Penundaan Pemilu Lecehkan Hak Konstitusional Warga

Minggu 20-03-2022,10:53 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

    JAKARTA, rakyatbengkulu.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan mengatakan, penundaan pemilu melecehkan hak konstitusional warga.

Dia menjelaskan hak konstitusional warga negara Indonesia tidak hanya dijamin UUD 1945, tetapi juga deklarasi universal hak asasi manusia (HAM).

Adapun hak konstitusional yang telah dijamin itu ialah hak memilih dan dipilih. “Hal ini merupakan suatu hak konstitusional yang menjadi satu hak asasi manusia,” kata Kahfi, Sabtu (19/3).

BACA JUGA:  Hemat Anggaran Buat Tepis Keinginan Tunda Pemilu Untuk itu, perlu adanya pemilu yang tidak direkayasa dan dilakukan secara periodik. Dengan begitu, wacana penundaan pemilu telah melecehkan hak konstitusional masyarakat Indonesia.

“Artinya, selain melecehkan konstitusi, penundaan pemilu juga melecehkan hak konstitusional masyarakat,” tegas Kahfi.

Sebelumnya, wacana penundaan pemilu disampaikan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.

Kemudian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan juga mengklaim adanya data yang menunjukkan 110 juta pengguna media sosial tidak menginginkan Pemilu 2024.

Senada disampaikan Koalisi Rakyat Lawan Oligarki. Upaya penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden dinilai sebagai pengkhianatan terhadap UUD 1945.

Tak hanya itu, para elite negeri yang menyuarakan hal tersebut seperti ingin melihat rakyat berdarah kembali layaknya menumbangkan rezim Orde Baru.

BACA JUGA:  Muswil VI PPNI, Aklamasi Fauzan Kembali Terpilih Ketua DPD Bengkulu Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan mahasiswa Abdul Kholiq dalam diskusi daring.

 
Tak peduli Rakyat
Koalisi tersebut menilai pemerintah dan DPR tidak pernah peduli dengan pendapat rakyat mengingat produk legislasi selama ini yang ugal-ugalan, minim informasi, antikritik, dan mengabaikan partisipasi rakyat.

“Mulai dari revisi UU KPK, revisi UU Minerba, revisi UU MK, Omnibus Law UU Cipta Kerja. Hingga UU IKN yang dikebut dengan cara-cara yang sama, yaitu tidak pernah mau mendengar protes dan keluhan rakyat,” kata Abdul, Sabtu (19/3).

Dia mengutip pernyataan Jules Verne dalam buku berjudul ‘Twenty Thousand Leagues Under The Sea’ yang mengatakan kekuasaan punya telinga tetapi tidak mendengar, punya mata tetapi tidak melihat.

Oleh karena itu, menurut dia, wacana penundaan pemilu perlu diwaspadai karena sudah ada tindakan nyata para elite politik yang berupaya merealisasikan penundaan itu.

Buktinya, anggota kabinet Presiden Joko Widodo telah menyuarakan keinginan menunda pemilu atau menambah masa jabatan secara terbuka.

Baca Selanjutnya>>>
Tags :
Kategori :

Terkait