Santri Tewas Dianiaya, Ponpes Serah ke Polisi

Rabu 18-11-2020,11:01 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

MUKOMUKO – Tewasnya seorang santri, EP (12) atas dugaan penganiayaan oleh oknum guru berinisial ZD, Pondok Pesantren Raudhatunnajah di Desa Bandar Jaya, Kecamatan Teramang Jaya Mukomuko menyatakan masih ragu. Karena dari penelusuran pihak ponpes, menanyakan ke seluruh guru dan pengasuh asrama dan santri yang satu kamar dengan EP membantah adanya penganiayaan tersebut. Karena itu pula pihak ponpes belum bisa memastikan apakah benar EP meninggal dunia karena dianiaya guru atau karena hal lainnya. Oleh karena itu masalah ini diserahkan sepenuhnya ke Polres Mukomuko yang saat ini sedang menindaklanjuti laporan dari orangtua EP akan dugaan penganiayaan itu. Ditegaskan Direktur Yayasan Raudhatunnajah, Ipan Soparudin pihaknya tidak akan menutup-nutupi atau melindungi bila memang ada guru yang melakukan tindak kekerasan kepada siswa atau santri. Tidak akan melakukan intervensi apapun, terutama terhadap saksi-saksi. Disebutnya, ada belasan orang dari Ponpes telah dimintai keterangan oleh penyidik Polres Mukomuko. Bukan saja oknum guru ZD, sebagai terlapor, tapi juga guru lainnya. Termasuk juga siswa yang satu kamar dengan anak dari pelapor dan siswa yang turut membantu memijat EP sewaktu mengeluh sakit. “Kami serahkan proses ini ke polisi. Kami siap 24 jam, kooperatif. Tidak akan intervensi atau menyembunyikan orang-orang yang jadi saksi,” ujar Ipan. Mengenai guru yang dipolisikan, ZD, dikatakan Ipan masih aktif mengajar. Meskipun ia harus menjalani pemeriksaan dari penyidik Polres Mukomuko. Pihaknya juga sudah meminta keterangan dari ZD. Dari keterangan yang diperoleh, bahwa apa yang dilaporkan orangtua dari almarhum EP tidak sesuai dengan keterangan dari sejumlah saksi di Ponpes. “Posisi guru ini (ZD) saat kita tanyai, ketika kejadian dia lagi pergi mengajar di kelas. Habis zuhur berada di kantor. Setelah itu mengajar lagi sampai jam 4 sore. Saya tanya di asrama, ada yang mendengar teriakan dari santri ini, dijawab tidak ada,” jelas Ipan. Mengenai santri EP meninggal dunia Minggu (15/11) setelah dijemput keluarganya pulang ke Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan Sumbar , Ipan mengaku belum mendapatkan informasi resmi. Baik itu dari orangtua EP maupun dari penyidik Polres. “Jadi  kami harus bersikap bagaimana, masih bingung. Karena informasi resmi belum ada sampai sekarang,” kata Ipan. Dengan adanya kejadian itu, Ipan memastikan aktivitas belajar masih tetap berlangsung seperti biasa. Ponpes tidak terpengaruh dengan adanya laporan oleh salah satu orangtua santri. Dan ini sesuai kondisi di lapangan, saat RB menyambangi ponpes tersebut. Disebut Ipan, EP sebagai santri yang juga siswa kelas VI Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jumlah santri yang menginap di Ponpes sekitar 150 orang. Sedangkan jumlah siswa seluruhnya sebanyak 300 orang. “Aktivitas belajar masih berlanjut. Dari Kemenag sudah datang, juga dari Polsek Teramang Jaya. Kami tidak menutup diri, siapa yang mau datang, silakan,” sampai Ipan. Terpisah, Kapolres Mukomuko AKBP Andy Arisandi, SH, S.IK melalui Kasat Reskrim Iptu. Teguh Ari Aji, S.IK mengatakan, pihaknya masih melakukan penyelidikan atas laporan dari orang tua EP, Eri Gustina (46). Pemeriksaan sejumlah saksi masih akan dilakukan. Untuk sementara pihaknya belum dapat merelease mengenai penanganan kasus sebelum keterangan dari sejumlah saksi selesai dilakukan.  “Sekarang ini sedang kami tangani. Lengkapnya, nanti menyusul,” kata Teguh Ari. Sementara itu, Kepala Desa Penarik Kecamatan Penarik, Dunlop membenarkan pelapor merupakan warganya. Atas meninggalnya anak pelapor, dikatakan Dunlop, tidak dimakamkan di Desa Penarik. “Memang warga kita, di Dusun II. Anaknya dimakamkan di wilayah Air Haji, Kabupaten Pesisir Selatan,” kata Dunlop. Ditambah Kepala Dusun (Kadus) II, Aroni Chaniago, bahwa dari informasi yang ia peroleh dari adik kandung pelapor, bahwa EP meninggal dunia dalam perjalanan ke Air Haji. EP merupakan anak ketiga dari pelapor, dari empat bersaudara. “Meninggal saat masih dalam perjalanan mau ke Air Haji, kalau tidak salah masih di wilayah Lunang. Saat itu dibawa menggunakan mobil pribadi. Saya dapat informasi sekitar pukul 23.00 WIB dan malam itu langsung saya umumkan di masjid, karena kami bertepatan lagi melaksanakan peringatan Maulid Nabi,” kata Aroni. Kepala Kantor (Kakan) Kementerian Agama (Kemenag) Mukomuko, Mahsyahri, S.Ag, M.HI menerangkan pihaknya sudah turun ke Ponpes tersebut. Didapat keterangan tidak ada kejadian sebagaimana yang dilaporkan ke polisi. “Kami juga tidak bisa ngomong apa-apa, karena ini sudah di Polres. Hasilnya seperti apa, kita tinggal berlapang saja lagi dan harus jadi pelajaran,” kata Mansyahri. Mengenai aktivitas di Ponpes yang ada di Mukomuko, Mansyahri mengatakan, rutin dilakukan monitoring dan evaluasi (Monev). Namun diakuinya, sejak pandemi Covid-19, Monev hanya bisa dilakukan secara daring. Kedepan, pihaknya akan lebih sering menekankan, pentingnta pengawasan yang tinggi. Agar kejadian serupa tidak terulang. Artinya, pengawasan terhadap anak dan guru-gurunya, harus lebih ketat lagi. Dilansir RB pada Sabtu (14/11) lalu, ibu dari EP mempolisikan seorang guru di Ponpes tersebut. Dengan laporan dugaan kekerasan terhadap anak dibawah umur. Menurut pelapor, kejadian dugaan tindak kekerasan itu, pada Senin (9/11) sekitar pukul 15.00 WIB. Dengan lokasi kejadian di lingkungan Ponpes. Berdasarkan keterangan pelapor pula, ia mendapatkan informasi mengenai kondisi sang anak, sekitar pukul 17.00 WIB, Kamis (12/11). Saat pelapor sedang berada di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Ia mengaku, mendapat sambungan telepon dari anaknya yang sedang berada di Kota Padang, Sumbar. Dari sambungan telepon itu didapat informasi bahwa anaknya yang berada di Ponpes di Kabupaten Mukomuko, sedang sakit. Sehingga anaknya yang baru berusia sekitar 12 tahun itu, diantarkan oleh pihak Ponpes ke rumah salah satu adik pelapor di Desa Penarik Mukomuko. Mengetahui kondisi itu, pelapor langsung pulang dan menemui anaknya di salah satu rumah adiknya. Pelapor mendapati kaki dan paha anaknya terdapat luka lebam. Selain itu, sang anak tidak bisa berdiri dan jalan. Masih menurut pelapor, ia mendapatkan penjelasan dari anaknya, bahwa luka lebam tersebut karena dipukul dengan menggunakan bambu oleh salah satu guru di Ponpes berinisial ZD. Geram, ia pun memutuskan mempolisikan sang guru tersebut. Belakangan setelah melaporkan dugaan penganiayaan itu ke polisi, EP dibawa pulang keluarganya ke Air Haji. Namun dalam perjalanan, tepatnya di Kecamatan Lunang, Pesisir Selatan, EP menghembuskan napas terakhir.(hue)

Tags :
Kategori :

Terkait