
JAKARTA, RAKYATBENGKULU.COM – Pergeseran budaya pola asuh antargenerasi bisa menjadi akar luka emosional antara orang tua dan anak.
Hal ini diungkapkan Psikiater Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ, dalam peluncuran buku Pulih dari Trauma di Jakarta, Minggu (13/7).
Menurut Jiemi, banyak anak zaman sekarang merasa trauma karena orang tua dianggap tidak pernah meminta maaf.
BACA JUGA:Ternyata Sup Bisa Bantu Redakan Gejala Flu! Ini Hasil Studi Terbarunya
BACA JUGA:IKA PMII Siap Kawal Asta Cita Prabowo-Gibran, Bakal Bentuk Lembaga Think Tank
Namun, kenyataannya tak sesederhana itu.
“Ada pergeseran budaya. Dulu orang tua meminta maaf lewat tindakan, bukan kata-kata. Sekarang generasi muda ingin komunikasi langsung dan terbuka. Tabrakan budaya ini yang sering menyebabkan trauma,” jelas Jiemi, seperti dilansir antaranews.com.
Ia menambahkan bahwa banyak orang tua sebenarnya berniat baik, namun terbentur oleh cara komunikasi yang terbentuk dari budaya lama.
BACA JUGA:Danau Bak Blau Memikat! Wagub Mian Terpesona, Pemprov Siapkan Jalur Khusus Wisata Enggano
BACA JUGA:Panggung Berubah Jadi Tangis, Seniman Legendaris Bengkulu Tutup Usia Saat Tampil Langsung
Anak yang tidak memahami konteks ini bisa merasa diabaikan secara emosional.
“Kita ngerasa orang tua nggak pernah minta maaf, padahal bentuk maaf mereka berbeda. Bukan karena nggak peduli, tapi karena caranya beda,” katanya.
Kondisi ini bisa menyebabkan konflik hingga putusnya komunikasi antaranggota keluarga.
BACA JUGA:Kasus Pneumonia Naik, Pemkot Bengkulu Minta Orang Tua Jangan Anggap Remeh Batuk Pilek Anak
BACA JUGA:Mirip Maldives! Danau Bak Blau di Enggano Siap Jadi Primadona Wisata Bengkulu