Kasus Kekerasan Seksual Eks Rektor UNUGO Masuki Tahap Gelar Perkara, Polda Janji Transparan!

Kasus Kekerasan Seksual Eks Rektor UNUGO Masuki Tahap Gelar Perkara, Polda Janji Transparan!--ist/rakyatbengkulu.com
GORONTALO, RAKYATBENGKULU.COM – Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan mantan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo (UNUGO) akhirnya memasuki tahap gelar perkara.
Setelah lebih dari setahun tanpa kejelasan hukum, publik mendesak aparat penegak hukum untuk lebih transparan dan cepat dalam menangani kasus ini.
Kuasa hukum korban, Hijrah Lahaling, menyampaikan bahwa gelar perkara perdana yang digelar oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Gorontalo, turut menghadirkan pihak pelapor dan terlapor beserta tim kuasa hukumnya.
BACA JUGA:Prabowo Hadiri Penutupan Kongres PSI di Solo, Gibran Dampingi Langsung! Kaesang Resmi Terpilih Lagi!
BACA JUGA:April Yones Segera Dilantik Jadi Ketua DPRD Seluma, Dijadwalkan 18 Agustus! Ini Fakta Lengkapnya
“Gelar perkara ini dilakukan sebagai bentuk respons atas banyaknya laporan masyarakat terkait lambannya penanganan kasus ini,” kata Hijrah, sebagaimana dilansir antaranews.com.
Hijrah menambahkan bahwa dalam forum tersebut, pihaknya bersama tim kuasa hukum menyampaikan sejumlah kendala serta kejanggalan yang mereka temukan selama proses penyidikan berlangsung.
Unit PPA Dinilai Buruk Tangani Kasus
Dalam gelar perkara itu, Irwasda Polda Gorontalo bersama perwakilan dari Kompolnas secara terbuka mengkritik kinerja Unit PPA yang dinilai tidak maksimal dalam menangani kasus ini.
BACA JUGA:Mutasi Besar di Polda Bengkulu, 146 Perwira Diganti! Ini Daftar Lengkapnya
BACA JUGA:Tampil Energik di Usia 55 Tahun, Aksi Syafril Karim Hebohkan Turnamen Basket 3x3 di Bencoolen Mall!
Fanly Katili, kuasa hukum lainnya dari pihak korban, menyebutkan bahwa sempat beredar kabar bahwa kasus ini akan dihentikan.
Namun kabar tersebut dibantah oleh penyidik yang menjanjikan akan menyelesaikan kasus ini secara profesional dan transparan.
Penyidik berdalih bahwa keterlambatan penanganan terjadi karena minimnya saksi dan bukti yang dinilai belum cukup kuat, termasuk kesulitan menghadirkan saksi ahli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: