Awards Disway
HONDA

Belajar dari Brigita Manohara dan Srinjoy Chowdhury, Seni Menjadi Jurnalis TV yang Profesional dan Autentik

Belajar dari Brigita Manohara dan Srinjoy Chowdhury, Seni Menjadi Jurnalis TV yang Profesional dan Autentik

Menjadi jurnalis TV profesional bukan sekadar tampil menarik di layar, tapi juga menjaga kredibilitas, empati, dan kejujuran.--dokumen/rakyatbengkulu.com

BENGKULU, RAKYATBENGKULU.COM - Di tengah derasnya arus informasi dan ketatnya persaingan di dunia media, menjadi jurnalis televisi bukan sekadar tampil menarik di depan kamera.

Lebih dari itu, jurnalis TV dituntut untuk hadir secara autentik, profesional, dan mampu menjaga kredibilitas di mata publik.

Hal inilah yang menjadi inti pembelajaran dalam sesi ke-9 Voices of Tomorrow, ketika dua jurnalis terkemuka—Brigita Manohara dari TvOne dan Srinjoy Chowdhury dari Times Now India—berbagi pengalaman mereka tentang seni menjadi jurnalis TV yang profesional dan autentik.

Melalui kisah nyata dan refleksi pribadi, keduanya mengungkap bahwa kepercayaan pemirsa tidak dibangun hanya dari performa di layar, melainkan juga dari integritas, kejujuran, dan sikap sehari-hari di balik layar.

BACA JUGA:Ketika Cerita Mengubah Kebijakan, Kekuatan Environmental Journalism dalam Era Krisis Iklim

BACA JUGA:Jurnalisme Politik di Era Post-Truth: Bagaimana Political Reporting Menjaga Akurasi dan Integritas

Bagi para jurnalis muda, sesi ini bukan hanya ajang berbagi ilmu, tetapi juga panggilan untuk kembali memahami esensi dari TV Journalism & On-Camera Presence—bagaimana tampil dengan percaya diri tanpa kehilangan nilai-nilai dasar jurnalisme yang sesungguhnya.

Dalam dunia jurnalisme televisi, kamera bukan sekadar alat perekam, tetapi juga cermin yang memantulkan kepribadian, integritas, dan emosi seorang jurnalis.

Menurut Srinjoy Chowdhury, kehadiran di depan kamera (on-camera presence) bukan hanya tentang suara lantang atau gestur yang tegas. Yang lebih penting adalah kemampuan menyampaikan pesan dengan keaslian dan ketulusan.

“Penonton bisa merasakan apakah seorang jurnalis benar-benar memahami berita yang ia sampaikan atau hanya sekadar membaca naskah. Energi itu terpancar lewat mata, nada suara, dan ekspresi,” ungkap Srinjoy.

BACA JUGA:Jurnalis India dan Indonesia Memaknai Jurnalisme Data: Seni Menemukan Cerita di Balik Angka dalam Era Digital

BACA JUGA:Jurnalisme Digital di Era Distraksi, Palki Sharma dan Laban Laisila Bicara tentang Multimedia Storytelling

Ia menjelaskan, dalam TV Journalism, kredibilitas seorang reporter atau anchor sangat bergantung pada bagaimana ia menjaga keseimbangan antara profesionalisme dan spontanitas.

Dunia televisi menuntut ketenangan dalam menghadapi situasi tak terduga—dari siaran langsung di tengah bencana, wawancara dadakan dengan narasumber penting, hingga menghadapi tekanan waktu di ruang redaksi.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: