Dinas TPHP Provinsi Bengkulu Klaim PT BRS Proses Izin Perpanjang HGU 700 Hektar
BENGKULU, rakyatbengkulu.com- Persoalan perizinan hak guna usah (HGU) perusahaan perkebunan PT Bimas Raya Sawitindo (BRS) di Bengkulu Utara yang menuai konflik antara warga dengan perusahaan BRS masih terus berlanjut dengan melakukan aksi demo di Kantor Gubernur dengan tuntutan masyarakat yang ingin meminta menutup aktivitas perusahaan, Senin (6/6).
Dalam aksi tersebut Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, Ricky Gunarwan ikut menemui para masa aksi yang mangataskan nama warga 11 Desa tersebut dan mempertayakan kuasa atas nama rakyat.
Ia juga menjelaskan bahwa PT BRS ini memiliki 3.000 Hektar HGU namun hanya digarap 700 Hektar yang sudah berakhir pada tahun 2018 lalu. Saat ini, perusahaan sudah mengajukan proses perpanjangan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“ PT BRS meraka punya lahan 3000 Hekter yang digarap hanya 700 Hekter yang sudah berakhir pada tahun 2018 lalu, dan ini sudah proses di BPN dan kalau proses pengadaan lahan itu kewenangan dari BPN berdasarkan dari rekomendasi Bupati, masih layak diperpanjang atau tidak,” ujarnya.
Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, Ricky Gunarwan, Proses Perpajangn HGU juga ada rekomendasi kepala daerah kabupaten yang mengeluarkan. Rekomendasi tersebut berdasarkan seketika perusahaan masih melakukan aktifitas kegiatan dan luasanya hanya pada yang digarap oleh perusahaan.
“ Bupati melakukan rekomendasi untuk perpanjang, tidak seluruhnya 3000 itu tapi dari yang mereka garapkan 700 hektar” Jelas Ricky
Ia mengatakan, dari luas lahan yang dimiliki 3000 hektare tersebut dan yang sudah digarap seluas 700 hektare dan sisahnya itu tidak perna digarap oleh PT BRS ini dan akan di kembali ke Negara melalui pemerintah.
“Dan yang sudah mereka kuasai itu 700 hektare dan yang sudah mereka kuasai inilah yang akan diperpanjang. Yang tidak mereka kuasai itu akan dilepaskan dan kembali kepada negara,” pungkasnya.
Sementara itu, Koordinator sengketa Kantor Pertanahan Muhammad Abdullah membenarkan jika memang izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan sudah habis. Namun sejak 2018, perusahaan sudah mengajukan perpanjangan yang saat ini masih diproses di Badan Pertanahan Provinsi Bengkulu.
“Dalam pengurusan tersebut ada beberapa proses yang harus dilalui dan sampai saat ini masih berjalan. Termasuk kita menyelesaikan status lahan untuk dilakukan perpanjangan,” katanya.
Perusahaan juga sudah menyiapkan lahan 114 hektare untuk digunakan sebagai plasma bekerja sama dengan masyarakat. Hal ini menjadi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan dalam mengajukan perpanjangan izin.
“Jadi memang perusahaan masih legal beraktivitas karena memang izinnya lagi dalam proses saat ini. Lahan yang diajukan tersebut saat ini masih dikuasai perusahaan,” Ungkap Abdullah
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Nurhasan HR mengatakan pihaknya menuntut agar PT. BRS ini dihentikan aktivitasnya karena sudah tidak memiliki sertifikat HGU sejak tahun 2018.Untuk hak privilege yang diberikan hanya 2 tahun. Tahun 2018 sampai tahun 2020.
“Artinya dari tahun 2018 ke tahun 2020 mereka punya keperdataan dan hak pembaharuan izin HGU itu. Kita tahu bahwa saat ini sudah tahun 2022, dan pembaharuan itu sampai sekerang tidak juga selesai,” sampaikannya.
Menurutnya, perusahaan yang berada di suatu daerah itu harus memiliki asas manfaat untuk masyarakat yang berada di desa-desa setempat. “Kalau perusahaan tersebut tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.
Maka hentikan aktivitas yang ada di perusahaan tersebut dan cabut izin usahanya,” tegasnya. (gik/eng/prw)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: