HONDA

Pencairan Anggaran Covid-19 di Daerah Lamban

Pencairan Anggaran Covid-19 di Daerah Lamban

  RB ONLINE - Langkah agresif pemerintah pusat dalam mengalokasikan anggaran tidak dibarengi dengan cepatnya penyaluran di ranah pemda. Terbukti, simpanan dana pemda di perbankan hingga akhir Juni 2021 meningkat. Total, ada dana mengendap Rp 190 triliun. Akibatnya, penanggulangan pandemi Covid-19 di daerah lamban. Ekonom Indef Dhenny Yuartha menyebutkan, setidaknya ada tiga faktor pemicu seretnya serapan anggaran penanganan Covid-19 di daerah. BACA JUGA: Serapan APBN di Provinsi Bengkulu Masih Rendah, Rp 1, 046 Triliun DAK Fisik Mengendap Yakni, kapasitas fiskal yang sempit, kapasitas birokrasi dan komitmen politik, serta pola penyerapan anggaran pada akhir periode. ”Kapasitas fiskal sebenarnya sangat sempit, lalu didukung anggaran yang mengendap di perbankan cukup besar. Dengan begitu, implementasi penyaluran ke masyarakat di level daerah tidak cukup efektif,” ujar Dhenny dikutip jawapos.com. Terkait dengan birokrasi, pemda harus lebih dulu mendapat persetujuan dari DPRD dalam relokasi anggaran. Ditambah, penyerapan anggaran biasanya lebih banyak digenjot pada akhir periode. Pola itu makin membuat anggaran penanganan Covid-19 tak kunjung terakselerasi. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi BLT desa hingga 19 Juli baru mencapai Rp 6,11 triliun. Padahal, pagu yang dialokasikan Rp 28,8 triliun. Artinya, pemda baru mencairkan 21,12 persen. Menkeu Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyentil pemda terkait dengan rendahnya serapan anggaran tersebut. Ani memerinci, di antara total 434 kabupaten, ada 163 daerah yang realisasi penyaluran BLT desanya sangat rendah. Bahkan kurang dari 15 persen. ”Hanya 21 daerah yang realisasi anggarannya di atas 50 persen,” ungkapnya. Sementara itu, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto menjelaskan, setelah dijatuhkannya sanksi peringatan, realisasi dana Covid-19 yang bersumber dari APBD mengalami sedikit kenaikan. ”Sudah ada kenaikan, tapi tetap perlu digenjot,” tuturnya kemarin. Kenaikan tersebut, misalnya, terlihat dari hasil refocusing 8 persen dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH). Ada beberapa provinsi yang realisasinya di atas 50 persen. Sebut saja Jawa Timur (58 persen) dan Kalimantan Timur (70 persen). Meski demikian, dia mengakui bahwa masih banyak provinsi dengan realisasi di bawah 20 persen. Baca Selanjutnya>>>

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: