BENGKULU - Badan Pusat Statistik (BPS) menangkap tren soal tanah perkebunan yang mendominasi ekonomi. Serta kepemilikan atau penguasaan lahan yang sering timbulkan konflik, ditambah konversi lahan serta kesejahteraan petani kebun. Soal ini menjadi bahasan di masyarakat yang ternyata dapat dipantau perkembangannya melalui pemanfataan neraca penatagunaan tanah perkebunan, sebagai basis data untuk Bengkulu.
Koordinator Statistik Produksi BPS Provinsi Bengkulu Moh. Fatichuddin mengatakan dari persoalan yang kerap muncul itu, memiliki dampak inkonsistensi lahan yang beralih fungsi. Rendahnya kesejahteraan petani, serta perencanaan tidak tepat. Padahal jika Neraca penataangunaan tanah perkebunan disusun secara baik, dan dipergunakan maka yang seperti ini tidak perlu terjadi. “Dari data dan neraca semuanya dapat dipantau,” paparnya. Latar belakang indikator perkebunan yang sering menjadi kupasan adalah, sektor perkebunan pada tahun 2019 baru menyumbang 4 persen saja untuk produk domestik regional bruto Provinsi Bengkulu. Sedangkan nilai tukar petani subsektor tanaman perkebunan rakyat pada bulan September 2021 lalu sebesar 147,86 yang mengindikasikan petani yang menggarap sektor ini memiliki daya beli tinggi. “Artinya sektor ini potensial untuk mensejahterakan mereka,” bebernya. Dengan begitu jika kita menggunakan satu data untuk Perkebunan di Bengkulu sesuai amanat Perpres Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data Indonesia, tanggal 12 Juni 2019 kemungkinan simpang siur soal yang kerap meresahkan tidak perlu terjadi. Data Bengkulu dalam angka tahun 2020 sektor perkebunan adanya dukungan luas wilayah dan kondisi lahan di Provinsi Bengkulu terhadap komoditas tanaman perkebunan menjadikan wilayah ini banyak yang dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan. Selain dikelola oleh perusahaan pemerintah (Perkebunan Nusantara), terdapat juga perkebunan yang dimiliki dan dikelola rakyat. Komoditi yang dihasilkan antara lain kelapa sawit, karet, kopi, dan lain lain. Pada tahun 2019, kelapa sawit, karet, dan kopi merupakan komoditas unggulan dengan produksi masing-masing 738.377 ton, 98.010 ton, dan 58.391 ton. Sedangkan untuk luas panen lahan padi terjadi penurunan terutama di Kota Bengkulu akibat alih fungsi lahan pada tahun 2018 luas panen padi masih 1.033,46 Ha dan tahun 2019 turun menjadi 957,28 Ha. Salah seorang penggarap lahan pertanian, Soro (55) warga Kelurahan Dusun Besar mengatakan ia sekarang menggarap lahan sekitar 0,5 Ha. Padi di lahannya baru ditanam 3 minggu yang lalu. Hanya saja sekarang ini hama tikus sedang ganas menyerang, sehingga petani membutuhkan bantuan untuk memusanahkannya dan termasuk bantuan pupuk karen waktu pemupukan lanjutan sudah harus dilaksanakan. “Kami berharap bisa mendapatkan bantuan agar hama tikus bisa dibasmi,” tutupnya. (iks)Hilangkan Konflik Lahan, BPS Sarankan Neraca Penatagunaan Tanah
Selasa 12-10-2021,15:05 WIB
Editor : redaksi rb
Kategori :