Soal Minyak Goreng, Mesti Ada Solusi Jangka Panjang
JAKARTA, rakyatbengkulu.com - Anggota DPD RI Fahira Idris mengapresiasi aksi pemerintah yang menerapkan kebijakan satu harga untuk minyak goreng, yakni sebesar Rp 14.000 per liter di tengah mahalnya harga minyak goreng sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir.
Walau menilai kebijakan ini langkah yang strategis untuk menjaga daya beli masyarakat dan memastikan masyarakat mendapatkan minyak goreng. Tetapi bukan merupakan solusi jangka panjang untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaan minyak goreng. BACA JUGA: Jangan Panik, Minyak Goreng 1 Harga juga ke Pasar Tradisional
“Saya apresiasi kebijakan satu harga ini. Masyarakat sangat terbantu. Tetapi yang juga harus dipikirkan adalah solusi komprehensif untuk jangka panjang agar situasi seperti ini (harga minyak goreng meroket) tidak terjadi lagi ke depan.
Salah satunya adalah upaya pemerintah untuk mendorong lahirnya lebih banyak lagi pelaku industri minyak goreng di tanah air terutama pelaku usaha lokal khususnya dengan skala menengah kecil. Semakin banyak pelaku usaha di industri minyak goreng semakin baik terutama untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaannya,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya (21/1).
Fahira mengungkapkan, langkah konkret ke depan yang bisa dilakukan Pemerintah saat ini adalah menginventarisasi berbagai regulasi, aturan dan kebijakan yang menghambat para pelaku usaha baru di industri minyak goreng.
Dorong Industri
Berbagai regulasi ini kemudian direlaksasi sehingga industri minyak goreng tidak hanya didominasi oleh produsen besar saja. Diharapkan dalam waktu dekat ini lahir sebuah kebijakan yang mampu mendorong peningkatan jumlah pelaku usaha atau produsen industri minyak goreng. BACA JUGA: Keindahan Persoalan
Menurut Fahira, persoalan harga minyak goreng ini memang cukup kompleks karena juga tidak bisa dilepaskan dari situasi global. Salah satu penyebab kenaikan minyak goreng juga sedikit banyak dipengaruhi oleh harga internasional CPO yang juga naik.
Ini diakibatkan, kelancaran distribusinya terganggu karena pandemi.
Selain itu, krisis energi yang terjadi di beberapa negara besar. Ini menyebabkan konsumsi minyak goreng meningkat juga ikut mempengaruhi kenaikan harga.
“Namun kita juga tahu, Indonesia salah satu negara penghasil CPO terbesar di dunia. Sehingga pasokan minyak sawit di kita selalu melimpah. Artinya kita sudah punya pondasi kuat. Tinggal bagaimana aturan yang menghambat atau membatasi lahirnya para pelaku usaha baru di industri minyak goreng ini direlaksasi.
Semakin banyak produsen semakin baik untuk menjaga kestabilan dan ketersediaan minyak goreng yang sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat,” pungkas Fahira Idris yang juga Anggota Komite II DPD RI yang membidangi soal perindustrian dan perdagangan. (*/rilisdpd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: