
JAKARTA, RAKYATBENGKULU.COM – Di tengah gembar-gembor pemuda sebagai tulang punggung bangsa dan agen perubahan menuju Indonesia Emas, film "GJLS: Ibuku Ibu-Ibu" justru mengajak kita tertawa sekaligus refleksi dengan suguhan komedi absurd yang mengocok perut.
Film ini membawa nuansa unik yang mengingatkan pada genre mumblecore dari Amerika Serikat era awal 2000-an, di mana improvisasi menjadi kunci dalam penyutradaraan dan sinematografi.
Baik aktor, sutradara, hingga kru kamera terlibat secara spontan, menghasilkan keautentikan yang berbeda dari film arthouse penuh simbolik atau film konvensional.
Bahkan, proses editing menyisipkan adegan salah (bloopers) yang justru memperkuat komedi dan selaras dengan alur cerita.
BACA JUGA:Anime Festival Asia Hadirkan Rumah Hantu Khas Jepang
BACA JUGA:Pelindo Mulai Normalisasi Alur Pelabuhan Pulau Baai, Siap Sambut Kapal Besar
Jalan Cerita
Cerita dimulai dengan Tyo (Bucek), seorang juragan kosan yang baru saja kehilangan istrinya.
Namun, duka Tyo justru dimanfaatkan oleh tiga anaknya: Rigen (Rigen Rakelna), Hifdzi (Hifdzi Khoir), dan Rispo (Rispo Ananta).
Mereka berusaha meyakinkan Tyo untuk menjual aset keluarga demi menutup masalah finansial yang menjerat masing-masing.
Hifdzi harus segera menikah karena pacarnya sedang hamil, Rigen panik mencari pengganti mobil bos EO yang hilang, dan Rispo terjebak dalam lingkaran utang serta perjudian daring.
BACA JUGA:Gaji PPPK Tahap I 2024 Mukomuko Cair Agustus, Pelantikan Digelar Akhir Juni
BACA JUGA:Hangatnya Samgyetang, Sup Ayam Ginseng Korea yang Cocok Dinikmati Saat Musim Hujan
Tapi plot makin seru saat Tyo mengumumkan akan menikahi Feni (Nadya Arina), SPG muda yang tinggal di kosan, bahkan berencana mewariskan usaha kos-kosan kepadanya.
Anak-anak pun curiga Feni adalah serigala berbulu domba yang mengincar harta keluarga.