Danau Dendam
"MASA orang sebanyak itu pesan kopi satu"
Begitu kira-kira klarifikasi dari pedagang wanita kawasan wisata Danau Dendam Tak Sudah (DDTS), yang belakangan diketahui bernama Yulis.
Tampilannya di video klarifikasi, sudah jauh berubah dengan video pertama yang kemudian viral di media sosial. Mengenakan make up maksimal, Yulis menyuarakan pembelaannya. BACA JUGA: Viral Cekcok Pengunjung Vs Pedagang Danau Dendam, Ini Saran Masata
Sekaligus, pembelaan secara umum para pedagang di kawasan DDTS.
Di sana ngontrak, mencari nafkah dan kebetulan momen lebaran adalah saat yang tepat meraup keuntungan lebih dibanding hari - hari biasa.
Diwawancarai langsung rakyatbengkulu.com pun, Yulis juga tak menampik kawasan DDTS milik umum. Siapapun berhak duduk menikmati indahnya kawasan danau, yang konon telah ada sejak zaman Belanda.
Namun, sebagai pedagang dirinya juga butuh keuntungan. Di sana, ia mengeluarkan modal menyewa tempat. Termasuk menyediakan tenda dan kursi yang ada di bibir danau.
Adapun cara menawar kepada pengunjung, dia menilai adalah hal yang lumrah. Salah kah Yulis, atau para pedagang lain di kawasan DDTS?
Sebab, bagi warga kota ataupun yang sudah pernah ke kawasan DDTS sudah jadi hal yang lumrah jika ingin duduk di sana harus pesan makanan atau minuman. BACA JUGA: Yaaa… TBS Sawit Masih Murah
Jika tak mau, ya seperti itu tadi. Seperti yang kemudian viral videonya di media sosial. Apakah jadi salah juga, jika kemudian pengunjung hanya sekedar duduk tanpa memesan sesuatu kepada pedagang di kawasan DDTS?
Akan jadi persoalan tentunya, bagi pengunjung yang baru pertama kali ke sana. Kesan pemaksaan akan muncul, sebab di sana jelas adalah fasilitas milik umum.
Fasilitas publik, yang semestinya siapapun berhak ke sana, nyaman tanpa gangguan apapun. Sebab, kawasan DDTS bukan milik pribadi, ataupun milik pedagang di sana.
Peran Pemerintah
Sekalipun para pedagang mengklaim, telah mengeluarkan biaya untuk berdagang di sana. Jadi memalukan tentunya bagi daerah, lantaran video cekcok pedagang VS pengunjung menjadi viral. BACA JUGA: Benteng Marlborough Primadona Wisata Sejarah
Nama Bengkulu, lagi - lagi terkenal dari sisi negatifnya saja. Kesan publik, tepatnya warganet adalah orang Bengkulu (tepatnya pedagang DDTS) arogan.
Tidak welcome kepada pengunjung. Jika ini yang tertanam, jelas akan sangat merugikan daerah.
Nama Bengkulu yang memiliki seabrek potensi wisata, akan tercoreng hanya lantaran insiden di DDTS. Di sini, pemerintah daerah mesti mengambil peran. Jangan dibiarkan persoalan ini berlarut.
Sejak provinsi ini ada, bisa dikatakan penataan, pembenahan wajah DDTS jalan di tempat. Tak ada perubahan berarti di kawasan, yang sudah menjadi salah satu ikonnya objek wisata Kota Bengkulu itu.
Belajarlah dari daerah-daerah yang sudah mampu mengemas potensi wisatanya dengan baik. Baca Selanjutnya>>>
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: