Helen Sapitri (43), Bertahan Hidup dengan Buku Bekas
Salah seorang penjual buku bekas yang membuka lapak di Pasang Panorama. Foto:Rinto RB--
Tak banyak penjual buku bekas bisa ditemui saat ini.
Terlebih lagi di zaman canggih yang serba online ini.
Meski demikian, Helen Sapitri (43) tetap bertahan dengan bisnis ini, meskipun terkadang tak dapat untung.
Simak beritanya
BACA JUGA: 216 Siswa Diktuba Digembleng, Selesai Pendidikan jadi Polisi Profesional dan Bermoral
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, masyarakat pasti semakin dimudahkan dalam mengakses informasi.
Namun, seiring dengan itu juga, para penjual buku tak lagi menikmati tingginya pendapatan.
Setidaknya itulah yang dirasakan Helen.
Dari tahun ke tahun pendapatannya terus mengalami penurunan.
Hanya ada beberapa pembeli saja yang mampir ke tokonya, untuk mencari buku-buku bekas dan lawas untuk mereka baca.
“Internet semakin hari semakin berkembang, banyak situs-situs buku online yang sekarang dapat diakses dengan mudah dan dapat dibaca secara gratis.
Yang pastinya membuat saya stres dengan penumpukan buku yang tak laku ini,” ujar Helen, Minggu (24/7).
BACA JUGA: Gelapkan Uang Penjualan Mobil, Mekanik Diciduk
Ditemui RB (24/7), Helen sedang mengatur dan menyusun tumpukan buku di kiosnya.
Ditemani salah satu anak perempuannya, ia dengan cekatan merapikan buku-buku yang menumpuk di pinggiran lantai.
Helen dan keluarganya tinggal di Kelurahan Lingkar Timur Kota Bengkulu.
Ia mulai membuka kiosnya pada pukul 07.00 WIB dan tutup sore harinya sekitar jam 17.15 WIB.
Ia mempunyai 2 anak perempuan, anak yang pertama sudah menikah, sedangkan yang kedua masih duduk di kelas 3 SMA.
Suami Helen adalah seorang tukang bangunan, yang bekerja serabutan setiap harinya.
Penghasilan yang didapat pun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur saja.
Jadi untuk memenuhi biaya lain, seperti biaya pendidikan anaknya, keluarga Helen sangat bergantung pada kios buku bekas yang dirintis sang ibu.
BACA JUGA: Ada Luka di Kepala Jenazah
“Yah, mau bagaimana lagi, jika hanya mengandalkan suami saja.
Bisa-bisa anak saya sudah putus sekolah sejak lama,” ungakapnya.
Di kiosnya, deretan buku-buku bekas itu tertata rapi.
Ratusan buku-buku tersebut, terdiri dari berbagai macam kategori.
Mulai dari buku novel, sastra, biografi, buku pendidikan maupun buku keagamaan.
Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp 5000 sampai Rp 150.000 tergantung jenis dan kondisi bukunya.
“Karena buku yang saya jual kebanyakan buku bekas.
Jadi, harganya jauh lebih murah dari pada harga pasaran.
Jika harga barunya Rp 100.000 maka akan saya jual setengah harga, itupun biasanya dengan kondisi yang masih sangat bagus,” katanya
BACA JUGA: Perjalanan Hebat Jonas Vingegaard dari Pabrik Ikan Denmark Hingga Juara Tour de France
Helen mengatakan, tahun ini penjualan bukunya adalah yang paling sepi dari tahun-tahun sebelumnya.
Dulu ia bisa mendapatkan setidak nya Rp 300.000 sampai Rp 500.000 per hari dari menjual buku bekas.
Tapi sekarang, hampir tak ada satupun pembeli yang melirik buku bekas yang ia jajakan.
“Pendapatan dari menjual buku bekas, bisa dibilang Rp 0 perharinya.
Terakhir kali ada pelanggan yang membeli buku bekas ini, sekitar 1 bulan yang lalu,” ungkapnya.
Kendati demikian Helen tak pernah menyerah.
Dengan keras, ia berusaha mencari cara untuk bertahan di situasi ini. Sekarang, selain buku bekas.
Helen juga menambahkan beberapa dagangan lain, yang dikiranya bisa memancing para pembeli untuk berbelanja ke toko ini.
Beberapa diantaranya seperti buku tulis, pena, penghapus serta berbagai macam alat sekolah lainya.
Helen juga menjual beberapa aksesoris murah, seperti gelang, kalung dan cincin.
BACA JUGA: PNS Kelurahan sudah Tak Bernyawa di Kebun Sawit
“Menjual perlengkapan sekolah seperti ini. Lebih muda laku, dari pada buku bacaan bekas.
Namun saya tak akan berhenti menjual buku bekas.
Karena sudah lebih dari 20 tahun saya hidup dari buku bekas yang saya jual,” ucapnya. (RINTO DIANTARA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: