HONDA

Dampingi 21 Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Linda: Memang Tak Kami Ekspos

Dampingi 21 Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Linda: Memang Tak Kami Ekspos

KEPAHIANG – Dituding tidak pernah melakukan pendampingan terhadap perempuan dan anak (PA) korban kekerasan seksual, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kepahiang, angkat suara. Dinas P2KBP3A mengklaim sudah melakukan pendampingan terhadap 21 kasus terkait PA di Kabupaten Kepahiang selama tahun 2020.

 Dikemukakan Sekretaris Dinas P2KBP3A Kabupaten Kepahiang, Linda Rospita, SH, MH pihaknya terus melakukan pendampingi atas setiap perkara yang dialami perempuan dan anak. Hanya saja keterbatasan personel pendamping, membuat kinerja pihaknya tidak begitu terlihat oleh publik.

“Kalau dibilang kami tidak ada pendampingan, itu jelas salah besar. Kami bahkan terus melakukan pendampingan terhadap perkara PA yang dilaporkan kepada kami. Hanya saja mungkin keterbatasan personel, jadi kinerja kami terlihat tidak maksimal. Karena memang pada dasarnya disini hanya ada 3 personel yang melakukan pendampingan,” terang Linda kepada Rakyat Bengkulu, Senin (28/9).

Diakui Linda, dari puluhan perkara terkait PA di Kabupaten Kepahiang yang disampaikan aparat penegak hukum kepada pihaknya, hanya 1 perkara yang memang tidak sempat mereka dampingi maksimal. Yakni perkara sodomi yang korbannya 9 orang anak dibawah umur terjadi beberapa bulan lalu.

 “Untuk perkara sodomi itu, sidang perkaranya secara daring. Selain karena kami tidak mengetahui jadwal sidang, kondisi saat itu juga sedang masa pandemi Covid-19 sehingga memang kami tidak sempat mendampingi korban sewaktu sidang. Namun untuk perkara lainnya, kami terus lakukan pendampingan,” jelasnya sembari memperlihatkan data-data korban yang telah pihaknya damping.

 Selain itu Linda mengeluhkan sikap dari beberapa korban dan keluarganya yang lebih dulu melaporkan setiap perkara kepada aparat penegak hukum. Tidak melapor kepada Dinas P2KBP3A. Menurutnya jika aparat tidak berkoordinasi dengan pihaknya, seringkali pihaknya tidak mengetahui perkara yang terjadi.

“Kadang korban dan keluarganya sering langsung lapor ke polisi, jadi kami banyak tidak mengetahui. Kami tahu setelah dalam masa penyidikan, polisi berkoordinasi dengan kami. Coba kalau korban atau keluarganya lebih dulu mengadu ke kami, mungkin kami bisa turun lebih awal sebelum diberitahu oleh polisi,” bebernya.

 Mengenai keterbatasan anggaran, Linda mengaku hingga saat ini dukungan anggaran untuk program pencegahan di Dinas P2KBP3A sangat minim sekali. Di tahun 2020 saja pihaknya hanya dialokasikan anggaran sebesar Rp 100 juta melalui APBD 2020. Sementara untuk usulan APBDP 2020, diakui Linda pihaknya tidak mendapatkan anggaran sama sekali untuk program pencegahan.

“Kita harapkan di APBD 2021 mendatang anggaran pencegahan kita bisa diperbesar, dan kami sudah sampaikan usulan anggaran mencapai Rp 400 juta untuk program pencegahan agar bisa dialokasikan di APBD 2021 mendatang,” ungkapnya.

Kemudian tingginya angka kasus perempuan dan anak sebagai korban di Kabupaten Kepahiang dalam beberapa tahun terakhir, Linda mengatakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Mulai dari tingkat ekonomi, perhatian keluarga, gadget dan faktor agama. “Untuk itulah kami menegaskan, dalam hal pencegahan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab OPD kami saja, melainkan juga multi sektor. Termasuk peran keluarga sangat vital dalam hal ini. Karena umumnya perkara terkait perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum khususunya, banyak terjadi dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Selain ada juga pengaruh gadget dan rendahnya nilai religiusitas di keluarga itu sendiri,” pungkasnya.

Sementara itu Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Kepahiang Andrian Defandra, SE, M.Si yang juga koordinator Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kepahiang, mengakui bahwa anggaran yang dialokasikan untuk program pencegahan di Dinas P2KBP3A masih sangat minim. “DPRD juga tidak bisa berbuat banyak, karena angka itulah (Rp 100 juta) yang diusulkan oleh TAPD ketika pembahasan anggaran. Tidak mungkin dewan yang menambah anggaran, nantinya bisa bermasalah dengan hukum,” terang Aan. (sly)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: