BENGKULU – Meskipun sebelumnya warga Kelurahan Kebun Keling menolak Balai Adat dijadikan sebagai rumah sakit darurat Covid-19, namun Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bengkulu, memastikan rencana itu tetap akan dilanjutkan.
Hanya saja, namanya akan diubah. Bukan rumah sakit melainkan Rumah Singgah (RS) Covid-19. Dijelaskan Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas PUPR Kota Bengkulu, Maas Syabirin, saat ini pihaknya sudah mengajukan berkas untuk anggaran melakukan rehabilitasi Balai Adat untuk dijadikan RS Covid 19. Pemkot juga akan memastikan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) yang dikhawatirkan oleh masyarakat akan dikelompokkan dan saring sesuai standar kesehatan. “Insya Allah akan tetap dilakukan pembangunan, namun memang saat ini kita masih menunggu persetujuan dan kajian dari APIP dan APH. Mengenai Limbah sebenarnya masyarakat tidak perlu takut dan khawatir. Sebab kita Dinas PUPR akan membuat IPAL yang akan melakukan penyaringan dan pengelompokkan jenis limbah. Sehingga limbah yang dikeluarkan adalah limbah rumah tangga yang telah melalui proses penyaringan sesuai dengan standarisasi limbah kesehatan,” jelasnya. Dia menambahkan, terkait warga Kebun Keling yang sempat melakukan demo, sebenarnya Dinas PUPR, Dinas Kesehatan dan RSHD sudah melakukan pembahasan dan memberikan edukasi kepada masyarakat beberapa hari sebelumnya terkait dengan rehabilitasi Balai Adat untuk dijadikan Rumah Singgah Covid 19. “Kita juga sudah menjelaskan, kalau Rumah Singgah ini digunakan untuk warga yang bukan positif Covid-19. Kemudian kita tidak menambah bangunan, hanya melakukan rehabilitasi gedung yang sudah rusak. Memang ada pro dan kontra namun memang pada akhirnya kita bisa memahami satu sama lainnya,” ungkapnya. Lanjut Maas, PUPR dan Dinkes masih menunggu kabar dari kelurahan dan kecamatan untuk mengundang terkait adanya pembahasan dan diskusi kembali kepada warga Kelurahan Kebun Keling tersebut. PUPR dan Dinkes akan kembali melakukan pembahasan untuk memberikan edukasi dan sosialisai terkait fungsi rumah singgah dan bentuk infrastruktur. Sebab Balai Adat ini hanya tempat singgah karantina atau tempat isolasi warga yang belum dinyatakan positif. Karena mengenai penjalasan dari Dinkes Balai Adat ini hanya dijadikan tempat untuk warga yang belum dinyatakan positif Covid 19 dan masih menunggu hasilnya, makanya kita tepat di Balai Adat untuk diisolasi. Kalau hasil swab mereka sudah positif maka akan langsung kita pindahkan ke Rumah Sakit. Di tempat yang berbeda, Kepala Dinkes Kota Bengkulu, Susilawaty menjelaska, RS Covid 19 digunakan sebagai antisipasi lonjakan pasien positif di Kota Bengkulu. Lalu, RS ini dijadikan sebagai pemisah pasien positif Covid-19 dengan keluarga, terutama bagi pasien positif yang memiliki rumah tidak memadai untuk isolasi secara mandiri. “Untuk pasien positif akan dirawat di rumah sakit rujukan Kemenkes, sementara itu keluarga akan diambil uji swab karena selalu berinteraksi dengan pasien. Keluarga yang telah diambil swab dan sedang menunggu hasil ini pun dikarantina dan diisolasi di balai adat,” terangnya. Lanjut Susilawaty, pasien karantina ini pun diminta untuk tetap berada di dalam balai adat, sampai hasil uji swab keluar. Jika negatif, maka langsung dipulangkan ke rumah. Tetapi jika hasilnya positif maka akan langsung dipindahkan ke rumah sakit. “Untuk IPAL memang akan dikonsep sesuai standar, sehingga tidak akan ada limbah yang mencemari pemukiman masyarakat, sehingga masyarakat tidak perlu takut. Semua ini dilakukan karena memang demi kepentingan bersama,” tutup Susilawaty. (jee)Balai Adat Tetap jadi Rumah Sakit Covid-19
Minggu 14-06-2020,16:41 WIB
Editor : redaksi rb
Kategori :