HONDA

Kuasa Hukum: Dugaan Pemerasan Terjadi Saat Rohidin Nonaktif, Bukan Gubernur Aktif

Kuasa Hukum: Dugaan Pemerasan Terjadi Saat Rohidin Nonaktif, Bukan Gubernur Aktif

Kuasa Hukum Mantan Gubernur Bengkulu, Aan Julianda, S.H., M.H.--Nova/Rakyatbengkulu.com

BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM – Kuasa hukum mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yaitu Aan Julianda, S.H., M.H., memberikan tanggapan atas dakwaan yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya. 

Dakwaan tersebut berkaitan dengan dugaan pemerasan terhadap sejumlah pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.

Aan menegaskan bahwa dugaan pemerasan sebagaimana tertuang dalam dakwaan terjadi pada saat Rohidin sedang menjalani cuti dari jabatannya sebagai gubernur untuk mengikuti tahapan kampanye Pilkada 2024.

"Periode yang disebutkan dalam dakwaan, yakni antara Agustus hingga November 2024, merupakan masa di mana Rohidin berstatus nonaktif karena sedang menjalani cuti kampanye," ujar Kuasa Hukum, Aan Julianda, S.H., M.H.

BACA JUGA:Pleno PSU Dimulai Serentak di Bengkulu Selatan, Penentuan Pemimpin Baru Semakin Dekat

BACA JUGA:Cegah Pungli di Acara Perpisahan, Disdikbud Mukomuko Gandeng Tim Saber Pungli

Menurut Aan, tuduhan bahwa Rohidin menekan pejabat eselon II agar menyetor uang dengan janji mempertahankan jabatan dinilai tidak berdasar secara hukum. 

Ia menilai bahwa para pejabat yang disebutkan adalah individu yang memiliki kapasitas dan pengetahuan hukum yang mumpuni.

"Ketika seseorang sudah tidak menjabat sebagai gubernur, tentu tidak punya kewenangan untuk memberhentikan pejabat eselon II. Logikanya, jika Rohidin tidak terpilih kembali, maka ancaman pencopotan itu otomatis gugur," jelasnya.

Aan menyampaikan bahwa pihaknya akan memanfaatkan sidang lanjutan yang dijadwalkan pada Rabu 30 April 2025 untuk mengurai unsur-unsur dakwaan, terutama terkait dugaan intimidasi dan pemaksaan.

BACA JUGA:Segera Singkirkan! 7 Barang yang Harus Dibuang Sekarang Juga Agar Lingkungan Bersih

BACA JUGA:Penjelasan Ilmiah, 5 Bahaya Menjadi People Pleaser Menurut Ilmu Psikologi

"Nanti di persidangan akan kita uji, apakah benar ini bentuk pemerasan, atau apakah ada unsur keterpaksaan atau ancaman yang nyata, semua akan kami tanyakan dalam proses hukum yang berjalan," tambahnya.

Tak hanya itu, Aan juga menanggapi dakwaan lain yang menyebut bahwa Rohidin telah melanggar Pasal 70 Undang-Undang Pemilu, terkait dugaan mobilisasi aparatur sipil negara (ASN) dalam masa kampanye.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: