Ongko Laokao

Jumat 21-01-2022,16:32 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

KETUA kelenteng se Indonesia meninggalkan kita: Ongko Prawiro. Orang kaya itu meninggal dunia: pemilik pabrik kertas PT Jaya Kertas. Saya mesong –melayat dalam bahasa daerah Hokkian– kemarin. Kantornya hanya sepelemparan batu dari kantor saya: dulu, di Jalan Kembang Jepun –pecinannya Surabaya.

Hampir 1.000 kelenteng di bawah koordinasinya. Ia jadi Ketua Umum Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD) se- Indonesia. Juga Ketua Umum Majelis Rohaniwan Tri Dharma Se-Indonesia (Martrisia).

Memang tidak semua dari lebih 1.000 kelenteng mau bergabung di situ. Kelenteng Tuban yang lagi bertengkar hebat itu di luarnya. Ongko (王钦辉) sudah kaya sejak dari papanya: "separo Kembang Jepun itu milik papanya" ujar yang melebih-lebihkan.

Kelenteng tempatnya sembahyang ada di pojok jalan itu –tinggal belok kiri sedikit: Kelenteng Dukuh. Dekat kampung Arab di Ampel. Tidak jauh dari kelenteng itu pernah terjadi penembakan dramatis di seputar perebutan harta di keluarga sangat kaya lainnya.

Ongko sendiri meninggal dunia dengan damai: di usia 75 tahun. Rabu 12 Januari 2022. Minggu sore sebelumnya dadanya terasa sesak. Ia tahu jantungnya bermasalah. Anak-anaknya memaksa sang papa ke rumah sakit. Salah satu menantunya adalah direktur Rumah Sakit Adi Husada, Surabaya. Tidak jauh dari rumah Ongko di Jalan Kertajaya Indah.

Mungkin Ongko masih terngiang. Di rumah sakit inilah salah satu orang terkaya Surabaya meninggal dunia: Arief Harsono, pemilik pabrik oksigen terbesar di Indonesia. Arief meninggal kekurangan oksigen akibat Covid-19.

Sang Papa menolak dibawa ke rumah sakit. Covid memang sudah reda tapi masih ada ancaman Omicron.

Malam itu sesaknya bertambah-tambah. Tekanan oksigen di rumahnya tidak cukup kuat. Tidak kuat lagi. Keesokan harinya Ongko dibawa ke rumah sakit. Langsung masuk ICU. Dibantu oksigen. Diberikan berbagai obat. Tiga hari kemudian meninggal dunia.

Ongko memang menderita diabetes sejak lama. Hobinya makan enak. Papanya Ongko kaya karena dagang tekstil dan membangun properti. Hotel terbaik Surabaya pada zamannya, Olympic, Keputran, adalah miliknya. Demikian juga Hotel

Niagara di Lawang, dekat Malang. Yang bangunannya mirip kastil di Eropa. Yang pernah berpuluh tahun jadi ikon Lawang. Tidak jauh dari Niagara itu pula, kelenteng besar ia bangun: persis meng-copy salah satu kelenteng berdewa besar di Taiwan. Masih eksis sampai sekarang.

Masyarakat Tionghoa Surabaya umumnya tahu kisah sukses ayah Ongko ini. Terutama kisah bagaimana ia sampai punya istri empat –dengan total anak 39 orang. Waktu istri pertama sudah melahirkan lima anak, sang istri sakit keras. Tidak ada obat yang bisa menyembuhkan. Sang suami akhirnya mencari laokao –ahli guamia/hongsui– sampai ke Tiongkok.

"Agar istri tidak meninggal, nyawanya harus disambung," ujar sang laokao –kira-kira saja begitu. Cara menyambung nyawa itu adalah: harus ada istri kedua. Dirundingkanlah "resep" laokao itu dengan sang istri. Setuju. Sang suami pun kawin lagi. Istri pertama sembuh. Keduanyi hidup rukun. Anak-anak pun lahir dari istri kedua.

Sepuluh tahun kemudian istri kedua pun sakit keras. Resep laokao sama: harus dicarikan sambungan nyawa. Itulah alasan perkawinan dengan istri ketiga. Tiga-tiganyi hidup rukun. Punya anak-anak pula.

Lalu, Anda sudah tahu kisah berikutnya. Setidaknya Anda sudah bisa menebak: istri ketiga pun sakit keras. Tidak bisa disembuhkan. Harus dicarikan nyawa sambungan lagi: istri keempat.

Sebetulnya masih harus dicari satu lagi nyawa sambungan berikutnya. Memang istri keempat belum sakit. Tapi perkawinan keempat itu sudah hampir 10 tahun. Padahal, menurut laokao, papa Ongko harus kawin setiap 10 tahun.

Tapi sang Engkong sudah tua. Tidak mau lagi. Salah satu istrinya pun meninggal dunia. Ia sendiri juga menyusul meninggal dunia, 1980-an. Inilah poligami damai yang tidak sampai digunjingkan seperti di PKS.

Awalnya Ongko Prawiro berbisnis tekstil seperti papanya. Tapi ia melihat temannya yang berbisnis di jalan yang sama. Toko di seberang jalan itu. Kok kelihatannya lebih enak: dagang kertas. Zaman itu, untuk kulakan kertas harus menyerahkan uang di muka.

Ongko pun ikut dagang kertas. Sama-sama barang lembaran, kertas tidak serumit tekstil. Di tekstil terlalu banyak corak. Setiap muncul corak baru, corak lama kurang laku. Uang banyak mati di stok lama. Padahal kian lama kian banyak corak baru. Kian cepat pula pergantian corak itu.

Beda dengan di kertas –yang hanya punya dua corak: putih dan putih sekali. Atau cokelat tebal dan cokelat tipis. Baru belakangan ada kertas aneka-warna. Dari dagang kertas itu Ongko menyalip teman di seberang jalan: naik ke industri kertas. Ongko membangun pabrik kertas sendiri. Papanya kurang setuju, tapi Ongko ingin lebih maju dari sang papa.

Pabrik itu ia bangun di Kertosono. Kok jauh dari Surabaya? "Harus dekat dengan pabrik gula. Bahan bakunya ampas tebu," ujar Ong Mardi Hartono, anak laki-laki satu-satunya dari lima anak Ongko. Otomatis Mardi yang jadi pimpinan puncak di Jaya Kertas sekarang ini.

Waktu itu pabrik kertas tidak diizinkan berdekatan. Agar tidak rebutan ampas tebu dari pabrik gula yang sama. Pabrik kertas Pakerin di Mojokerto. Surya Kertas di dekat pabrik gula Sidoarjo. Pabrik Kertas Leces di wilayah timur Jatim, dekat Probolinggo.

Pabrik Jaya Kertas terus berkembang. Apalagi di zaman beli-beli secara online sekarang ini. Diperlukan kian banyak kertas pembungkus. Lalu berkembang lagi ke pabrik kertas tisu. Zaman ini seperti tidak bisa hidup tanpa tisu. Paperless memang sudah lama diramalkan bakal terjadi. Tapi dua jenis kertas itu kian diperlukan.

Wajah Mardi sangat mirip papanya. Demikian juga postur tubuhnya. Empat adik wanita Mardi pun ikut menjalankan pabrik. Waktu saya mesong, semua anak Ongko lengkap ada di dekat jenazah. Demikian pula satu-satunya istri Ongko: Kinarti.

Ongko setia pada Kinarti. Tidak ada istri kedua, ketiga, atau keempat seperti papanya. Kinarti pun hidup bahagia bersama Ongko. Sebenarnya, waktu itu, ada sinyo lain yang mengincar Kinarti. Juga asal Malang. Sampai pun sang Sinyo menyewa salah satu toko papanya Kinarti. Agar bisa berdekatan dengan gadis Kinarti.

Bahkan sang Sinyo sampai menggunakan nama Kinarto ketika harus punya nama Indonesia. Bayangannya: Kinarto bisa dapat istri Kinarti. Waktu itu Kinarti masih di SMA Santa Maria Malang. Dia tidak tahu kalau lagi diincar sinyo Kinarto.

Suatu hari papanyi memanggil Kinarti. Untuk dijodohkan dengan Ongko Prawiro dari Surabaya. Gadis zaman itu tidak punya pilihan. Perjodohan masih menggunakan "sistem jeweran". Sang gadis dijewer telinganyi untuk diberitahu siapa suaminyi.

Kinarto sendiri belakangan juga menjadi orang sukses: sangat kaya. Propertinya merajalela di mana-mana. Kinarto biasa memanggil saya lao da –saudara tua. Ongko, Kinarti, dan anak-anak mereka masih rajin ke kelenteng sampai sekarang. Terutama ketika bulan purnama dan bulan kosong. Juga di hari-hari ulang tahun Dewi

Kwan Im –lahirnyi, hari jadi dewinyi, dan muksanyi. Dewi Kwan Im sangat penting bagi mereka. Demikian juga laokao. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Langit Nusantara

Maramuda Sahala tidak ada larangan untuk bernama nusantara, dulu, sekarang atau akan datang. nama kembar sudah biasa. di AS bahkan banyak kota bernama seperti negara. saya kira yg terpenting adalah apakah pakde bisa menyelesaikan proyek ini selama masa pemerintahannya? sebab kalau tidak, bisa terancam mangkrak karena penerusnya tidak mau meneruskan.

Mujiono Piknik Kenapa yg dihitung suku kata tidak jumlah huruf NUSANTARA yg memiliki 9 huruf, dimana angka 9 Baik dalam Jawa, China, dan Islam. merupakan angka istimewa, NU pun pakai 9 bintang di lambangnya dan dalam wikipedia bahasa cina 9 (jiu) artinya kekal, umur panjang

Irvan Nongka Nama daerah Nusantara bagi kami di Makassar terkesan lucu kalau bukan negatif. Jalan Nusantara di Makassar telah lama menjadi pusat hiburan malam (prostitusi). Kami di Makassar jika menyebut "mau ke Nusantara", kesannya akan negatif. Hahahaha

Udin Salemo Semua orang Kalimantan penyabar. Hasil alam dikeruk sejak zaman old : kayu & rotan, sampai sekarang berjayanya zaman now : batu bara dan kelapa sawit.

Botol Cuil Pak Bos SELOSO WAGE yaa.. Kalo istri saya SETU LEGI Setengah Tuwo Lemu Ginuk2

Pengamat Jalanan Kata Almahum ibu saya, nama seseorang itu bisa menunjukan hari lahirnya. Misal, orang yang lahir hari Jum'at, biasanya diawali dengan huruf D. Dolah, Dirjo, Darno dll. Kalau Hari Sabtu. Diawali huruf W. Warmo, Wasmo, Waridah. Kalau Hari Minggu, diawali huruf K. Kasdulah, Kadir, Kardi dll. Suatu hari, saya dan bapak saya duduk di teras rumah. Leawatlah cewek dengan sepeda motornya. Dalam hati aku bergumam, "ih cantik juga nih cewek." Tiba-tiba bapa nyletuk, "Kamu gak bisa kawin sama dia...." "Kenapa?" Tanya saya. "Bapak dia lahirnya hari Minggu, sama seperti bapakmu." Kok bapak saya tahu hari lahir bapak dia. Tanya saya dalam hati. Oooo.... Ternyata bapak dia bernama Kasir. Jadi, lahirnya hari Minggu. Terus apa hubungannya dengan nama ibu kota baru? IKN lahir di hari Selasa. Awalannya N Nanti jodohnya atau yang jadi gubernur orang yang lahir di Hari Sabtu. Jangan diambil hati.

Purnomo Inzaghi Saya setuju dengan idiom "apalah arti sebuah nama". Entah itu Nusantara, Naypyidaw, Putrajaya, Gudang Garam atau Djarum, yang paling ditunggu tentunya bulan Agustus 2024 apakah upacara kemerdekaan sudah bisa dilakukan di kota Nusantara, apakah Presiden Jokowi akan jadi satu satunya Presiden RI yg masuk istana negara di Jakarta dan keluar istana di Nusantara? Nampaknya ini pertaruhan besar Pak Jokowi, jika gagal maka bisa jadi sejarah buruk yang akan menghapus kegemilangan beliau dalam hal infrastruktur yg fenomenal. Satu hal yang pasti, saya lahir di hari Rabu Wage.

Alexs sujoko sp Saya baru bangga kalau Pak Jokowi sudah bisa membuat Jalan Tool yang menyatukan 5 propinsi di Kalimantan. Kalau masih cuma bangun Ibu Kota Baru belum kami rasakan dampaknya ke kami - kami di sini.

Amat Benar benar sekali. Cerita ini akan diturunkan ke anak cucu. Saya juga ikut serta dalam pemindahan ibu kota baru Indonesia. Saya telah membuat pantun untuk Nusantara. Pantun berisi doa. Sudah tercatat. Tersimpan di Disway. Mbah Mars dkk. saksinya. Kalau anak cucu saya mau melihat, mereka bisa mencarinya di kolom komentar Disway. Balasan komentar Pak Thamrin. Ah, bangga sekali.

Liam hehehe, penggemar Pak DI yang ngikut di twitter ,IG mungkin blom banyak yang tau, di Disway ada privilege khusus buat komentator. Pak DI bisa semaput baca komentar nya kalo sudah tembus 1000 hahaha.

Mbah Mars Kelak tiba masanya orang-orang yg terlibat pembangunan IKN Nusantara akan dengan bangga bercerita ke orang-orang. Ngethuprus alias berbusa-busa. Pak Jkw: "Itu dibangun saat periode saya. Saya yg kasih nama" Menteri2 : "Kementrian saya yg paling berperan" DPR:"Saya ikut rapat pengesahan UU nya" Para tukang:"Tanpa saya tdk akan ada ibu kota baru !" Tukang masak:"Emang mereka kuat bikin ibu kota tanpa saya ?" Pak DI: "Saya nulis artikel tentang IKN di Disway" Para komentator:"Benar2 monumental. Saya ikut komen artikel tentang ibu kota baru." Amat, Udin Salemo, Arya Bediun, Sea Lead, Aji, Johan, Robban, Mulianto, Liam, Thamrin, Alexs, Aat dkk punya crita yg tak kalah heboh:"Unforgettable. Komen saya terpilih dalam artikel tentang ibukota Nusantara"

Tukang Nggambar Kalau keberuntungan dan kemajuan disandarkan kepada nama saja, gimana dengan A ME RI CA yang juga 4 suku kata, masih meragukan kemajuannya? ZIM BAB WE juga 3 suku kata, masih meragukan juga kemajuannya? Apalagi SU RA BA YA? Apalagi DAH LAN IS KAN? Ups... Amit bah nyuwun duko..!

Zombi Semua Aparatur Sipil Negara yang berhubungan dengan Pengelolaan Pemerintahan, akan pindah ke IKN baru. Otomatis akan membuat biaya hidup mereka tambah tinggi. Karena pasti ada biaya mudik ke kampung halaman dengan biaya yang mahal. Karena harus naik pesawat. Semoga mereka disana tidak rajin mengumpulkan amplop sogokan untuk biaya mudik tersebut. Semoga saja.

Tags :
Kategori :

Terkait