TWK Tak Bisa Jadi Dasar Pemecatan, Eks Pimpinan KPK Sebut Ada Pelanggaran Aturan

Sabtu 19-06-2021,14:14 WIB
Reporter : redaksi rb
Editor : redaksi rb

JAKARTA  - Setelah memanggil dan memeriksa Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dua hari lalu (17/6), kemarin Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta keterangan dari eks pimpinan KPK. Sedikitnya ada empat mantan pimpinan KPK yang mereka tanyai. Mochammad Jasin, Abraham Samad, Saut Situmorang, dan Bambang Widjajanto.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan, pihaknya memanggil dan meminta keterangan dari eks pimpinan KPK untuk mencari informasi terkait dengan pola kerja, pola penilaian, sampai pola komunikasi di antara pegawai dan pimpinan KPK. "Bagaimana tata kelola hubungan, pola-pola kerja antara temen-temen staf, level tengah, sampai level paling atas dan sebagainya, itu kami sasar semua," terang dia kemarin (18/6).

Pun demikian yang terkait berbagai isu yang muncul di antara pegawai KPK. Komnas HAM, kata Anam, mencari sebanyak mungkin data untuk membuat terang peristiwa dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan atau TWK. Dia ingin semua pihak yang terkait peristiwa tersebut memberikan keterangan kepada Komnas HAM. Sebab, keterangan mereka dibutuhkan untuk mengonfirmasi data dan dokumen yang sudah dimiliki Komnas HAM.

Diakui oleh Jasin, pertanyaan yang diajukan oleh tim yang dipimpin oleh Anam tidak lepas dari pegawai KPK. Mulai aturan yang mengikat mereka sampai ketentuan-ketentuan terkait pemecatan pegawai. Menurut dia, TWK tidak bisa jadi dasar untuk memecat pegawai di KPK. Itu berlaku sekali pun saat ini KPK harus melakukan alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). "Justru pemecatan (melalui TWK) itu tidak berlandaskan pada suatu peraturan perundangan," jelasnya.

Jasin menyebut, tidak sedikit di antara pegawai KPK yang semula merupakan ASN dan personel Polri. Mereka dikirim ke KPK sebagai orang-orang terbaik dari lembaga masing-masing. Sudah melalui serangkaian tes yang ketat sebelum diterima menjadi pegawai KPK. Pun demikian yang datang dari program Indonesia Memanggil. Semuanya sudah melewati rangkaian tes ketat sebelum diterima untuk bertugas di KPK. "Memang sangat selektif dan dilakukan background cek," imbuhmya.

Melihat kondisi saat ini, Jasin menilai bahwa perlu dilihat dan dibuktikan ada atau tidak abuse of power. Sebab, dia menilai ada aturan dan ketentuan yang dilanggar dalam TWK di KPK. Termasuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan arahan Presiden Joko Widodo juga tidak sepenuhnya dilaksanakan. "Tidak ada yang mengamanatkan dalam satu aturan itu bahwa TWK harus berujung pada pemecetan walau untuk alih status ke ASN," bebernya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjawab pernyataan komisioner Komnas HAM Choirul Anam yang menyatakan bahwa Ghufron tidak tahu siapa penggagas TWK. Menurut Ghufron, keputusan TWK merupakan hasil pertemuan stake holder pada 9 Oktober tahun lalu. Dalam pertemuan itu membahas tentang pemenuhan syarat kesetiaan terhadap ideologi Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan pemerintah yang sah dalam pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN.

"Pada saat itu sudah dipertanyakan apakah cukup dengan penandatangan pakta integritas kesetiaan terhadap NKRI (sebagai syarat menjadi ASN)," tuturnya.

Dari diskusi tersebut, kata Ghufron, kemudian disepakati pelaksanaan alih status mengacu pada peraturan yang berlaku. Yakni ada tes kompetensi dasar (TKD) dan tes kompetensi bidang (TKB) dalam proses peralihan pegawai menjadi ASN. Dalam TKD itu sendiri terdapat 3 aspek. Diantaranya tes intelijensi umum (TIU), tes karakteristik pribadi (TKP) dan tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Dan hal tersebut kemudian disepakati dalam draf rancangan peraturan KPK tanggal 21 januari 2021 yang di sampaikan ke Kemenkumham untuk diharmonisasi," ujarnya. Merujuk pertemuan itu, lanjut Ghufron, pegawai tidak di tes TIU lagi karena sudah dilakukan pada saat masuk menjadi pegawai tetap dan tidak tetap KPK. "Juga tes kompetensi bidangnya tidak dilakukan lagi karena mereka sudah mumpuni dalam pemberantasan korupsi," paparnya.

Nah, yang belum dilakukan adalah TWK sebagai alat ukur pemenuhan syarat bukti kesetiaan terhadap NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan pemerintah yang sah. "Jadi itu (TWK) satu-satunya tes yg dilakukan," terangnya. (syn/tyo)

Tags :
Kategori :

Terkait