HONDA

Temuan Migran Care: Indikasi Perbudakan di Rumdin Bupati Langkat

Temuan Migran Care: Indikasi Perbudakan di Rumdin Bupati Langkat

 

JAKARTA, rakyatbengkulu.com -  Polisi boleh menengarai penjara di rumah pribadi bupati nonaktif Langkat, Sumatera Utara, untuk tempat rehabilitasi pengguna narkoba. Tapi, Migrant Care secara tegas menduga ada perbudakan modern di sana.

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menyebut dugaan tersebut berdasar laporan yang diterima pihaknya dari masyarakat setempat. ”Sel ini digunakan untuk memenjarakan sekitar 40 orang pekerja setelah mereka bekerja,” ujar Anis kemarin (24/1).

BACA JUGA: Di Pagar Alam, Jokowi Sambangi Pasar Dempo dan Lapangan Merdeka

Di hari yang  sama, Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol R.Z. Panca Putra Simanjuntak mengakui ada kerangkeng atau penjara khusus di rumah Bupati (nonaktif) Langkat Terbit Rencana Peranginangin.

Terbit terkena operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus pengadaan barang dan jasa pada Selasa (18/1) pekan lalu dan kini ditahan di Jakarta.

Panca menyebut, seperti dikutip Sumut Pos, kerangkeng tersebut ditengarai untuk tempat rehabilitasi para pengguna narkoba. Mirisnya, kerangkeng khusus itu telah berjalan selama 10 tahun. Dia menjelaskan, tempat rehabilitasi tersebut tidak mengantongi izin dari pihak terkait atau otoritas tertentu.

’’Para pengguna narkoba tersebut dipekerjakan di perkebunan sawit milik Terbit Rencana yang saat ini menjadi tersangka korupsi oleh KPK,’’ kata Panca kemarin

Menurutnya,  puluhan orang itu dipekerjakan di kebun kelapa sawit milik Terbit selama kurang lebih 10 jam setiap harinya. Yakni, mulai pukul 08.00 hingga 18.00.

Setelahnya, mereka akan dimasukkan ke dalam sel/kerangkeng hingga pagi untuk kembali bekerja. Para pekerja ini tak diberi akses sama sekali untuk bersentuhan dengan dunia luar. Mereka pun hanya diberi makan dua kali sehari. Nahasnya lagi, para pekerja ini tidak pernah menerima gaji selama bekerja di sana.

Tim Independen

Kekejian sang bupati tak berhenti di sana. Para pekerja ini ternyata juga menerima penyiksaan. Mereka dipukuli hingga lebam dan luka. ”Pada prinsipnya, itu sangat keji,” ungkapnya.

BACA JUGA: Syarat Kuliah Offline, Sudah Vaksin Dua Kali

 Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Provinsi Sumatera Utara (FSPMI Sumut) Willy Agus Utomo meminta ada pembentukan tim independen untuk menyelidiki penjara tersebut. ’’Kita berharap ada tim independen yang meliputi polisi, Komnas HAM, Kontras, Kementerian Tenaga Kerja, kejaksaan, DPR, dan pemerintah Sumut agar semua terang benderang. Apalagi, itu sudah berlangsung 10 tahun lamanya,’’ ujar Willy dalam temu pers di Medan kemarin seperti dilansir Sumut Pos.

keterangan Kapolda Sumut itu masih pernyataan sepihak dari yang bersangkutan atau pemilik penjara. Sedangkan keterangan dari pihak lain, seperti para buruh di perusahaan milik Terbit, juga perlu diambil.

Tuntutan terkait pembentukan tim independen tersebut, lanjut Willy, agar semua terkuak jelas serta transparan. ’’Bagaimana bisa seorang bupati punya kewenangan memenjarakan orang,” katanya.

Anis menambahkan, pihaknya pun langsung melaporkan kasus tersebut ke Komnas HAM kemarin (24/1). Anis berharap laporan itu bisa direspons cepat karena sudah bersinggungan dengan pelanggaran HAM.

, jika nantinya kejahatan perbudakan modern tersebut terbukti, Terbit bisa diadili dalam dua perkara. Yakni, dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat periode 2020–2022 dan tindak perbudakan modern. ”Mestinya terpisah ya,” katanya.

Merespons laporan itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengaku akan segera menugaskan tim ke Langkat untuk melakukan pengecekan. Rencananya, tim berangkat pekan ini. ”Semakin cepat semakin baik. Karena ini jelas ada (foto, Red) penjaranya, ada orangnya, dan ada jumlah orangnya,” ungkapnya. (dwi/mia/c17/ttg/JP)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: