparnya.
Apalagi, jika menelisik dua tahun terakhir, bahwasanya pandemi Covid-19 berdampak pada penurunan pendapatan perkapita. Bahkan ada sebagian pekerja yang harus dirumahkan. “Ingat selama dua tahun terakhir ini, orang masih mendapat pekerjaan saja sudah bersyukur dengan kondisi yang amat sulit,” paparnya.
Sementara itu, terkait dengan permintaan dari para pekerja melalui Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Bengkulu, yang berpendapat jika sebaiknya UMP bisa naik 10 persen dari UMP sebelumnya. Rektor Unived ini menilai bahwa untuk membuat penetapan besaran UMP didasari pada dua sisi, yaitu bagi pekerja maupun dunia industri.
“Tidak banyak perusahaan yang bisa bertahan karena Covid 19 ini. Termasuk perusahaan-perusahaan besar. Jika dibebani yang terlalu tinggi maka daya saing perusahaan juga makin sulit,” ungkapnya.
Untuk kenaikan UMP ini, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah meminta kepada para pengusaha atau seluruh pelaku usaha se-Provinsi agar segera menyusun dan menyesuaikan terhadap kebijakan pengupahan di perusahaan/tempat usaha bapak dan ibu mulai tanggal 1 Januari tahun 2022. “Karena pada prinsipnya UMP ini adalah jaring pengaman untuk para pekerja lajang yang memulai bekerja dari nol tahun. Selain itu sebagai upaya melindungi upah pekerja agar tidak turun pada tingkat yang paling rendah sebagai akibat ketidakseimbangan pasar kerja,” jelas Gubernur Rohidin.
Apalagi untuk penetapan UMP Bengkulu 2022 telah melalui kajian dan saran oleh Dewan Pengupahan Provinsi Bengkulu yang disampaikan kepadanya melalui surat rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi Bengkulu pada tanggal 12 November 2021, dengan berdasarkan data-data dari Surat menteri Ketenagakerjaan nomor: B-M/383/HI.01.00/XI/2021 tanggal 9 November 2021, hal penyampaian Data Perekonomian dan Ketenagakerjaan Dalam Penetapan Upah Minimum Tahun 2022.
Kadis Disnakertrans Provinsi Bengkulu Edwar Heppy menjelaskan bahwa UMP Bengkulu Tahun 2022 telah ditetapkan Gubernur Bengkulu melalui Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor D.453 DKKTRANS TAHUN 2022 tentang Upah Minimum Provinsi Bengkulu Tahun 2022 tertanggal 19 November 2021. Hal tersebut telah sesuai dengan Ketentuan pasal 29 Peraturan pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, Upah Minimum Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat tanggal 21 November Tahun Berjalan.
“Kami ingatkan kepada seluruh pelaku usaha untuk memberikan Upah kepada pekerjanya sesuai dengan UMP yang telah ditetapkan pemerintah pada tahun berjalan," pinta Edwar.
Meskipun tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Besaran UMP tahun depan lebih besar dibandingkan dengan UMP 2021. Sementara itu, jika dilihat dari data 3 tahun terakhir, besaran UMP Bengkulu menunjukkan grafik yang terus meningkat. “2019 UMP Bengkulu pada angka Rp 2.040.407. Kemudian tahun 2020 sebesar Rp 2.213.604, dan UMP tahun 2021 menjadi Rp 2.215.000," tutupnya.
Sebelumnya, Sekretaris SPSI Provinsi Bengkulu, Panca Darmawansyah menjelaskan dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan, mengatur penetapan UMP, dirasa kurang sesuai dengan kondisi real pekerja ditiap daerah, apalagi kondisi masing-masing daerah berbeda satu sama lain.
“Harapan kami 10 persen,dari jumlah kemarin. Kalau tidak 10 persen artinya ada unsur penyiksaan dari pemerintah terhadap pekerja. Itu pasti, diluar sana sudah naik berapa persen UMP mereka, kalau kita hanya naik 1 persen sekian,” kata Panca. (war)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: