BPOM Temukan Kerupuk Mengandung Boraks di Rejang Lebong, UMKM Dibina dan Diingatkan Bahayanya

BPOM Temukan Kerupuk Mengandung Boraks di Rejang Lebong, UMKM Dibina dan Diingatkan Bahayanya--ist/Rakyatbengkulu.com
REJANGLEBONG, RAKYATBENGKULU.COM – Loka Pengawas Obat dan Makanan (POM) Kabupaten Rejang Lebong menemukan praktik berbahaya dalam produksi makanan lokal.
Sebuah industri rumah tangga kedapatan menggunakan boraks, zat kimia berbahaya yang telah lama dilarang penggunaannya dalam pangan, dalam pembuatan kerupuk.
Menanggapi temuan ini, BPOM mengambil pendekatan edukatif dengan memberikan pembinaan terlebih dahulu kepada pelaku usaha, sembari tetap menegaskan komitmennya terhadap pengawasan ketat demi melindungi kesehatan masyarakat.
Kepala Loka POM Rejang Lebong, Pupa Feshirawan Putra, mengungkap bahwa kasus ini terungkap setelah pihaknya menerima laporan dari BPOM Provinsi Bengkulu terkait pengiriman bleng kristal, senyawa yang umumnya mengandung boraks dalam kadar tinggi, ke wilayah Rejang Lebong.
BACA JUGA:592 Nakes RSUD Rejang Lebong Akhirnya Terima Tunjangan Remunerasi, Total Capai Rp 2,1 Miliar
BACA JUGA:137 Desa di Bengkulu Selatan Sudah Cairkan DD dan ADD, 5 Desa Tertunda karena Berkas Belum Lengkap
“Kami bergerak cepat begitu mendapatkan informasi. Saat operasi, kami mendapati paket berisi 22 kilogram bleng cap Djago, yang setelah diperiksa, positif mengandung boraks. Padahal, boraks sudah jelas dilarang digunakan dalam pangan karena membahayakan kesehatan,” jelas Pupa.
Tim gabungan Loka POM dan Polres Rejang Lebong langsung menggelar operasi pengawasan terpadu di Kecamatan Curup Tengah.
Selain menemukan bahan baku berbahaya, petugas juga menyita kerupuk siap edar, baik dalam bentuk curah maupun kemasan 1 kilogram yang mencantumkan label BPOM palsu.
Pemilik usaha mengaku membeli bleng secara daring karena harganya lebih murah, sekitar Rp 27.000 per kilogram dibanding harga pasar lokal yang mencapai Rp 35.000.
BACA JUGA:Bongkar Dugaan Kredit Fiktif, Polda Bengkulu Sita Berkas dari Dua Kantor Bank Bengkulu di Lebong
BACA JUGA:Harga TBS Sawit di Mukomuko Naik Lagi, Tertinggi Capai Rp 2.800 per Kg per 28 April 2025
Ia juga mengklaim belum memahami bahwa bahan tersebut tergolong zat kimia berbahaya yang dilarang digunakan dalam makanan.
“Ini menunjukkan bahwa masih banyak pelaku usaha kecil yang belum memahami regulasi keamanan pangan. Oleh karena itu, selain penindakan, kami juga memprioritaskan pendekatan pembinaan dan edukasi agar pelaku usaha bisa memproduksi makanan secara aman dan legal,” ujar Pupa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: