JAKARTA - Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia kemarin (18/7) memberikan evaluasi penanganan Covid-19 di Indonesia. Isolasi mandiri (isoman) menjadi perhatian karena banyaknya kasus meninggal di luar rumah sakit. Selain itu, vaksinasi Covid-19 juga menjadi sorotan lantaran masih tinggi kasus konfirmasi dan kematian. Dewan Penasehat Tim Mitigasi IDI Prof dr Menaldi Rasmin SpP kemarin mengatakan bahwa isolasi harus disarankan oleh dokter. Dia prihatin atas banyaknya pasien dengan kondisi yang buruk datang ke rumah sakit pasca isolasi mandiri. Ada juga yang datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi meninggal. “Dengan demikian dokter tidak kerja ekstra untuk suatu hal yang tidak terukur,” katanya. Pasien Covid-19 menurutnya sebaiknya datang di poli Covid-19 pada pagi hari. Lalu dokter yang berada di poli tersebut yang melakukan penilaian apakah pasien perlu ke rumah sakit atau cukup isoman. “Dengan demikian risiko dokter terpapar lebih sedikit,” ujarnya. Menurutnya, saat ini harus menjaga tenaga kesehatan. Mengurangi beban kerja dengan memilah pasien dan memastikan pasien tidak terjadi perburukan kondisi harus dilakukan. Disamping 3M dan 3T yang harus tertib dilaksanakan. Dalam kesempatan yang sama Ketua Tim Mitigasi IDI dr Adib Khumaidi SpOT mengatakan kondisi sekarang merupakan dampak dari tidak terkendalinya Covid-19. Sehingga menyebabkan keterpaparan tenaga kesehatan cukup tinggi. Dari 1 hingga 17 Juli ada 118 dokter yang meninggal. “Artinya kapasitas pelayanan untuk Covid-19 juga turun,” kata Adib menjelaskan dampak dari kenaikan kasus Covid-19 dengan pelayanan non Covid-19. Dia menyampaikan, seharusnya ada pemetaan rumah sakit, tenaga kesehatan, dan layanan kesehatan. Selain itu, sejalan dengan pernyataan Menaldi, isolasi harus dilakukan dengan pantauan tenaga kesehatan. “Masyarakat harus diberi pemahaman kapan bisa isolasi mandiri dan kapan ke rumah sakit,” ungkapnya. Selain itu dia menyatakan vaksinasi belum maksimal. Targetnya pemerintah melakukan vaksinasipada 208 juta orang. Namun yang dilakukan vaksin pertama baru 41 juta orang dan vaksin kedua sekitar 16 juta orang. Menurut data yang dihimpun Tim Mitigasi IDI, kematian dokter dari Februari hingga Juni mencapai 86 dokter meninggal. Rentan waktu pengumpulan data dimulai Februari karena vaksinasi tenaga kesehatan dimulai awal tahun. Dari 86 orang yang meninggal, 24 persen sudah divaksin. Lalu yang belum divaksin ada 41 persen. Sisanya masih diselidiki apakah ada komorbid atau faktor lainnya. “Kalau kita lihat dengan peningkatan kematian di Juni dan Juli, memang banyak faktor yang bisa dianalisa,” bebernya. Salah satu faktornya adalah banyaknya kasus yang dihadapi. Angka kematian dan peningkatan kasus Covid-19 tidak serta merta dibebankan pada vaksinasi. Adib mengatakan bahwa peningkatan kasus dan kematian ini karena banyak hal. Adanya kerumunan, 3M yang mulai kendor, dan adanya varian baru juga menjadi penyebab meroketnya kasus Covid-19 di Indonesia. Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa kunci penghentian penyebaran adalah meningkatkan testing dan telusur kontak (contact tracing). Dalam peningkatan kasus yanglebih dari 50 ribu per hari dalam beberapa hari terakhir, Yoga menyebut bahwa positivity rate (PR) berada di atas 30 persen. ”Ini benar-benar memprihatinkan. Hal ini bukan hanya menunjukkan tingginya penularan di masyarakat, tetapi juga jauh lebih tinggi dari negara tetangga kita. Vietnam, Kamboja dan Laos angkanya sekitar 2-3 persen saja,” kata Yoga. Beberapa negara di asia tenggara yang relatif tinggi tingkat PR nya seperti Malaysia dan Filipina pun menunjukkan angka PR yang lebih rendah. Malaysia 8,5 persen sementara Filipina 11 persen. Sementara India yang pernah sangat tinggi PR nya kini hanya tinggal 2,3 persen. Jauh dibawah Indonesia. Yoga menjelaskan, memang PPKM darurat yang tengah ddijalani prinsipnya untuk melaksanakan pembatasan, sehingga diharapkan kontak antar manusia menjadi lebih rendah dan penularan antar orang juga dapat ditekan. Tetapi tentunya masih ada (dan bahkan banyak) anggota masyarakat yang sudah tertular COVID-19, dan tentu harus ada upaya keras panngulangannya. ”Untuk ini, kegiatan Tes dan Telusur juga harus ditingkatkan secara maksimal sejalan dengan PPKM darurat sekarang ini. Tanpa ada tes dan telusur yang maksimal maka keberhasilan PPKM darurat akan sulit dicapai,” paparnya. Ada beberapa keuntungan dalam meningkatkan tes tan telusur. Yang pertama adalah menemukan kasus sesegera mungkin untuk diisolasi sehingga memutuskan rantai penularan. Memang menaikkan tes akan berpotensi membuat kasus semakin bertambah banyak. Namun itu lebih baik karena kita tahu sebera besar penularan di masyarakat. ”Tes bukan hanya menemukan kasus tetapi juga akan memutus rantai penularan. Jadi peningkatan test akan berperan amat penting menyelesaikan masalah COVID-19. Kalau tes hanya sedikit maka COVID-19 jadi terus menular di masyarakat dan persoalan tidak kunjung selesai,” paparnya. Sudah saatnya kata Yoga untuk menjadikan tes dan telusur sebagai metode utama untuk menyelesaikan Covid-19. ”Jangan ragu dan malu tentang kenaikan angka dan atau pewarnaan zonasi situasi keparahan daerahnya masing-masing,” jelasnya. Target yang harus dicapai untuk test sudahlah jelas, minimal 1 kasus per 1000 penduduk per minggu. Sehingga yang perlu dilakukan hanya meningkatkan kapasitas, petugas, hingga peralatan untuk mencapai target ini dengan minimal 1 per 30 penelusuran kontak. “Peningkatan tes ini juga relatif banyak melibatkan kegiatan kesehatan. Tidak terlalu berdampak pada aspek sosial ekonomi,” jelasnya. Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus berkolaborasi intensif dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), khususnya dalam mempercepat pendayagunaan lulusan bidang kesehatan seperti dokter, perawat dan bidan. Hal ini dilakukan menyikapi kurangnya tenaga kesehatan saat inj, baik karena meninggal dunia, sakit karena terpapar Covid-19, maupun terus melonjaknya kasus positif Covid-19. Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbudristek Nizam mengungkapkan, berdasarkan hasil koordinasi dengan Kemenkes, kebutuhan tenaga dokter dapat dipenuhi dari dokter pasca internsip. Saat ini sendiri, perguruan tinggi menghasilkan lebih dari 11 ribu dokter profesional setiap tahun. Kemudian, lebih dari 13 ribu dokter program pendidikan dokter spesialis serta dokter internsip yang mendapatkan pelatihan khusus. Terkait percepatan kesiapan dokter internsip, kata dia, telah dilakukan dengan percepatan penerbitan sertifikat profesi dari perguruan tinggi, sertifikat kompetensi dari organisasi profesi, dan surat tanda registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). "Sudah sekitar 3.300 lulusan baru Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) periode Mei 2021," tuturnya. Selain tenaga dokter, diperlukan pula akselerasi pendayagunaan sekitar 16 ribu tenaga perawat dan bidan, khususnya untuk di wilayah Jawa dan Bali. Kemendikbudristek juga telah berkoordinasi dengan asosiasi institusi pendidikan dan organisasi profesi untuk menggerakkan lulusan prodi keperawatan dan kebidanan ini. Khususnya, bagi 28.000 lulusan uji kompetensi periode Juni 2021 dari wilayah Jawa dan Bali. Nizam mengaku telah berkoordinasi dengan Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa bidang Kesehatan terkait kebutuhan tersebut. "Percepatan pelaksanaan uji kompetensi nasional selanjutnya telah kami koordinasikan, yakni pada Agustus dan September 2021," ungkapnya. Dengan demikian, lulusan bisa dapat segera mengabdi untuk penanganan pandemi Covid-19. Di sisi lain, lanjut dia, Kemendikbudristek juga menggerakkan fakultas kedokteran dan program studi (prodi) kesehatan untuk mendukung upaya percepatan vaksinasi. Baik itu untuk guru dan tenaga pendidikan, maupun gerakan Vaksinasi Merdeka yang dikoordinasikan oleh Polda Metro Jaya. Hingga saat ini, tercatat lebih dari 30 ribu relawan dari FK, RSPTN dan prodi kesehatan mengikuti program vaksinasi jni. "Kemendikbudristek dan Kemenkes juga sedang menyiapkan berbagai regulasi untuk mengatur kewenangan pelayanan, perlindungan keselamatan dan hukum, serta insentif untuk para relawan," paparnya. (lyn/tau/mia)
Isolasi Mandiri Harus Konsultasi Dokter
Senin 19-07-2021,13:54 WIB
Editor : redaksi rb
Kategori :