Marhaban Ya Ramadhan
HONDA

Rumah Semeru

Rumah Semeru

 

CEPAT sekali pembangunan rumah korban letusan Gunung Semeru Desember lalu. "Pengungsi yang masih di penampungan sudah bisa pindah ke rumah permanen sebelum Lebaran," ujar Bupati Lumajang Thoriqul Haq.

Itu berarti lebih 400 rumah sudah bisa ditempati. Lengkap. Ada listrik, ada air, ada toilet, ada tempat tidur, ada dapur dan perlengkapannya.

Pembangunan perumahan itu baru mulai dilakukan medio Januari lalu. Berarti baru tiga bulan. Saya diajak ke perumahan baru itu kemarin. Di lereng Semeru.

Tiba di lokasi saya diminta turun dari mobil. Pindah ke Land Rover jadul. Untuk keliling ke seluruh proyek.

Mobil lama ini masih terawat baik. Setirnya sudah diganti dengan yang power steering –tapi bentuknya masih asli: lingkarannya  besar dengan pegangan yang kecil. Persnelingnya masih berupa tongkat panjang. Rem tangannya juga tongkat. Klaksonnya juga masih tongkat yang didudul.

Saya tertarik untuk mencobanya. Maka saya yang mengemudikan mobil akhir tahun 1960-an itu. Cak Thoriq, pak bupati, di sebelah. Asyik.

"Awalnya mobil ini sudah tidak bisa jalan. Lalu saya rehabilitasi," ujar Cak Thoriq.

Ia suka kendaraan lama. Koleksi Vespanya 11 buah, beda tipe semua. Masih satu lagi Vespa lama yang belum selesai diperbaiki. Berarti tinggal kurang satu tipe lagi –lengkaplah semua tipe Vespa ia miliki.

Sesekali saya menghentikan Land Rover itu. Mampir ke rumah yang sudah jadi. Mencoba membuka kran airnya: lancar. Melihat kamar-kamar dan toiletnya.

Semua rumah, bentuk, ukuran dan materialnya sama: ada ruang tamu, dua kamar tidur dan kamar mandi di dalam. Semua dibiayai oleh pemerintah.  

Di belakang rumah itu masih ada tanah. Dibangunlah di situ ruang tambahan: dapur, satu kamar tidur lagi dan satu kamar mandi lagi. Bangunan tambahan itu dibiayai oleh para penyumbang musibah letusan Semeru. Termasuk yang dari Anda itu.

Bentuk, ukuran dan bahannya juga harus sama. Keseragaman itu dijaga ketat untuk tidak menimbulkan masalah rasa keadilan.

Tidak mudah meyakinkan korban  untuk pindah ke lokasi baru.

Mereka lebih menginginkan diberi uang untuk membangun kembali rumah di tempat asal mereka: di bantaran sungai lahar.

Tentu pemerintah tidak setuju. Setiap kali gunung Semeru meletus kampung lama itu selalu dilanda banjir lahar.   Baca Selanjutnya>>>

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

"
"