HONDA

Truk Batu Bara Tidak Ditimbang

Truk Batu Bara Tidak Ditimbang

BENGKULU - Wajar saja apabila truk batu bara dengan muatan besar di atas 8 ton atau melebihi kapasitas jalan kelas III masuk Bengkulu dengan mudah. Pasalnya sudah tujuh tahun ini truk angkutan tidak ditimbang.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bengkulu Drs. Darpinddunin setelah kewenangan timbangan yang barada di jalan negara diambil alih oleh Kementerian Perhubungan maka sekitar tujuh tahun terakhir ini tidak ada mobil yang membawa barang dan batu bara dilakukan penimbangan.

“Setelah keluarnya peraturan itu tidak ada mobil bermuatan dilakukan penimbangan karena kita pemerintah provinsi tidak ada lagi kewenangan,” sampainya.

Ia menambahkan saat ini timbangan tersebut belum sepenuhnya diserahkan ke Kementerian Perhubungan dikerenakan masih diurus sertifikatnya. Saat ini pihaknya masih mengurus sertifikat timbangan itu di bidang aset, “Kementerian tidak mau menerimanya kalau belum ada sertifikatnya,” ujarnya.

Sementara itu, keluhan dari warga di Desa Giri Kencana, Desa Bukit Makmur, Desa Air Sekamaknak, dan Desa Air Sebayur Kabupaten Bengkulu Utara, terhadap mobil angkutan batu bara mendapatkan sorotan dari Pakar Hukum Pidana, Prof. Dr. Herlambang, SH., MH , ia menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka memang untuk angkutan tidak diperkenankan melebihi kapasitas kelas jalan. Untuk di Provinsi Bengkulu sendiri saat ini, masih pada kelas tiga, yakni untuk tonase muatan tidak boleh melebihi 8 ton.

"Kalau melihat undang undang jalan raya, jika melebihi dari tonase misalnya. Ya tegakkan saja undang-undang jalan raya, mereka itukan seharusnya masuk ke dalam timbangan, untuk dicek. Kita kan masih menduga duga kalau lebih maka gunakan undang-undang jalan raya, kan gitu. Memang selama ini tidak pernah dilakukan, makanya banyak jalan jalan kita yang rusak ini. Akibat angkutan yang melebihi tadi," jelasnya.

Apalagi setiap tahun itu, lanjutnya, untuk jalan di provinsi ini harus dilakukan perbaikan bahkan ada yang rehab. Ini disayangkan, pasalnya selain untuk hal tersebut bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat umum lainnya. Ini bisa dihindarkan jika aturan dalam undang-undang lalulintas bisa ditaati.

"Memangnya rehab jalan terus, dana itu kan bisa digunakan untuk yang lain. Misalnya bangun sekolah, puskesmas," tambahnya.

Sementara untuk kewenangan pemilik jalan, dan siapa yang harus mengawasi menegakkan aturan undang-undang ini. Menurutnya, semuanya berada di kewenagan Pemerintah, baik pemerintah daerah maupun nasional. "Persolaan bukan begitu, memang jalannya memang wewenang balai jalan. Tetapi undang-undang lalu lintas itu bukan punya daerah tertentu saja. Tapi untuk seluruh Indonesia, siapa yang memiliki kewajiban untuk menegakkan undang-undang lalulintas itu yang menjalankannya," jelasnya.

Sementara itu, apabila nantinya bisa menimbulkan kecelakaan, karena jalan berlubang dan segala macamnya. Maka yang tanggung jawab itu Pemerintah Daerah.

"Baru boleh digugat Pemerintah Daerah. Karena dia yang bertanggung jawab atas penegakan undang-undang lalu lintas itu. Apalagi kalau pemilik jalan itu Pemerintah daerah. Nah kalau pemilik jalan itu negara maka negara itu yang digugat," ucapnya.

Bukan angkutan batubara saja, namun untuk semua angkutan yang memiliki kapasitas tonase yang melebihi kapasitas jalan. Maka hal serupa dapat dikenakan. Menjadi tugas pemerintah untuk menegakkan aturan undang-undang ini.

"Makanya negara diberi kewajiban untuk menegakkan kalau ada pelanggaran undang-undang lalu lintas. Kalau kamu tidak tegakkan maka kamu yang harus bertanggung jawab Lo, kira kira penjelasan seperti itu," jelasnya.

Terpisah, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, Sumardi menyatakan pihaknya mendukung akan permintaan terhadap direalisasikan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bengkulu Nomor 6 tahun 2013 tentang Peraturan Pengguna Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Angkutan Hasil Pertambangan dan Angkutan Hasil Perkebunan.

"Jadi prinsipnya kalau mau diterapkan betul pada prinsipnya DPRD mendukung, bagus. Gak papa, cuma terapkan betul tidak ada dispensasi kecuali BBM dan gas lpg. Mau dia sembako atau hasil tambang itu sama saja," kata Sumardi.

Dijelaskannya, jika berdalih dengan keuntungan yang diraih tidak sebanding dengan ongkos angkutan bila menerapkan batasa tonase 8 ton. Pada prinsipnya semua orang pasti menginginkan keuntungan. Tidak ada satu orang pun yang berkegiatan dengan yang tujuannya rugi.

"Coba  bayangkan 8 ton kali berapa kali jalan, ongkos angkut dihitung pertonase kan. Gak hanya batubara, kelapa sawit juga sama, gak boleh diskriminatif ke batubara saja. Semua angkutan juga tidak boleh melebihi 8 ton kalau sesuai dengan aturan itu. Kan jadi persoalan besar. Makanya lebih baik happy ending saja," jelas Sumardi.

Menurutnya, jika semua ditentukan dalam aturan untuk, jenis angkutannya. Mengingat yang menjadi persoalan adalah ukuran dari tonase. Maka jika mengacu di persoalan besaran kapasitas muatan. Dapat diambil kesimpulan kebijakan yang bersama. Misalnya kalau mau pakai dumbtruck, maka yang boleh dipakai hanya untuk jenis angkutan itu untuk semuanya angkutan.

" Kan kalau muatan bisa sampai 10 sampai 12 ton kalau dipadatkan. Artinya saya setuju kalau diterapkan betul, melalui Perda nomor 6 Tahun 2013 itu, cuma ya itu tadi kecuali BBM dan LPG tidak ada dispensasi. Kita sama tegas, jadi ya sama sama repot mereka sesama pengusaha," tukasnya.

Ini dikarenakan, lanjutnya, dari pembeli barang yang diangkut, hanya terima saja, biasanya para pembeli ini, mereka kan terima barang di depan tidak ada yang menghitung apa apa.  Baik batubara, sawit, CPO pembeli terima  ditempat.

"Tidak menghitung berapa muatan kamu,nanti apakah semua pengusaha sanggup seperti itu," ajaknya.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa dari pertemuan sebelumnya antara pengusaha batubara, Pemprov Bengkulu, pengusaha angkutan, serta dewan provinsi Bengkulu. Guna membahas permohonan dari masyarakat terkait keluhan dengan angkutan batubara ini. Diketahui dalam waktu dekat, akan diadakan pertemuan kembali dengan melibatkan pihak Balai Jalan nasional selaku pemegang kewenangan atas jalan nasional di Bengkulu ini.

"Dari rapat kemarin, dalam waktu dekat ini akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini, untuk berkoordinasi dengan pak bupati, polres kodim Bengkulu Utara, dan perwakilan Kementerian Perhubungan di Bengkulu Utara. Itu janji pak gubernur, pada waktu itu. Nah untuk kepastian pelaksanaan kami tidak tahu ya, itu yang kami dengar pada waktu rapat kemarin. Diberitahukan bahwa mereka akan rapat di lokasi. Kami selaku dewan kan hanya mendukung saja sifatnya," jelasnya.

Sementara berkaitan dengan sopir angkutan yang dinilai arogan oleh masyarakat, dalam surat yang diajukan tersebut. Ia berpendapat bahwa pihaknya pengusaha harus selektif dalam memilih sopir untuk angkutan hasil pertambangan ini.

"Kan sopir itu harus punya SIM dan sebelum dapat SIM ini kan harus mengetahui dan mematuhi tata tertib di jalan. Artinya dalam merekrut sopir itu, oleh para agen angkutan itu harus selektif. Pertama punya SIM, dan kedua secara psikologis orang itu harus diketahui. Misalnya dia ugal ugalan atau tempramen maka dia tidak bisa jadi sopir di jalan umum itu tidak bisa. Kan kalau mengendarai angkutan dijalan umum itu harus sabar dan mematuhi aturan," tutup Sumardi. (war)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: