Nasib Pekerja di Bengkulu yang Tak Dilindungi Jaminan Sosial

Selasa 03-11-2020,15:05 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

BENGKULU - Dampak pandemi Covid-19 yang belum tahu sampai kapan berakhirnya menjadi mimpi buruk bagi M. Alfian (23). Bagaimana tidak, selama pandemi ini ia terpaksa dirumahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Sudah hampir tujuh bulan ini ia tak bekerja secara permanen.

Pihak perusahaan hanya memberikan santunan berupa paket Sembako setiap bulannya. Paket Sembako tersebut berisi beras 10 kilogram (kg), minyak goreng satu liter, sarden, telur, serta minuman herbal anti masuk angin.

"Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari saya kini berjualan pulsa. Modal sangat terbatas, pendapatan pun juga sedikit. Kadang saya ikut kerja buruh bangunan," ucapnya saat berbincang dengan rakyatbengkulu.com, Sabtu (10/10).

Alfian mengaku tak mendapatkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) dari pemerintah. Sebab, dia tidak terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. "Sudah 1,5 tahun bekerja belum dikasih BPJS Ketenagakerjaan. Saya kurang tahu, apa karyawan lain ada yang dikasih (BPJS Ketenagakerjaan, red). Mungkin ada tapi untuk manajer," ujar karyawan CV Makmur Abadi yang bergerak di bidang usaha pengolahan kayu ini.

BSU adalah program bantuan langsung tunai dari pemerintah kepada pekerja sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Bantuan langsung tunai ini diberikan sebesar Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan yang dicairkan melalui rekening bank. Hanya peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan dan mempunyai rekening saja yang bisa menikmati program bantuan langsung tunai itu.

Total ada 10,51 juta dari 12,2 juta peserta yang dikumpulkan se-Indonesia sebagai penerima BSU. Data ini berasal dari BPJS Ketenagakerjaan yang dikirimkan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Kehadiran BSU seharusnya bisa jadi angin segar bagi para tenaga kerja yang terdampak pandemi Covid-19. Sayangnya, masih banyak pekerja yang bernasib kurang beruntung seperti Alfian. Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Bengkulu menemukan setidaknya ada 100 perusahaan yang melakukan PHK dan "merumahkan" karyawan karena terdampak pandemi Covid-19. Sektor terbanyak adalah usaha perhotelan, rumah makan, pertokoan, dan perbankan. “Perusahaan perhotelan hampir 90 persen melakukan PHK maupun perumahan karyawan,” kata Kepala Disnakertrans Kota Bengkulu, Munarwan Syafui.

Per April lalu, Disnakertrans Kota Bengkulu menemukan sedikitnya 800 orang karyawan sudah diberhentikan dari perusahaan dan yang “dirumahkan” mencapai 3.000 orang. Status karyawan yang “dirumahkan” itu bervariasi. Ada yang masih menerima gaji meski tidak penuh. Ada pula yang tidak digaji, sehingga status mereka tidak jelas karena juga tidak di-PHK.

Dengan status “dirumahkan” ini karyawan tidak lagi menerima gaji dan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan pun otomatis terhenti. Akibatnya, status kepesertaan karyawan di BPJS Ketenagakerjaan yang “dirumahkan” menjadi tidak aktif. Pada akhirnya, karyawan kesulitan menerima BSU.

Jumlah karyawan yang harus kehilangan pekerjaan kemungkinan besar akan terus bertambah. Disnakertrans Kota Bengkulu menargetkan pencatatan bisa selesai pada akhir tahun ini. “Untuk bulan ini, karyawan yang dirumahkan sudah lebih ratusan karyawan sedang yang di-PHK belum tahu angka pasti. Yang jelas banyak juga,” tambah Munarwan.

Jumlah tenaga kerja yang di-PHK dan "dirumahkan" ini jauh lebih kecil dibandingkan data yang dilaporkan BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Bengkulu sebagai penerima BSU. BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Bengkulu mencatat hanya 57.028 tenaga kerja dari 62.000 tenaga kerja sebagai penerima BSU.

Jumlah peserta aktif ini juga jauh lebih kecil dibandingkan jumlah penduduk yang bekerja di Bengkulu. Data BPS Provinsi Bengkulu menunjukkan ada 1 juta orang penduduk yang bekerja hingga 2 Oktober 2020.

Pemerintah memang menyiapkan program alternatif bagi pekerja yang tidak bisa menikmati BSU. Namanya program Kartu Prakerja. Program bantuan biaya pelatihan dan insentif ini ditujukan bagi para pekerja yang dirumahkan, pencari kerja, serta pelaku usaha mikro dan kecil yang kehilangan pekerjaan dan atau mengalami penurunan daya beli akibat pandemi Covid-19 serta pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi.

Koordinator Posko Prakerja Disnakertrans Provinsi Bengkulu, Widhiswastya mengatakan, sudah sebanyak 71.243 orang yang mendaftar program Kartu Prakerja dan sudah memperoleh insentif hingga gelombang kesembilan. “Sebaran terbanyak di Kota Bengkulu,” jelasnya, Jumat (16/10).

Rinciannya, Kota Bengkulu yakni sebanyak 23.839 orang. Kemudian Kabupaten Rejang Lebong sebanyak 10.997 orang, Kabupaten Bengkulu Utara 8.747 orang, Kabupaten Kepahiang 5.985 orang, Kabupaten Bengkulu Tengah sebanyak 4.336 orang.

Selanjutnya, Kabupaten Bengkulu Selatan sebanyak 4.829 orang, Kabupaten Seluma 4.749 orang, Kabupaten Kaur sebanyak 3.346 orang, Kabupaten Lebong 2.420 orang, dan Kabupaten Mukomuko sebanyak 1.995.

Hingga kini, program Kartu Prakerja ini telah memasuki gelombang kesepuluh. Meski sudah 10 gelombang, Widhiswastya mengatakan, program Kartu Prakerja ini belum resmi ditutup. Dia mendengar kabar masih ada gelombang ke-11 karena untuk menampung pendaftar yang gugur karena tidak mengikut program pelatihan. “Jadi kuota yang gugur itu akan dikombinasikan ke gelombang 11. Tapi di gelombang 11 itu sampai sekarang belum ada kabar,” jelasnya.

Kuota di Bengkulu sebenarnya sudah melebihi batas karena banyaknya perusahaan yang melakukan PHK dan "merumahkan" karyawan. Bengkulu yang seharusnya mendapatkan kuota sekitar 42 ribu namun hingga sampai gelombang kesembilan sudah mencapai 71 ribu. “Jadi besar kemungkinan gelombang 11 Bengkulu sudah nggak ada lagi,” kata Widhiswastya.

Keberadaan pandemi Covid-19 mestinya membuka mata pekerja dan pemberi kerja mengenai pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan. Kepala BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Bengkulu, M. Imam Saputra mengakui, masih banyak perusahaan di Bengkulu yang belum mendaftarkan para pekerjanya di BPJS Ketenagakerjaan. Hanya 3.000 perusahaan dari 12.281 perusahaan dan usaha mikro, kecil, dan menengah yang mendaftarkan tenaga kerjanya di BPJS Ketenagakerjaan.

“Padahal jaminan sosial bagi pekerja ini telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Ini undang-undang, jadi bagi pemberi kerja wajib melindungi pekerja. Kepatuhan pemberi kerja memberi perlindungan bagi pekerja perlu ditingkatkan,” katanya, Rabu (7/10).

Imam meyakinkan, menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan mempunyai banyak manfaat. Diantaranya, ada jaminan risiko sosial apabila terjadi musibah yang dialami oleh tenaga kerja dan memiliki kepastian dalam menghadapi hari tua dan pensiun.

Manfaat jaminan ini mulai terasa ketika banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan di masa pandemi ini mencairkan klaim Jaminan Hari Tua (JHT). BPJS Ketenagakerjaan mencatat, ada lonjakan pencairan klaim JHT akibat peserta kehilangan pekerjaan. Pada Januari 2020, ada 217.196 peserta mengklaim JHT lalu pada April lalu menurun menjadi 100.416 klaim kemudian angkanya melonjak lagi pada Juni mencapai 284.448 klaim.

“Di Provinsi Bengkulu klaim JHT sejak Maret hingga September 2020 mencapai 11.045 peserta dengan pembayaran total Rp 92.489.973.042,” terangnya.

Menurut Imam, syarat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan juga mudah dan murah. Calon peserta cukup mendatangi langsung kantor BPJS Ketenagakerjaan dengan membawa persyaratan fotokopi KTP elektronik dan membayar iuran rendah per bulan hanya sebesar Rp 16.800. “Alihkan tanggung jawab perlindungan tenaga kerja pada BPJS. Jaminan sosial bagi masyarakat ini supaya tidak menimbulkan masalah kemiskinan baru,” katanya.

Manfaat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan ini yang dirasakan Chinny Phalkony (22). Dia baru bergabung di perusahaan tempatnya bekerja sejak Oktober 2019 lalu dan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan pada Maret 2020. “Awal September 2020 ternyata saya mendapat BSU sebesar Rp 1,2 juta. Alhamdulillah. Tadinya saya pikir nggak dapat,” ungkap staf pemasaran PT Semarak Bengkulu Permai ini.

Ia pun merasakan langsung manfaat baik dari program BPJS Ketenagakerjaan ini. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian lesu, ia mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah. “Sangat membantu. Saya baru pindah rumah, lumayan ada tambahan untuk biaya rehab rumah,” ucap Chinny.

Chinny mengaku bersyukur telah didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sebagai pekerja, ia merasa aman dan terjamin saat menjalani pekerjaan. “Produktivitas kami sebagai pekerja juga bisa menjadi semakin meningkat,” katanya. (rei)

Tags :
Kategori :

Terkait