BANNER KPU
HONDA

Ekonomi Digital di Bengkulu Tumbuh, Warga Tetap Butuh Kartu

Ekonomi Digital di Bengkulu Tumbuh, Warga Tetap Butuh Kartu

BENGKULU, rakyatbengkulu.com - Transformasi digital perbankan mengalami percepatan di tengah pandemi Covid-19. Pembatasan aktivitas fisik membuat masyarakat perlahan beralih pada penerapan ekonomi digital. Digitalisasi ini turut berdampak pada pola transaksi masyarakat.

Tren transformasi digital yang semakin menguat berimbas pada berkurangnya transaksi menggunakan kliring warkat debet di triwulan IV 2021 di Provinsi Bengkulu. Data Bank Indonesia Provinsi Bengkulu mencatat secara nominal, nilai transaksi SKNBI pada triwulan IV mengalami penurunan sebesar 2,07% (qtq) dari Rp279 miliar pada triwulan III menjadi Rp273 miliar pada periode triwulan laporan.

Tercatat penggunaan kliring warkat debet pada triwulan IV sebanyak 6.075 lembar. Penggunaan kliring warkat debet pada triwulan ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dibanding kuartal sebelumnya yang mencatat penggunaan sebanyak 6.000 lembar.

“Meskipun penyelesaian transaksi dilakukan secara non tunai, transaksi kliring warkat debet membutuhkan penyerahan fisik bilyet atau giro sehingga penggunanya masih terbatas di masa pandemi ini,” ungkap Pengawas Junior Unit Implementasi Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengawasan SP-PUR Bank Indonesia (BI) Provinsi Bengkulu, Faishal Ahmad Farrosi.

Disebutkan, transaksi fisik di perbankan cenderung mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari indikator data transaksi kliring cek atau giro jumlahnya sudah sangat minim. “Itu dari satu indikator tersebut sudah rendah,” imbuhnya.

Menurut Faishal, transaksi non tunai di Bengkulu memang terlihat meningkat. Kecenderungannya positif untuk transaksi non tunai. Selain itu transaksi non tunai lainnya seperti uang elektronik juga meningkat. Transaksi QRIS pun meningkat.

“Karena kemarin pandemi permintaan uang tunai di masyarakat juga berkurang, akhirnya permintaan non tunai meningkat,” bebernya.

Bank Indonesia pun terus mendorong masyarakat untuk memanfaatkan pembayaran non tunai. Melalui, QRIS, uang elektronik, B-FAST, dan digital banking yang dapat meminimalisir kontak fisik dalam bertransaksi.

Program QRIS 12 juta merchant dan kegiatan kampanye uang elektronik yang dilakukan oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran mendorong pengguna uang elektronik di Provinsi Bengkulu mencapai 374.243 akun.

Pengguna akun uang elektronik mengalami pertumbuhan di sepanjang tahun 2021 ditutup dengan pertumbuhan sebesar 9,89% pada triwulan IV 2021. Dana floating atau dana yang tersimpan dalam uang elektronik masih menunjukkan pertumbuhan yang sehat dari Rp12,1 miliar menjadi Rp14,5 miliar (19,47% qtq).

Perkembangan transaksi non tunai di Provinsi Bengkulu juga menunjukkan tren peningkatan. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah penggunaan QRIS yang mencapai 82.652 merchant hingga April 2022, atau tumbuh sebesar 108 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

“Peningkatan ini selaras dengan meningkatnya kebutuhan dan kesadaran masyarakat dalam memanfaat pembayaran non tunai melalui QRIS, terutama saat diberlakukannya pembatasan kegiatan masyarakat selama pandemi Covid-19,” katanya.

Bank Indonesia, lanjutnya, juga terus mendorong penggunaan transaksi non tunai pada pandemi Covid-19. Caranya dengan mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien.

Seperti, meningkatkan limit transaksi QRIS yang semula Rp5 juta menjadi Rp10 juta, berlaku sejak 1 Maret 2022. Kemudian, menurunkan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk merchant kategori Badan, Layanan Umum (BLU) Public Service Obligation (PSO) yang semula 0,7 persen menjadi 0,4 persen berlaku sejak 1 Juni 2021.

“Kita juga memperkuat edukasi dan sosialisasi QRIS baik dari sisi supply dan demand. Selain itu, memperkuat infrastruktur pembayaran digital dan meningkatkan literasi digital,” imbuh Faishal.

Meski demikian, lanjutnya, permintaan uang tunai masyarakat juga semakin tinggi. Perbankan melakukan penarikan uang tunai pada triwulan IV 2021 sebesar Rp2.16 triliun, atau 44% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp1.5 triliun.

Sementara itu, setoran masyarakat pada periode yang sama tercatat hanya sebesar Rp1.07 triliun sehingga Provinsi Bengkulu membukukan net ouflow sebesar Rp1.09 triliun. Kondisi net outflow menandakan masyarakat semakin optimis dengan kondisi perekonomian ke depan sehingga porsi belanja masyarakat lebih besar dibandingkan untuk motif simpanan dan berjaga-jaga.

Tak hanya itu, penggunaan alat pembayaran berbasis kartu melalui kartu ATM/Debet di Bengkulu juga tumbuh meningkat. Ini sejalan dengan kondisi ekonomi yang membaik pada triwulan IV 2021. Jumlah kartu ATM dan kartu debet yang beredar meningkat sebanyak 95 ribu kartu. 90% proporsi kartu yang beredar di Bengkulu merupakan kartu debet.

“Transaksi tunai meningkat, karena 2020-2021 pandemi yang tadinya permintaan uang tinggi tiba-tiba turun. Ketika pandemi sudah mereda mereka bisa bertransaksi lagi menggunakan uang,” beber Faishal.

Tapi kalau dilihat pertumbuhan tunai masih kalah jauh dari non tunai. Pertumbuhan tetap lebih besar pertumbuhan non tunai. “Karena infrastruktur IT terutama jaringan internet di Bengkulu masih belum bagus, sehingga tunai masih dibutuhkan,” paparnya.

Potret Perbankan Digital di Bengkulu

Perbankan di Bengkulu terus berupaya meningkatkan transaksi digital. Salah satunya Bank Mandiri. Melalui program Livin’ To The Max, Bank Mandiri terus mengajak nasabah untuk tingkatkan transaksi digital.

Bank Mandiri terus berupaya meningkatkan aktivasi dan penggunaan digital super app Livin’ by Mandiri (berlogo kuning) oleh nasabah perseroan. Termasuk nasabah baru.

Vice President Bank Mandiri Area Bengkulu, Indra Reynaldi Mewar mengatakan, pengguna saluran digital Livin’ by mandiri (logo kuning), kini sudah dapat upgrade dengan berbagai fitur yang menjawab semua kebutuhan dalam satu aplikasi.

“Buka rekening online tanpa perlu video call. Pemblokiran kartu, aplikasi kartu kredit, New Livin’ juga terhubung dengan ekosistem e-wallet. Serta tunai tanpa kartu sudah ada di situ. Jadi solusi perbankan di genggaman Anda,” ungkap Indra.

Indra mengemukakan, program Livin’ To The Max bertujuan memberikan apresiasi kepada nasabah yang sudah memberikan kepercayaan kepada Bank Mandiri khususnya dalam melakukan transaksi digital.

Program ini juga diharapkan dapat meningkatkan transaksi nasabah pada aplikasi Livin’ by Mandiri. Dia menjelaskan, Livin’ To The Max adalah program undian berdasarkan Livin’ poin yang dikumpulkan nasabah atas setiap transaksi yang dilakukan.

"Livin’ by Mandiri merupakan bentuk penyempurnaan terkini digital banking dengan fitur teranyarnya antara lain pembukaan rekening baru, verifikasi wajah, quick access, tarik tunai tanpa kartu, top up dan update saldo emoney dengan satu klik hingga transfer dan bayar tagihan favorit di satu tempat,” jelas Indra.

Indra menambahkan, hingga akhir Februari 2022, super app Livin' By Mandiri di Area Bengkulu telah mencatatkan lebih dari 57 ribu pengguna, meningkat 71 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Bank Mandiri berharap melalui program ini, masyarakat tertarik untuk dapat menikmati setiap fitur baru yang ada pada Livin’ by Mandiri dan dapat turut merasakan kenyamanan serta kemudahan bertransaksi secara online dengan Livin’ by Mandiri.

"Melalui pembaharuan Financial Super App Livin' by Mandiri, telah mampu mendigitalisasi hampir seluruh layanan transaksi nasabah Bank Mandiri. Tercatat, hingga kuartal III 2021 lebih dari 95 persen transaksi perbankan Bank Mandiri sudah dapat dilakukan secara digital tanpa harus ke cabang,” ucap Indra.

Data Bank Indonesia Provinsi Bengkulu juga menunjukkan belum tampak adanya pengurangan kantor bank di Bengkulu. Ini artinya, meski ekonomi digital mulai tumbuh namun transaksi perbankan masih tetap dilakukan di kantor bank.

Jumlah kantor bank umum menurut status kepemilikan tahun 2021 sebanyak 252, tahun 2022 tetap 252. Rinciannya, bank pemerintah 125, bank pemerintah daerah 76, dan bank swasta nasional 51.

Bahkan jika merunut pada data sejak tahun 2017 hingga 2022 bank pemerintah justru terdapat penambahan. Yakni dari 99 kantor pada 2017 menjadi 125 pada 2022. Demikian juga bank pemerintah daerah dari 45 kantor pada 2017 menjadi 76 kantor pada 2022.

Sedangkan bank swasta nasional mengalami penurunan, dari 56 kantor pada 2017 menjadi 51 kantor pada 2022.

Infografis: Jumlah Kantor Bank Umum di Bengkulu Menurut Status Kepemilikan. Link infografis klik di sini.

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperketat dan tidak akan memberikan izin khusus untuk bank digital. Hal itu guna melindungi data nasabah dari cyber security.

“Karena saat ini maraknya bank konvensional dan bank asing ingin bertransformasi ke bank digital. Maka pihak otoritas tidak akan memberikan izin khusus kepada bank digital,” kata Kepala OJK Bengkulu, Tito Adji Siswantoro.

Tito mengatakan, pihak bank yang ingin menamakan bank digital ataupun bertranformasi harus memenuhi peraturan sesuai dengan POJK No. 12/POJK.03/2021 untuk memberikan layanan digital kepada nasabah. Berdasarkan UU perbankan saat ini hanya ada Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

“OJK pun tidak mendefinisikan bank digital sebagai bentuk bank baru, melainkan tetap merupakan bank, tetapi dari sisi kelembagaan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah. Lalu, harus memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang pruden dan berkesinambungan.

“Pihak bank harus benar-benar sudah mempunyai manajemen risiko, aspek perlindungan konsumen, cyber security, dan layanan digital yang memadai,” tegasnya.

Ia menekankan, OJK tidak akan memberikan izin khusus ke bank digital, tetapi harus memenuhi POJK 12/2021. (rei)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: