HONDA

Bincang Santai dengan Habaib: Ada 25 KK Menyebar di Bengkulu

Bincang Santai dengan Habaib: Ada 25 KK Menyebar di Bengkulu

Habib Abu Bakar Alaydrus memperlihatkan maktab daimi. foto: rakyatbengkulu.com--

JEJAK para habaib keturunan rasulullah juga terlacak di Provinsi Bengkulu sejak lama.

Bukti otentiknya, terdapat makam tua Habib Saleh di kawasan Kampung Bali Kota Bengkulu. Tak hanya di Kota Bengkulu, makam tua habib juga terdapat di Kota Bintuhan Kabupaten Kaur dan Penarik Kabupaten Bengkulu Utara.

Sekarang, mereka menyebar. Terkini, berdasarkan pendataan yang dilakukan Rabbitha Alawiyah Provinsi Bengkulu terdapat 25 KK.

Dalam sebuah wadah, mereka berhimpun dengan rutin melaksanakan kegiatan keagamaan setiap minggunya.

BACA JUGA: TAUSIYAH: 3 Cara Hadapi Ujian Hidup

Kepada rakyatbengkulu.com, Jumat (24/6)  Ketua DPC Rabbita Alawiyah Habib Mahdi Assegaf dan Bendahara  sekaligus Pendiri Rabbita Alawiyah Provinsi Bengkulu Habib Abu Bakar Alaydrus menyampaikan, tahun 1909 jejak habib terdata masuk ke Provinsi Bengkulu dari Palembang (Sumsel).

Dari sini, kemudian menyebar ke Kota Bintuhan.

“Dilihat dari sejarah, para habib datang dengan tujuan berdakwa. Sekarang, bidang pekerjaan yang dilakukan para habaib macam – macam. Ada yang berbisnis dan lain-lain,” terang Habib Mahdi.

Secara organisasi  Rabbitha Alawiyah terhitung baru masuk ke Provinsi Bengkulu. Disampaikan Habib Abu Bakar, saat masuk terkejut dengan adanya oknum yang mengaku – mengaku sebagai habib.

Padahal setelah dicek, pengakuan para oknum tak bisa dipertanggungjawabkan.

Lantas, bagaimana membuktikan habib palsu atau tidak? “Yang membedakan, para habib pasti memiliki buku Maktab Daimi,” tambah Habib Abu Bakar. Maktab Daimi tak sembarang dibuat. Hanya mereka yang memiliki nasab keturunan rasululllah saja menjadi pemilik.  “Harus ada nasabnya, kalau tidak ada keturunan ngak akan dikeluarkan. Orang jadi ustad bisa, kalau habib keturunan tidak,” jelasnya.

BACA JUGA: Hasil Penetapan Tim, Harga TBS Bengkulu periode Juni Rp. 1.845

Jalur dari keturunan pun melalui ayah. Jika keturunan dari jalur perempuan, kemudian menikah dengan non habib secara otomatis nasabnya terputus.

“Kita para habaib juga menjaga perempuan kita, agar  jangan sampai putus nasab,” terang Habib Mahdi yang merupakan keturunan ke 39.

 

Maktab Daimi

Untuk diketahui,  Maktab Daimi adalah untuk mencatat sejarah dan silsilah alawiyyin yang tersebar diberbagai penjuru Indonesia, sehingga sejarah dan silsilah alawiyyin tetap lestari dan terjaga.

Adapun sejarah pencatatan nasab alawiyyin telah dimulai oleh Syech Ali bin Abubakar As-Sakran pada abad 9 H.

Pencatatan nasab alawiyyin juga dilakukan oleh habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, dengan bantuan biaya dari raja-raja India.

Beliau memerintahkan untuk melakukan pencatatan alawiyyin di Hadramaut pada abad 17 H. Pada akhir abad 18 H. Sayyid Ali bin Syekh bin Muhammad bin Ali bin Syihab juga melakukan pencatatan alawiyyin, sehingga terkompilasi dalam buku nasab yang berjumlah 18 jilid

Pencatatan Nasab alawiyyin paling akhir dilakukan oleh mufti Hadramaut Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur pada akhir abad 19 H, yang kemudian dilanjut oleh anaknya sayyid Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur yang terkumpul dalam 7 Buku.

Ketika Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad mendirikan Rabithah Alawiyyah, beliau memiliki inisiatif untuk melakukan pencatatan alawiyyin yang berada di Indonesia.

Pada tanggal 10 Maret 1932 Rabithah Alawiyah dengan resmi membentuk Maktab Daimi yaitu lembaga otonom yang bertugas memelihara sejarah dan silsilah keturunan Rasulullah S.A.W. yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia.

Untuk menjalankan tugas ini ditunjuklah sayyid Ali bin Ja’far Assegaf yang saat itu duduk di Dewan Pengawas Rabithah Alawiyah cabang Betawi sebagai ketua Maktab Daimi yan pertama.

Dengan biaya dari Rabithah Alawiyyah dan didukung pula oleh seorang dermawan bernama Sayyid Syekh bin Ahmad bin Syahab, beliau mencatat keluarga Sayyid yang tersebar di Indonesia. (rakyatbengkulu.com)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: