Anak dari Orang Tua Perokok Lebih Berpotensi Stunting
JAKARTA, rakyatbengkulu.com - Dampak negatif dari merokok ternyata tak hanya menyangkut kesehatan paru-paru. Tapi, juga berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Anak dari orang tua perokok, lebih berpotensi stunting.
Peneliti Senior Southeast Asian Minister of Education Regional Center for Food and Nutrition (SEAMEO-RECFON) Grace Wangge menjelaskan, fakta tersebut diungkap dalam salah satu hasil penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (UI). Di mana, stunting dan rokok/tembakau saling berhubungan.
”Mereka yang berada di keluarga perokok, bapak ibunya merokok, anaknya memiliki risiko 5 persen lebih tinggi menderita stunting,” ujarnya dalam acara Webinar Kontribusi Sektor Pendidikan dalam Konvergensi Pengentasan Masalah Gizi & Stunting Indonesia, Kamis (27/1).
Fakta tersebut pun dikuatkan dalam penelitian dengan cakupan lebih kecil. Yang mana, anak dari keluarga perokok memiliki risiko 1,1 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting.
Grace menjelaskan, hal ini terjadi lantaran terjadi pergeseran pola konsumsi. Orang tua yang merokok cenderung lebih memilih membelanjakan uangnya untuk membeli rokok ketimbang pangan bergizi untuk anggota keluarganya. Setidaknya, 30 persen keuangan keluarga bakal digunakan untuk membeli rokok ketimbang memenuhi gizi anak.
”Bisa dibilang, penyebab tidak langsung yang mempengaruhi penyebab langsung stunting, yakni ketersediaan pangan bergizi,” paparnya.
Pemerintah sendiri sudah berupaya mengintervensi hal ini dengan menaikkan cukai rokok. Kemudian, dana dari cukai rokok tersebut diharapkan bisa dikembalikan ke sektor kesehatan, salah satunya yang terdampak oleh perilaku konsumsi rokok. Yakni stunting.
Selain itu, diharapkan kenaikan ini bisa mencegah penambahan konsumsi rokok di ranah rumah tangga. ”Jadi uangnya bisa digunakan membeli pangan bergizi,” sambungnya.
Diakuinya, selama ini intervensi stunting hanya menjurus pada ibu dan anak perempuan saja. Padahal, isu ini juga dipengaruhi oleh seluruh kondisi keluarga. Termasuk, perilaku merokok.
Prof Muchtarudin Mansyur, Direktur SEAMEO-RECFON menambahkan, kenaikan cukai rokok ini juga diyakini dapat menekan angka perokok muda. Sehingga, nantinya mereka tidak adiksi di kala dewasa.
Upaya lain yang tengah didorong ialah peran serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam pengentasan stunting. Namun, tak sebatas penelitian saja. lebih dari itu, harus ada praktik baik yang bisa dilakukan. Salah satunya, meningkatkan kapasitas tenaga pendidikan untuk berperan dalam mengedukasi gizi dan keluarga.
Sejak 2019, SEAMEO-RECFON sendiri sudah mulai melatih dan mendampingi para tenaga pendidik untuk meningkatkan kemampuannya terkait hal ni. Pelatihan bahkan sudah dilakukan menggunakan pola jarak jauh. Sehingga, ketika pandemi Covid-19 terjadi, mereka tak kagok lagi. “Hasilnya lumayan, tiap pelatihan ada 2000 tenaga pendidik yang tercover,” paparnya.
Bahkan, lanjut dia, dari metode pelatihan jarak jauh ini, para tenaga pendidik juga dapat menerapkan apa yang diperoleh pada siswa secara daring. Misalnya, dengan tetap mengadakan acara makan bersama namun dari rumah masing-masing. Dengan cara ini guru tetap bisa memantau dan membimbing makanan apa saja yang dikonsumsi oleh siswa-siswanya. (mia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: