Jokowi Tegaskan Tetap Gunakan PPKM Mikro, Kasus Covid-19 Tembus Rekor Baru

Kamis 24-06-2021,11:24 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

  JAKARTA - Presiden Joko Widodo kemarin (23/5) menegaskan bahwa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro tetap dijalankan. Di sisi lain perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia kembali memecahkan rekor kasus terkonfirmasi 15.308 orang.

Jokowi mengatakan bahwa pemerintah telah menerima banyak masukan terkait kebijakan penanganan Covid-19. Salah satu usulan yang didengar adalah pemberlakuan PSBB atau lockdown. “Pemerintah telah mempelajari berbagai opsi penanganan COVID-19 dengan memperhitungkan kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi politik di Indonesia dan juga pengalaman-pengalaman dari negara lain,” katanya.

Dia menegaskan bahwa pemerintah telah memutuskan PPKM Mikro. Langkah ini dinilai menjadi kebijakan yang paling tepat untuk menghentikan laju penularan Covid-19 hingga ke tingkat desa. Menurutnya, pemerintah melihat bahwa kebijakan PPKM Mikro masih menjadi kebijakan yang paling tepat untuk saat ini karena bisa berjalan tanpa mematikan ekonomi rakyat. “Saya sampaikan bahwa PPKM Mikro dan lockdown memiliki esensi yang sama, yaitu membatasi kegiatan masyarakat,” ungkapnya.

Jokowi meminta agar tidak perlu dipertentangkan antara PPKM mikro atau lockdown. Selain itu Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta agar PPKM mikro dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan.

Jokowi mengakui bahwa PPKM mikro saat ini belum menyeluruh dan masih sporadis di beberapa tempat. Dia minta kepada gubernur, bupati, dan walikota untuk serius menegakan aturan PPKM. “Optimalkan posko-posko Covid-19 yang telah terbentuk di desa atau kelurahan. Fungsi utama posko adalah mendorong perubahan perilaku masyarakat agar disiplin 3M dan menguatkan 3T,” ucapnya.

Jokowi juga meminta agar vaksinasi Covid-19 terus dilakukan hingga membentuk herd immunity. “Jika sudah ada kesempatan mendapatkan vaksin, segera ambil. Jangan ada yang menolak,” tutur Jokowi. Menurutnya, vaksin merupakan upaya terbaik saat ini.

“Saya minta satu hal yang sederhana ini, tinggallah di rumah jika tidak ada kebutuhan yang mendesak,” kata Jokowi.

Sementara itu, Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito menerangkan bahwa dalam 5 minggu terakhir, perkembangan pertambahan kasus positif lebih tinggi dari kasus sembuh. Hal ini kata Wiku harus menjadi perhatian bersama.

Data dari Satgas mencatatkan pertambahan 15.308 kasus baru. Hal ini jauh diatas jumlah kasus sembuh yang mencapai 7.167 orang. Jumlah pertambahan kasus ini juga melampaui rekor pertambahan kasus tertinggi pada 21 Juni lalu yakni 14.536 sekaligus menjadi pertumbuhan kasus tertinggi selama Pandemi di Indonesia.

Wiku menyebut, selama lima minggu terakhir, kasus baru selalu lebih tinggi dibandingkan dengan angka kesembuhan, dengan puncak selisih 17.391 kasus pekan ini. Wiku mengungkapkan kondisi tingginya kasus positif dibandingkan angka kesembuhan mingguan perlu mendapatkan perhatian. “Angka kesembuhan yang lebih rendah dibandingkan kasus positif perlu menjadi target utama perbaikan penanganan Covid-19,” jelas Wiku, kemarin (24/6).

Berdasarkan data per 20 Juni 2021, terdapat enam provinsi yang memiliki gap paling besar antara kasus positif dengan angka kesembuhan. Keenam provinsi ini berasal dari pulau jawa yaitu: DKI Jakarta (selisih 13.032 kasus); Jawa Tengah (selisih 7.171 kasus); Jawa Barat (selisih 6.670 kasus); Jawa Timur (selisih 2.239 kasus); DI Yogyakarta (selisih 2.131 kasus); dan Banten (selisih 878 kasus).

Selain tingginya gap antara kasus positif dengan angka kesembuhan, Satgas juga menyoroti enam provinsi yang memiliki kasus aktif tertinggi yaitu: Jawa Barat (29.784 kasus aktif); DKI Jakarta (11.411 kasus aktif); Jawa Tengah (10.050 kasus aktif); Papua (8.799 kasus aktif); Riau (6.291 kasus aktif); dan Kepulauan Riau (3.431 kasus aktif).

Wiku meminta kepada seluruh provinsi tersebut untuk segera memperbaiki kondisi COVID-19 di wilayahnya melalui evaluasi kebijakan yang diterapkan terkait kegiatan masyarakat. Sesuaikan aturan terkait kapasitas kantor, pusat perbelanjaan, restoran dan tempat makan, tempat wisata, serta fasilitas umum lainnya yang berpotensi menjadi titik penularan COVID-19.

Sementara itu, tingkat keterisian tempat tidur (BOR) terus menunjukkan tren yang kurang baik. ”BOR 5 dari 6 Provinsi ini mencapai lebih dari 80 persen per tanggal 21 Juni 2021. Hanya Provinsi Jawa Timur yang BOR nya di bawah 80 persen, yaitu 66,67 persen,” jelas Wiku.

Wiku menyebut Indonesia secara nasional mengalami peningkatan kasus mingguan sebesar 92 persen sejak 4 minggu terakhir. “Ini adalah kenaikan yang sangat tajam, dan tidak dapat ditoleransi,” pungkasnya.

Sementara itu, pelaku usaha di bidang hotel dan restoran memprediksi bahwa beban dan dampak pandemi Covid-19 tahun ini akan lebih berat dibanding tahun lalu. Dana cadangan yang digunakan pengusaha untuk mengganjal operasional kian menipis. Okupansi tak kunjung pulih, di sisi lain lonjakan kasus belum berhasil terkendali membuat pembatasan-pembatasan terus dilakukan.

Sekretaris Jenderal Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan bahwa sejak pandemi covid-19 dinyatakan masuk ke Indonesia pada Maret 2020 dan pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penurunan okupansi melanda sektor perhotelan. Pada April 2020, okupansi hotel sudah berada di bawah 10 persen dan bahkan mencapai nol persen. ”Tingkat keterisian baru membaik setelah pemerintah melakukan adjusment atau penyesuaian kebijakan dengan melonggarkan PSBB. Namun, berdasarkan data PHRI, okupansi tak serta merta kembali ke posisi semula,” ujarnya, kemarin (23/6).

Maulana membeberkan misalnya kontribusi Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE) yang biasanya mencapai 30-40 persen, juga belum mengalami perbaikan. ”Ternyata MICE tidak meningkat, hanya sekitar 10-15 persen di weekdays. Justru terjadi pertumbuhan sampai ada average 35 persen di leisure itu karena adanya long weekend dan cuti bersama,” tambahnya.

Namun, lanjut Maulana, pertumbuhan okupansi dari sisi leisure atau penginapan pun tak bisa mengkompensasi kerugian yang mendera hotel. Sebab, ketika okupansi meningkat, pengusaha menurunkan harga karena permintaan melemah. Maulana menjelaskan bahwa Indonesia mempunyai 3 momentum besar dalam kegiatan wisata nusantara, yakni momentum lebaran, natal dan tahun baru, serta libur sekolah. ”Namun, adanya pandemi covid-19, ketiga momentum tersebut terganggu,” tegasnya.

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan lockdown dilakukan di awal dengan mengunci DKI Jakarta, anggarannya tak sampai Rp 100 triliun. Dia membandingkan dengan alokasi dana yang sudah dihabiskan untuk penanggulangan Covid-19 oleh KPC-PEN, jumlahnya Rp 650 triliun. “Sekarang lebih mahal jika lockdown nasional. Pemerintah tidak siap mengalokasikan dana,” katanya.

Menurutnya pulau yang besar harus diamankan lebih dahulu. Lalu anggaran belanja pemerintah yang bisa ditunda, dilakukan penundaan. Seperti pembangunan ibu kota baru dan perjalanan dinas.

“Ekonomi difokuskan untuk membiayai pengetatan mobilitas nasional,” sarannya.

Di sisi lain, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas kemarin mengumumkan surat edaran tentang penyelenggaraan salat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban. Diantara ketentuannya adalah salat Idul Adha di zona merah dan orange ditiadakan. Ketentuan ini berlaku untuk slaat Idul Adha di masjid maupun di tempat terbuka seperti lapangan dan lainnya.

’’Surat edaran 15/2021 ini untuk memberikan rasa aman kepada umat Islam di tengah pandemi Covid-19 yang belum terkendali,’’ katanya kemarin (23/6). Selain itu juga mempertimbangkan adanya menyebarnya varian baru Covid-19. Yaqut mengatakan perlu diatur penerapan protokol kesehatan secara ketat dalam pelaksanaan salat Idul Adha maupun penyembelihan hewan kurban.

Di dalam surat edaran tersebut diatur bahwa takbir menyambut hari raya Idul Adha bisa dijalankan hanya di dalam masjid atau musala. Dengan ketentuan maksimal 10 persen dari kapasitas normal. Sedangkan untuk takbir keliling ditiadakan untuk mencegah munculnya kerumunan.

Kemudian salat Idul Adha dialksanakan di masjid, musala, atau ruang terbuka hanya di daerah zona hijau dan kuning. Sementara di zona merah dan orange, salat Idul Adha ditiadakan. ’’Di tempat yang boleh menjalankan salat Idul Adha, tetap mengikuti protokol kesehatan,’’ kata Yaqut. Seperti jumlah jamaah maksimal 50 persen dari kapasitas.

Selanjutnya surat edaran tersebut juga mengatur pelaksanaan pemotongan hewan kurban. Kemenag mengatur pelaksanaan pemotongan hewan kurban tidak dilaksanaka pada 10 Dzulhijjah atau bertepatan dengan Idul Adha. Pemotongan hewan kurban dilaksanakan pada 11-13 Dzulhijjah. Dengan demikian bisa mencegah adanya kerumunan.

Kemudian pemotongan hewan kurban dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH). Tetapi jika tidak ada RPH, bisa dijalankan di tempat lain dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Kegiatan pemotongan hewan kurban hanya boleh disaksikan orang yang berkurban. Kemudian daging kurban didistribusikan ke rumah penerima untuk mencegah adanya kerumunan.

Terpisah, desakan untuk menundah penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas kian menguat. Hal ini menyusul kenaikan kasus positif Covid-19 di Indonesia yang kian melejit.

Anggota Komisi X Himmatul Aliyah mengatakan, data Satuan Tugas Covid-19 menunjukkan bahwa penambahan kasus Covid-19 pada Senin 21 Juni 2021 lalu adalah tertinggi selama terjadi pandemi Covid-19. Terkait terjadinya lonjakan kasus tersebut, dia berharap agar uji coba PTM terbatas dihentikan sementara di provinsi-provinsi dengan penambahan kasus tertinggi.

Dia meminta pemerintah daerah di provinsi-provinsi yang mengalami lonjakan kasus untuk meninjau ulang pelaksanaan PTM terbatas yang rencananya diadakan pada tahun ajaran baru Juli mendatang. "Memaksakan penyelenggaraan PTM terbatas saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 dapat mengancam kesehatan dan keselamatan guru dan siswa," terangnya.

Padahal, ketentuan dalam SKB Empat Menteri mengenai panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa Pandemi Covid-19 menyebutkan bahwa proses pembelajaran selama Covid-19 harus memprioritaskan kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, daerah-daerah di Indonesia yang tidak ada penambahan kasus atau zona hijau dapat menyelenggarakan PTM terbatas. Namun, mengingat masih terjadinya lonjakan kasus Covid-19, pemerintah daerah harus mempertimbangkan tingkat risiko penyebaran Covid-19 di wilayahnya saat akan memutuskan menyelenggarakan PTM terbatas. "Jika dalam perkembangannya menunjukkan tingkat risiko yang tinggi, maka pemerintah daerah harus menunda pelaksanaan PTM terbatas," urainya.

Legislator asal Dapil DKI Jakarta II itu berharap agar orang tua siswa dapat bersabar atas penundaan pemberlakuan PTM terbatas. Sebab, hal itu merupakan pilihan terbaik demi menjaga kesehatan dan keselamatan siswa. Dia meminta para orang tua bisa terus berperan dalam mendampingi anak-anaknya selama pembelajaran jarak jauh.

Menurut Himmatul, uji coba dan pelaksanaan PTM terbatas dapat kembali dilakukan setelah terjadi penurunan kasus Covid-19. "Dan vaksinasi untuk guru sudah selesai sehingga pelaksanaan PTM terbatas dirasa aman bagi guru dan siswa," ungkapnya.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Sekjen FSGI Heru Purnomo mengungkapkan, kenaikan kasus yang diduga akibat varian Delta mutasi India, membuat kasus penularan terjadi begitu cepat. Satgas Covid-19 mencatat kasus konfirmasi positif secara nasional bertambah 14.536 pada Senin (21/6). Total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 2.004.445 kasus. Dari angka tersebut, 12,5 persen yang terinfeksi covid 19 adalah usia anak. Adapun angka kematian anak akibat covid-19 di Indonesia sudah tertinggi di dunia, yaitu 3-5 persen.

"Melonjaknya kasus seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah pusat dan daerah  untuk segera menghentikan ujicoba PTM terbatas," ujarnya. terlebih, untuk daerah yang positivity ratenya di atas 5 persen. Dengan begitu, jumlah anak yang berpotensi terinfeksi covid-19 dapat ditekan. Termasuk pendidik dan tenaga kependidikan.

Situasi ini juga harusnya ditindaklanjuti dengan penundaan pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021. "Kondisi ini sangat tidak aman untuk buka sekolah tatap muka”, ujar Heru Purnomo, Sekjen FSGI. Kecuali, untuk wilayah dengan Positivity rate dibawah 5 persen. Pemerintah Daerah dapat membuka sekolah apabila mereka memiliki mekanisme kontrol yang langsung ke sekolah.

Selain itu, FSGI juga meminta adanya data faktual tentang kesiapan sekolah, data lokasi/zona sekolah dan kondisi Geografis lingkungan sekolah. Setwlahnya, barulah pemerintah dapat memberikan ijin sekolah untuk tatap muka terbatas dengan pemantauan ketat.

FSGI turut mendorong Pemerintah menuntaskan program vaksinasi bagi seluruh guru dan dosen.  Karena sebagai kelompok prioritas vaksin, ternyata banyak pendidik yang  belum mendapatkan kesempatan di vaksin. Ada banyak hal yang mendasarinya. Oleh sebab itu, Dinas Kesehatan daerah dan Dinas Pendidikan harus bekerjasama mensosialisasikan manfaat vaksin di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan, terutama untuk kelompok yang tidak mau divaksin.

Terkait desakan ini, Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan , Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jumeri menegaskan, bahwa pemerintah tak menutup mata atas kondisi tersebut. Karenanya, secara jelas disampaikan bahwa PTM terbatas disesuaikan dengan penerapan PPKM di daerah tersebut. Bagi daerah yang tengah menerapkan PPKM tentu PTM tidak dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan SKB empat menteri soal PTM terbatas dan instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) soal PPKM.

Dia memastikan, Kemendikbudristek tidak akan mengambil kebijakan sendiri. "Seolah kita tuli dan buta soal ini. Tidak. Soal positivity rate dibawah 5 persen tadi kan masuk zona Merah," tegasnya.

Namun, dia menegaskan, bahwa amanat dari SKB empat menteri tersebut masih berlaku. Sekolah wajib membuka opsi PTM terbatas bila guru dan tenaga kependidkkannya sudah divaksin Covid-19 dan memenuhi daftar periksa. Terlebih, untuk daerah di luar zona merah. Penetapan zona ini pun diharapkan tidak mengacu pada satu kabupaten.mengingay, ada wilayah atau kecamatan dalam kabupaten tersebut yang mungkin berada di zona kuning atau hijau. Sehingga mereka tetap bisa melaksanakan PTM terbatas.

Opsi PTM tentu dibarengi opsi pembelajaran jarak jauh (PJJ) mengingat kemungkinan adanya orang tua siswa yang masih belum bersedia anaknya mengikuti PTM terbatas. "Karena kalau daring tidak semua bisa daring," ungkapnya.

Dia memastikan, sosialisasi mengenai aturan ini telah dilakukan ke seluruh dinas pendidikan. Dia juga meminta agar saat ada siswa atau guru dari zona merah sementara sekolah di zona hijau ataupun kuning, maka diminta untuk tidak ikut PTM. Mereka bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar dari rumah. "Sehingga gak ada kontak dari merah dan hijau," ungkapnya.

Jumeri menjelaskan, opsi PTM terbatas ini tetap harus diberikan. Ini jadi opsi terbaik untuk mengatasi learning lost karena PJJ masih belum memadahi. Banyak keterbatasan yang dimiliki siswa dan tenaga pendidik. Mulai dari gawai, jaringan, dan lainnya.

Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Hari Nur Cahya Murni turut mengamini. Dia menegaskan, instruksi Mendagri sudah sangat jelas msmberikan pesan pada gubernur, bupati, walikota bisa menetapkan dan mengatur PPKM mikro di wilayahnya. Untuk wilayah ini pun bisa berbasis desa, kecamatan, hingga RT/RW.

Kemudian, untuk PTM terbatas, lanjut dia, disampaikan bahwa untuk selain Zona Merah dapat melaksanakan PTM terbatas sesuai SKB empat menteri. "Di zona merah pembelajaran PJJ," katanya. (lyn/tau/agf/wan/mia/lum)

Tags :
Kategori :

Terkait